Hasil Penelitian Ilmiah: ‘Gamer Kuper’ Itu Cuma Stigma

Kamu gamer? Sering dikira kuper dan enggak punya banyak temen? Atau sering dikira jarang keluar kamar dan seharian ngendon di depan komputer ngulik game-game kesayangan kamu? Tenang, kamu sekarang bisa narik nafas lega. Sebab sebuah makalah penelitian baru mengindikasikan bahwa semasa SMA, jumlah teman para gamer tak berbeda dengan jumlah teman siswa non gamer.

Riset ini memang niche banget tapi, para periset asal Uppsala University di Swedia ingin membuktikan bahwa game sebenarnya lahan subur untuk menjalin persahabatan.

Videos by VICE

Para periset menganalisis data gabungan dari berbagai studi tentang gamer. Salah satu yang paling terkenal adalah riset yang digarap tahun lalu 2017 berjudul Do adolescent gamers make friends offline? Dalam riset tersebut, 115 siswa SMA di Swedia yang berumur 17-19 tahun diharuskan mengisi survei tentang kehidupan sosial mereka tiga kali setahun.

Dari 115 siswa tersebut, 19 persen mengakui memiliki hobi bermain game. Mayoritas dari 19 persen responden berkelamin pria. Hasil ini mempunyai berkorelasi dengan sebuah riset di Amerika Serikat yang menunjukkan di rentang umur yang sama, lebih banyak pria muda yang mengaku sebagai gamer dibanding lawan jenisnya.

“Riset menunjukkan bahwa lamanya waktu yang dihabiskan remaja SMA untuk bermain game bukanlah faktor signifikan dalam pembentukan hubungan pertemanan,” Lisa Eklund dan Sara Roman, dua periset utama dan penulis makalah risetnya yang keluar tahun ini, menyimpulkan pada 2017.

“Lebih dari itu, terlalu banyak bermain game tidak serta merta membuat gamer dikucilkan dan kurang populer di sekolah.”

“Hasil penelitian yang kami peroleh ternyata mencengangkan namun sesuai dengan ekspektasi kami,” tulis keduanya dalam makalah terbaru penelitian mereka. “Tentu saja, kami berpikir kalau ‘gamer’ bakal berteman dengan sesamanya. Bermain game sudah jadi bagian penting dari budaya remaja masa kini makanya pertemanan antar gamer adalah sebuah keniscayaan.”

“Di sisi lain, kami tak yakin kalau gamer susah bergaul dan punya lebih sedikit teman. Di sisi ini, penelitian terdahulu kami sangatlah terbatas,”

Alih-alih susah bergaul karena kebanyakan main game, siswa-siswa yang jadi responden penelitian ini mempraktekkan “strategi pemanfaatan waktu.” Tujuannya sederhana, agar hidup tak mengganggu hidup (atau sebaliknya) dan “menjaga agar hubungan personal mereka tak terganggu.”

“Intinya, kami tahu bahwa gamer dengan mudah berteman di dunia maya […]” tulis Eklund dan Roman tentang riset terdahulu tentang game. “Kami tak banyak tahu tentang lingkungan offline seperti sekolah. Riset tentang game umumnya menekankan ruang online.”

Riset dari 2017 yang diacu oleh keduanya punya keterbatasan: hanya responden dari satu negara saja yang disurvei dan siswa dari kawasan rural dan terpencil tak diikut sertakan. Ukuran sampel juga dianggap terlalu kecil. Selain itu, responden kemungkinan punya definisi berbeda tentang “pertemanan.”

Meski demikian, makalah terbaru tentang game ini menegaskan apa yang sudah sejak lama diketahui para gamer: gamer itu enggak bisa diseragamkan dan kebanyakan main game enggak otomatis bikin gamer kuper atau malas ketemu orang di dunia nyata. Itu mah stigma kuno. Gamer zaman sekarang mah malah populer dan gaul.