Hobi Memelihara Semut Semakin Populer Berkat Pandemi

Toko Just Ants menjual semut

Di lantai dasar sebuah apartemen Singapura, berdiri kios yang sepintas tidak ada nilai istimewanya. Deretan rak menggantung memenuhi tembok. Terdapat beberapa etalase kaca di bagian depan toko. Entah apa yang dijual di sana, mungkin sebatas printilan rumah. Tampaknya sama saja dengan barisan toko di kanan kirinya.

toko Just Ants yang menjual semut
Foto: Frankie Lantican

Perhatikan lebih dekat, kalian akan takjub oleh isinya. Seperti namanya, “Just Ants” hanya menjual semut. Toko milik John Ye bagaikan surganya penggila atau kolektor semut, sebuah hobi yang dianggap aneh oleh sebagian orang.

Videos by VICE

Berbagai spesies semut, mulai dari semut pekerja hingga semut kuning langka, mengisi akuarium-akuarium kaca yang berjejer di dalam kios. Just Ants juga menjual segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk memelihara serangga. Dari pinset sampai tempat makan, semuanya ada. “Temukan dunia tersembunyi mereka,” bunyi pigura yang terpasang di salah satu rak toko.

Perlengkapan memelihara semut
Foto: Frankie Lantican

Bagi pengunjung, Just Ants adalah “toserba-nya semut”. Namun, bagi lelaki 41 tahun itu, bisnis yang dijalaninya merupakan perwujudan dari hobi mengoleksi semut. Dia bahkan keluar dari pekerjaannya sebagai karyawan sales untuk mengelola toko.

“Saya baru memberanikan diri [membuka Just Ants] setelah beberapa bulan mempertimbangkannya,” John memberi tahu VICE. “Saya ingin mencoba hal baru yang memang saya sukai. Tak ada salahnya dicoba, ya kan?”

Dia mulai tertarik dengan serangga ini setelah dihadiahkan koloni semut oleh saudara ipar pada 2017. John terpincut oleh kerja keras semut.

“Semut sangat berkarakter, gigih dan pantang menyerah,” tuturnya. “Semut hidup berkelompok. Tidak ada politik di dunia mereka. Manusia seharusnya belajar dari semut.”

John cuma ingin orang-orang lebih membuka mata. Semut adalah serangga yang amat luar biasa, bukan sebatas hama menjijikkan yang patut dimusnahkan.

“Semut tidak pernah kehabisan strategi. Contohnya, semut akan berkumpul hingga membentuk bola untuk menyeberangi sungai. Banyak sekali yang bisa dipelajari tentang mereka,” serunya.

Akurium berisi semut kayu
Foto: Frankie Lantican

John belajar tentang semut dari internet. Semakin lama, dia semakin terjerumus ke dalam dunia semut. Dia mulai mengoleksi semut dan membentuk koloni baru.

“Kayaknya lebih cocok disebut perjalanan memperluas wawasan, bukan cuma obsesi belaka.”

Teman-temannya mengira dia sudah gila karena meninggalkan pekerjaan menjanjikan. “Hobi tidak bisa menghasilkan uang,” tukas mereka. Akan tetapi, tekad John sudah bulat.

Setelah sempat kesulitan mencari lokasi karena anggaran terbatas, dia menjatuhkan pilihan pada lahan kosong di kota Jurong East. Tapi akhirnya dia pindah ke ruko apartemen Yishun pada Juli untuk alasan kenyamanan.

Resmi dibuka pada Januari, kios Just Ants kini menyediakan 30 spesies semut. Untuk semut kayu, harganya berkisar 15-75 Dolar Singapura (Rp162-813 ribu). Satu koloni semut dijual hingga SGD200 (Rp2,1 juta).

Koloni semut membentuk tulisan SEB dan bentuk senyum
Foto: Frankie Lantican

Proses mengumpulkan semut cukup melelahkan. Dia memburunya di sekitar rumah dan taman setelah hujan reda di sore hari. Dia meletakkan senter dan menunggu sampai semut mengerubunginya. Setelah itu, semut diberi makan setiap dua-tiga hari sekali. Menunya bermacam-macam. Senin makan ulat Hong Kong (mealworm), Rabu makan sepotong kecil apel, dan Jumat makan jangkrik kecil.

Meski banyak yang berkunjung karena penasaran, bisnis John tidak selalu mulus. Apalagi sekarang sedang pandemi.

“Sempat tidak ada yang beli sama sekali selama sebulan penuh. Saya sampai kepikiran omongan teman-teman. Mungkin mereka ada benarnya,” John mengaku.

Walaupun begitu, dia tidak menyesali keputusannya.

“Saya lebih pilih mengerjakan sesuatu yang memang disukai daripada bekerja keras sampai lupa dengan passion sendiri.”

John terus membuka toko di tengah pandemi, dan akhirnya bisnis semut ini mulai ramai Agustus kemarin. Pemasukannya cukup untuk menutupi pengeluaran toko.

Dia bilang pelanggannya berkembang secara bertahap, dan berharap semakin banyak orang tertarik mengoleksi semut ke depannya.

“Yang terpenting adalah ubah dulu pola pikir kalian,” terang John.

Dia berencana mengembangkan bisnis suatu saat nanti, atau bahkan berkolaborasi dengan lembaga pendidikan untuk meningkatkan minat orang terhadap semut.

“Berikan semut kesempatan. Kalian akan terus menganggapnya hama jika tidak mau mengubah pandangan.”