'Sense8' Serial TV Terbaik Saat Ini, Tak Diperpanjang Season Barunya
Cuplikan adegan Sense8 dari Murray Close/Netflix, Overlay via Flickr User Tony Werman.

FYI.

This story is over 5 years old.

TV

'Sense8' Serial TV Terbaik Saat Ini, Tak Diperpanjang Season Barunya

Pembatalan season ke-3 serial sains fiksi Netflix garapan Wachowski Bersaudari, otak di balik Trilogi Matrix, menunjukkan adanya benturan antara politik dan budaya pop masa kini.

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly.

Aku mendapat kabar soal pembatalan season lanjutan serial televisi Sense8 dari kawan-kawan transpuan di internet. Mereka menuliskan postingan Facebook, intinya menegur Netflix karena membatalkan salah satu representasi media paling positif bagi kelompok LGBT dan tokoh-tokoh dengan beragam latar budaya dan etnis. Namun mereka juga mengakui, rasanya kok malu ya rungsing karena urusan yang begitu sepele: televisi. Pembatalan serial televisi manapun sebenarnya tak penting-penting amat, namun Sense8 menunjukkan seni dan budaya bisa membantu progres sosial maupun politik di kehidupan nyata. Serial televisi Wachowski bersaudari ini tayang di Netflix selama dua musim dan telah membuat kemajuan besar dari segi representasi keberagaman dalam film: Sense8 tak hanya direkam di berbagai belahan dunia, namun juga menampilkan aktor dan aktris dari beragam latar belakang, sampai-sampai dianggap sebuah kemenangan seperti halnya Star Trek pada 1960an. Sense8 merepresentasikan ras dan etnis dari segala bagian dunia, dan juga orientasi dan aktivitas seksual yang lebih luas dibandingkan norma gender yang ada (bayangkan saja judul berita soal tokoh-tokoh yang bisa melakukan pyschic orgies). Serial televisi ini juga menjadi kegemaran komunitas trans karena menyertakan tokoh transpuan lesbian, sebagai blogger dan peretas bernama Nomi, yang diperankan oleh Jamie Clayton yang pada kehidupan nyata memang seorang transpuan. Seorang transpuan menulis begini di Facebook: "Nomi dari Sense8 mewakili banyak perempuan di internet."

Iklan

Sebelum Wachowski bersaudari menciptakan Sense8, Wachowski "bersaudara" menciptakan salah satu film fiksi ilmiah paling sukses dan ikonik dalam sejarah. The Matrix pertama kali tayang pada 1999 dan mendapatkan pengakuan publik dan kritikus, dan meninggalkan jejak pada budaya kita hingga hari ini, 20 tahun kemudian.

Dalam film, Matrix merujuk pada sebuah dunia simulasi yang terlihat nyata padahal tidak. Umat manusia telah dimasukkan ke dalam simulasi tersebut secara tidak sadar, oleh mesin-mesin fasis yang hidup karena menggerogoti penjara bawah sadar manusia. Bagi banyak transgender, simbol seperti ini selalu terasa dekat dengan kehidupan mereka; kami hidup dalam dunia yang selalu merujuk pada gender, yang dirancang oleh imajinasi mayoritas. Kami terpenjara dalam tubuh sendiri karena batasan-batasan buatan orang lain, yang katanya tak boleh kami langgar. Dalam The Matrix, seseorang bisa kabur dari simulasi ini dengan cara menelan pil merah—namun, meski pil itu bisa membuatmu tersadar, dunia nyata akan terasa traumatis. Ketika kita menyaksikan film ini lebih dari satu dekade lalu, transgender diingatkan bahwa kami memiliki pil merah kami sendiri; lantas apakah kami memilih hidup dalam realita orang lain, atau mengambil risiko untuk meraih otonomi—betapapun brutal hidup ini? Pil merah ini merupakan simbol bangkit dari cuci otak oleh status quo—dan meski hal ini sangat ikonik bagi komunitas trans sejak rilisnya The Matrix, pil merah telah diapropriasi oleh komunitas laki-laki cisgender heteroseksual yang menggunakan konsep ini supaya mereka bisa berlagak seperti korban dalam progres sosial. Salah satu manifestasi dari apropriasi tersebut muncul pada 2017, di mana konsep pil merah telah dipelintir menjadi kosakata khas laki-laki konservatif. Menurut New York Magazine, "Bagi para alt-right, [pil merah ini] berarti mengungkapkan kebohongan di balik multikulturalisme dan globalisme, dan menyadari kebenaran dari nasionalisme isolasionis." Ini amat ironis, mengingat laki-laki sayap kanan mentok menggunakan bahasa transpuan untuk menjuluki konsep sesat: mereka harus kabur dari masa depan politik yang terlalu progresif sehingga menjadi opresif.

Dengan caranya sendiri, Sense8 adalah pil merah untuk terbangun dari industri tiruan yang didominasi oleh tokoh-tokoh heteroseksual cisgender kulit putih. Ini merupakan padangan yang juga tepat bagi Washington, di mana laki-laki kulit putih memiliki kuasa luar biasa besar dan mengganggu. Batasan antara budaya populer dan politik selalu buram, namun kini—mantan bintang acara realita televisi telah menjadi Presiden Amerika Serikat—batasan-batasan ini menjadi hampir tak terlihat lagi.

Simbolisasi pil merah kini malah lebih banyak didominasi tafsir lelaki heteroseksual.

Selain menjadi ciptaan dua kakak beradi jenius, Sense8 merupakan bagian dari sebuah produk perubahan budaya yang telah lebih dulu ada. Serial televisi ini muncul di era Orange is the New Black dan Transparent. Dalam beberapa tahun terakhir, aktor-aktor trans mulai bermunculan pada industri perfilman, lebih sering dari sebelumnya. Di waktu bersamaan, kepresidenan Obama bekerja keras untuk menegakkan hak-hak warga transgender—membantu mereka keluar dari isolasi ke ranah arus utama. Namun pencapaian-pencapaian budaya ini muncul sebelum pemilihan presiden AS 2016. Ketika Laverne Cox menjadi sampul Time, banyak dari kita yang terlalu naif sehingga berpikir bahwa progres sosial telah berjalan pesat; jam politik tak mungkin berjalan mundur. Namun kini ada banyak pihak berkuasa yang berupaya mengancam kebebasan warga trans di Amerika Serikat. Bantuan yang ditawarkan oleh kepresidenan Obama telah ditarik oleh Trump, dan kini muncul ketakutan bahwa kebutuhan-kebutuhan salah satu kelompok paling rentan di AS akan, sekali lagi, diabaikan. Budaya bergerak lebih cepat ketimbang politik, dan industri hiburan memiliki kemampuan besar untuk membentuk norma masyarakat. Pada GLAAD Awards tahun ini, Presiden Sarah Kate Ellis bertaruh bahwa Will & Grace telah melakukan lebih banyak hal untuk hak-hak LGBT di AS dibandingkan apapun. Apakah legalisasi pernikahan gay mungkin terjadi tanpa bantuan budaya populer dan aktivisme politik? Mungkin ini semua dianggap tidak relevan bagi Netflix, yang kemungkinan membatalkan Sense8 karena serial televisi ini membutuhkan banyak dana untuk direkam—tapi ini bukanlah asalan pembatalan serial televisi ini membuat banyak orang risau. Sense8 mengisahkan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri, dan dengan gamblang mengadvokasikan kesatuan dalam perbedaan (ras maupun gender). Warga transgender di Amerika selama ini coba dihapus dari sejarah. Kebutuhan terbesar populasi kita bersinggungan dengan komunitas warga kulit non-putih, populasi imigran, dan mereka yang hak ekonominya tercabut. Sense8 mungkin hanyalah sebuah acara televisi dalam mesin kapitalis, namun nilai-nilai humanis yang disuntikkan Wachowski bersaudari pada acara ini dapat membungkam kekuatan politik viral yang mengancam komunitas-komunitas di seluruh dunia. Pada saat tertentu, aku takut bahwa titik kritis warga transgender bisa jadi terus meningkat—dan ketakutan ini berkaitan dengan sesuatu yang lebih bermakna daripada kegemaran kita pada tontonan fiktif; para transgender. Wachowski bersaudari menciptakan serial televisi soal persatuan kelompok-kelompok global yang terdiri dari orang-orang beragam yang percaya pada niai "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh." Sebelum kami mengubah jenis kelamin, kami hidup dalam bayang-bayang orang-orang berkuasa yang mengatur-atur cara kami menjalani hidup. Dunia ini mungkin terlihat nyata—tubuh kita terlihat nyata—tapi pada akhirnya ini semua tiruan. Ketika Wachowski bersaudari menawarkan kami pil merah, kami menelannya. Kini kami telah tersadarkan.