FYI.

This story is over 5 years old.

Motherboard

Perubahan Iklim Merusak Kemampuan Gunung Berapi Mendinginkan Bumi

Sebab begini ilmu dasar yang harus kita ingat: abu vulkanik terlontar hingga ke lapisan stratosfer dan dapat membiaskan balik cahaya matahari.
Sumber foto: U.S. Geological Survey/Wikimedia Commons

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard.

Sebuah gunung berapi yang meletus memuntahkan gas dan debu ke udara, kadang sampai mendorong gas belerang ke lapisan stratosfer Bumi. Gas belerang ini bereaksi dengan air lalu membentuk partikel aerosol. Partikel inilah yang berfungsi sebagai pelindung bumi dari cahaya matahari. Aerosol memantulkan cahaya dan panas matahari ke luar angkasa. Proses vulkanis tersebut selama ini berjasa mendinginkan Bumi.

Iklan

Masalahnya, perubahan kualitas statoser akibat aktivitas manusia sepertinya menurunkan kemampuan gunung berapi mendinginkan planet. Belum lagi, seiring makin panasnya suhu bumi, masalah suhu ini di masa mendatang semakin berdampak negatif. Menurut penelitian termutakhir Journal of Geophysical Research: Atmospher, perubahan iklim berisiko mengubah kemampuan gunung berapi menurunkan suhu planet yang kita huni.

"Kami memiliki model komputer mengolah data abu vulkanik," ujar Thomas Aubry, kandidat PhD University of British Columbia, selaku penulis makalah itu. "Model komputer ini dapat memberitahu anda ketinggian dan input data yang diperlukan agar intensitas ledakan dan kondisinya atmosfer secara presisi. [Berdasarkan data erupsi dan atsmosfer saat ini], kita bisa mencari tahu apakah tinggi abu melewati troposfer atau tidak." Sekadar informasi troposfer adalah bagian terendah dari atmosfer bumi.

Udara yang makin hangat dipicu naiknya emisi CO2 membuat atmosfer meluas, dan pada akhirnya belerang tak bisa mencapai stratosfer. Malah, gas belerang ini cuma sampai pada lapisan troposfer. Ini yang membuat atmoster gagal menjalankan fungsinya sebagai pelindung bumi dari sinar matahari. Alhasil, dampaknya berasa sampai ke permukaaan Bumi.

"Menurut saya, konsekuensinya banyak," ujar Aubry. "Makalah ini saya tulis karena dipicu oleh kekhawatiran tadi. Saya juga memperhitungkan manajemen resiko ketika menulisnya."

Para peneliti menilai aktivitas vulkanik memainkan peran sangat minim memperlambat naiknya suhu Bumi yang terus terjadi.

"Dalam 10 sampai 15 tahun terakhir, kita masih menyaksikan ledakan gunung berapi yang "stratospheric", ujar Aubry. Keuntungan yang kita nikmati toh tak bisa bertahan lama. Tim penulis makalah ini memperkirakan jumlah gas belerang di stratosfer diperkirakan bakal turun 2 sampai 12 persen dalam satu abad ke depan. Jumlahnya malah akan berkurang lebih banyak lagi—sekitar 12-25 persen—di abad 23.

Pemahaman tentang kaitan aktivitas gunung berapi dengan atmosfer bumi bakal mempermudah ilmuwan mempelajari perubahan iklim yang ekstrem dalam sejarah bumi—termasuk kemungkinan peranan gunung berapi dalam jaman es yang dingin 700 juta tahun yang lalu—ketika bumi berubah "Bola Es Raksasa. "Hampir semua permukaan bumi tertutup es saat itu. Di samping itu, kemampuan memahami hal ini juga bisa membantu ilmuwan membuat model tentang apa yang kita alami di masa datang."

"Kita tak ingin menyaksikan naiknya tingkat pemanasan global gara-gara menurunnya kemampuan gunung api mendinginkan bumi," ujar Aubry, sembari menambahkan bahwa persoalan gunung berapa wajib lebih sering dibahas dalam diskusi mengenai perubahan iklim. "Kami rasa topik ini sungguh penting untuk dibicarakan."