Konten kreator pasti memahami betapa menjengkelkannya algoritma Google, terlebih lagi jika bersifat diskriminatif. Beberapa waktu lalu, sekelompok YouTuber LGBTQ menggugat raksasa teknologi karena alasan itu. Setelah ditunda berbulan lamanya, sidang pertama mereka akhirnya diadakan pekan lalu di California.
Pasangan Bria Kam dan Chrissy Chambers dulunya bisa menghasilkan sekitar $4.000 (setara Rp56 juta) per bulan lewat video musik/komedi/self-help yang ditargetkan untuk kalangan perempuan gay muda. Namun, jumlah subscriber dan penonton di kanal YouTube mendadak terjun bebas.
Videos by VICE
“Algoritma tersebut diskriminatif dan tak ada bedanya dari penipuan jika benar-benar membuat keputusan awal berdasarkan identitas seseorang, walaupun itu hanya 25 persen saja,” ujar Peter Obstler selaku kuasa hukum Bria, Chrissy dan 11 penggugat lainnya.
Para YouTuber ini menuduh Google mendemonetisasi dan memberlakukan batasan usia pada konten mereka yang tidak berbahaya sama sekali. Sikap yang diambil YouTube didasarkan pada orientasi seksual mereka.
Video mereka gagal menjangkau banyak penonton, yang akhirnya memengaruhi pemasukan mereka. Akan tetapi, Google membantah tuduhan itu. Mereka bersikukuh kebijakannya berlaku secara setara.
Kami menanyakan soal ini kepada sejumlah konten kreator LGBTQ. Mereka hanya bisa menunggu akan seperti apa keputusan hakim nantinya. Apakah akan mempermudah hidup mereka, atau justru malah mempersulit?
Simak dokumenternya di tautan awal artikel ini.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE US