Cerita album 'Blur' Menyelamatkan Blur dari Kehancuran

FYI.

This story is over 5 years old.

Noisey

Cerita album 'Blur' Menyelamatkan Blur dari Kehancuran

Gagal menembus pasar musik AS, 20 tahun lalu Blur hampir bubar. Di titik nadir, band Inggris ini malah menelurkan single terbesar dan salah satu album terbaik mereka.

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey. 

Saya belum lama ini menonton Central Intelligence, sebuah film komedi konyol yang dibintangi Dwayne 'The Rock' Johnson. Di film itu dia berperan sebagai mata-mata jagoan sekaligus fans berat unicorn yang bahu membahu bersama sobat SMA-nya seorang akuntan (diperankan Kevin Hart) menyelamatkan dunia. Saya sepenuhnya sadar Central Intelligence tak akan menang Oscar. Tapi emangnya saya punya pilihan lain? Saya sedang berada dalam pesawat, 10.000 meter dari permukaan Bumi. Dalam ketinggian seperti ini, rasa-rasanya tak ada yang sudi menonton film artsy serius macam  12 Years A Slave.

Iklan

Oke, balik lagi ke Central Intellegence. Ada adegan dalam film ini yang menggambarkan dua tokoh utama harus kabur menabrak jendela kaca gedung bertingkat, menghindari berondongan peluru. Tipikal adegan klise di film-film laga. Ketika kaca gedung pecah berhamburan dan dua orang ini melayang di udara, ada jeritan terdengar. Suara kencang ini bukan berasal dari The Rock ataupun Kevin Hart. Suara itu milik Damon Albarn dalam single Blur legendaris "Song 2". Kamu pasti tahu jeritan "Wooo-hoooo" itu. Upaya konyol menyisipkan lagu dalam sebuah film yang sama konyolnya. Tapi, saya langsung nyengir ketika mendapati "Song 2" masih dimainkan sebuah film blockbuster Hollywood, nyaris 20 tahun setelah lagu itu diluncurkan. Saya sadar ini adalah bukti betapa hebatnya kekuatan transformatif lagu ini 20 tahun lalu pada album "Blur", nasib Blur di benua Amerika dan keseluruhan karir Damon dkk.

Tahun-tahun sebelum Blur dirilis adalah tahun penuh kebimbangan bagi band ikon Britpop tersebut. Mereka sudah terlanjur bosan dengan Britpop yang gitu-gitu doang. Di sisi lain, mereka kesusahan menembus pasar Negeri Paman Sam. Saat Blur menjalani tur AS di awal 1996, setiap personel cuma bisa melongo melihat album musuh bebuyutan mereka Oasis, (What's The Story) Morning Glory laku sampai 100.000 buah per minggu dan mencapai posisi ke-4 di tangga lagu Billboard. Album mereka sendiri, The Great Escape, jeblok di AS. Setahun hanya terjual sebanyak 122.000 kopi.

Iklan

Selama tur di AS itulah, hubungan antar anggota Blur bertambah renggang. Gitaris Graham Coxon, yang tak pernah absen mabuk-mabukan, mulai jengah melihat kontrol Damon atas arah musik Blur. Coxon juga jengkel melihat Basis Alex James bergaya hidup ala selebriti. Alex kala itu sedang hedon-hedonnya, menghabiskan waktunya menenggak champagne mahal bersama sesama pesohor. Respon Coxon terhadap semua itu adalah menarik diri dan mulai mendengarkan musik lo-fi Amerika Serikat. Seperti dikutip majalah Select pada edisi 1999, Coxon mengatakan: "Aku membeli beberapa album Pavement selama era The Great Escape dan Pavement saat itu banyak dibenci semua orang. Waktu itu aku mabuk berat dan bilang saya ingin main band death-metal hardcore hip-hop. Aku mungkin sedang ngambek waktu bicara begitu. Tapi, aku cuma ingin tahu kenapa aku tak bisa memainkan sesuatu yang kusuka […] aku menulis surat ke Damon sebelum merekam Blur. Aku bilang aku mau bikin orang ketakutan lagi."

Pada akhirnya, di tengah titik nadir, personel Blur lainnya menuruti apa yang Coxon mau. Musim panas 1999, Blur beralih sepenuhnya dari Britpop dan mulai membuka pintu bagi referensi musik Amerika Serikat seperti diusulkan Coxon. Saking inginnya lepas dari kungkungan kancah Britpop, Damon memilih hengkang dari Inggris, membeli rumah di Reykjavik, Islandia. Bahkan buat Coxon, yang melewati tur panjang Amerika Serikat dengan anggota band yang tak disukainya, tindakan Damon dianggapnya berlebihan. Beruntung, sebuah jalan tengah akhirnya disepakati: Blur direkam di Mayfair studio, London pada Juni 1996. Setelah proses produksi berjalan hampir setengahnya, album legendaris itu dibawa ke Reykjavik. Di kota itu Albarn, James, dan produser Stephen Street dan engineer John Smith menambah vokal Damon dan beberapa bagian keyboard.

Iklan

Maka terjadilah. Tepat setahun setelah menelurkan The Great Escape, Blur benar-benar bisa kabur dari Britpop yang mereka benci.

Untuk band yang sudah menelurkan empat album seperti Blur, tapi kemudian merilis album kelima dengan judul self-titled, tindakan ini kerap diartikan sebagai momen penemuan jati diri. Agar lebih mudah melihat sejauh apa Blur berubah dalam, silakan dengarkan single dari album The Great Escape,  "Charmless Man" yang mengajak kita melompat-lompat. Setelah itu, coba setel track pembuka Blur "Beetlebum" yang nuansanya sangat teler itu. Seakan-akan ketika lagu ini diputar ada yang mematikan lampu-lampu dalam sebuah pesta, single ini sangat gelap. Makanya, bukan suatu yang mengejutkan bila kemudian Coxon mengakui bahwa lagu itu memang tentang heroin. "Bagi banyak orang, kehidupan mereka banyak dipengaruhi heroin," kata Damon ketika ditanya tentang makna lagu "Bettlebum" dalam film dokumenter No Distance Left To Run yang dirilis 2010. "Heroin ada dimana-mana waktu itu."

Salah satu hal yang membuat album Blur tetap keren, dua dekade setelah dirilis, sebab album ini merekam band yang kembali menemukan dirinya sendiri. Bukan cuma sekali tapi berkali-kali. "Bettlebum" yang terdengar teler, misalnya, diikuti dengan single bernuansa grunge yang sangat nyinyir seperti "Song 2". Setelah beberapa tahun cuma duduk di pinggir lapangan menyaksikan seteru mereka Oasis sukses besar-besaran di Negeri Paman Sam, "Song 2" membuat nama Blur menyebar ke seluruh penjuru Amerika Serikat.

Iklan

Kesuksesan Blur di Amerika Serikat terjadi berbarengan dengan makin akrabnya anggota Blur pada budaya pop Amerika Serikat, seperti yang terlihat di lagu "Country Sad Ballad Man." Ironisnya, lagu yang paling terdengar Britpop dalam album ini justru merangkum pengalaman Blur tur keliling Amerika Serikat. Kemampuan Coxon mempengaruhi rekan-rekannya untuk memperluas referensi musik, di sisi lain, menandai makin kuatnya pengaruh Coxon dalam band ini. Di Blur, Coxon untuk pertama kalinya menyanyi dan menulis lirik. Lagu itu, "You're So Great" terasa seperti tembang cinta mabuk yang terasa menyeret-menyeret. Kegamblangan liriknya bikin trenyuh siapapun yang mendengarkannya. Bahkan, Coxon tak bisa menahan rasa malunya saat merekam lagu ini. Dia sampai harus bernanyi di bawah meja Mayfair Studio saking malunya.

Blur tak lantas jadi album milik Coxon atau sebuah album bergaya Amerika Serikat dari band asal London. Masih ada pengaruh dari tempat-tempat lain selain AS di dalamnya. "M.O.R." misalnya. Progresi kord lagu ini terilhami dua lagu David Bowie  "Boys Keep Swinging" dan "Fantastic Voyage," dari album  Lodger.Jika ditengok sejarahnya, dua lagu tersebut lahir dari eksperimen Bowie dan Brian Eno menulis dua lagu berbeda dengan progresi kord yang persis sama. Apakah "M.O.R" sebuah upaya mencontek atau sebuah penghormatan pada Bowie itu urusan lain. Yang jelas, nama Bowie dan Eno baru ditulis dalam kredit setelah album ini dirilis.

Meski awalnya Coxon yang memaksa Damon merambah sound-sound eksperimental supaya karir Blur tak mentok, belakangan Damon malah keranjingan menulis lagu yang nyeleneh. "Aku bisa saja duduk di depan piano dan menulis lagu cinta observasional yang keren mampus seharian penuh tapikan kita engga bisa gitu-gitu doang," kata Damon pada Select di 1999. Perubahan cara menulis lagu ini paling kentara dalam  "On Your Own," yang jadi cetak biru bagi karya-karya Damon selanjutnya yang kental dengan lirik-lirik ala William S. Burroughs dan ketukan drum machine Roland TR-606 sebagai latar. "Itu salah satu sound-sound awal Gorillaz, bagaimana sound Gorillaz terbentuk sangat dipengarhui sesi rekaman [Blur]," ujar Damon pada majalah Australia, TripleJ di tahun 2010. "Saat menulis lagu itu, aku menyadari bila aku suka menulis lagu seperti ini. Sejujurnya, aku benar-benar mencontek konsep penulisan lagu di album [Blur] saat membentuk Gorillaz. Kalau Blur ingin menuntutku, ya engga apa-apa."

Sebelum merekam Blur, band asal London diprediksi banyak orang bakal bubar. Semua ramalan keliru. Mereka malah menghasilkan album keren. Di saat setiap personel sedang sering-seringnya ribut, Blur  malah berhasil menelurkan paling keren sepanjang karirnya. Meski durasinya tak sampai satu jam, Blur berhasil merangkum semua ide-ide musikal dari yang paling cerdas hingga yang paling bodoh, dari yang paling teler hingga ingar bingar. Sensasi mendengarkan Blur bagaikan nonton The Rock yang lari menabrak jendela kaca gedung bertingkat, seperti momen absurd munculnya "Song 2" di salah satu adegan Central Intelligence. Damon Albarn, Alex James, Graham Coxon dan Dave Rowntree mencapai titik yang tak pernah terbayangkan sebelumnya dan tak berani ditempuh musisi lain.

Kevin EG Perry adalah seorang penulis yang tinggal London. Follow dia di Twitter.