Ilmuwan Berhasil Ungkap Asal-Usul Air Terjun di Antartika yang Airnya Semerah Darah

Blood Falls adalah salah satu titik misterius dari Benua Antartika. Air terjun setinggi 30 meter yang mengalir di sisi sebuah gletser ini memiliki air berwarna merah seperti darah. Makanya, para peneliti menjulukinya air terjun darah.

Walaupun penyebab warna merah darah air terjun sudah terungkap beberapa dasawarsa lalu, para ilmuwan butuh waktu sampai 100 tahun lebih untuk menemukan sumber air Blood Falls. Rupanya, sumber fenomena alam ganjil tersebut adalah danau purba rahasia yang terletak jauh di bawah permukaan tanah.

Videos by VICE

Blood Falls pertama kali ditemukan penjelajah asal Australia bernama Griffith Taylor dalam sebuah ekspedisi pada 1911. Saat itu, Taylor dan rekan-rekannya menduga warna merah darah di air terjun itu disebabkan oleh ganggang yang hidup di dalamnya.


Dengarkan pembahasan lebih mendetail menganai topik air terjun darah di Antartika lewat podcast berikut:


“Blood Falls seperti bukan bagian dari bumi. Keberadaannya sulit dipercaya,” kata Steve Martin, sejarawan spesialis Antartika, saat diwawancarai Motherboard dalam episode podcast terbaru Science Solved It. “Makanya, saat Griffith Taylor dan teman-temannya melihat Blood Falls di ujung Taylor Glacier, mereka menganggapnya sebagai sebuah keanehan di salah satu sisi bumi yang paling aneh.”

Kendati para ilmuwan akhirnya menyadari kandungan besi yang tinggi yang mengubah air Bloody Falls semerah darah (air mengalami oksidasi dan berubah menjadi merah saat terpapar udara, mereka masih kebingungan dari mana asal air yang mengalir melewati Bloody Falls dan bagaimana air terjun itu terbentuk.

“Kami tak tahu dari mana air asin ini berasal. Kami juga belum tahu bagaimana air ini sampai di gletser ini,” ungkap Erin Pettit, salah satu ilmuwan yang memecahkan misteri Bloody Falls. “Jika air asin ini berasal dari dasar gletser, harusnya air ini akan terus mengalir di dasar gletser.”

Untuk memecahkan misteri terbentuknya Bloody Falls, Pettit dan timnya turun langsung menjelajahi Gletser Taylor dan melakukan pengukuran dengan bantuan sensor gelombang radio. Alat yang digunakan oleh Pettit itu bekerja dengan mengirimkan getaran gelombarang radio yang bisa bergerak bebas dalam gletser beku.

Begitu menumbuk air asin, getaran yang dikirimkan langsung menyebar. Kondisi inilah yang memungkinkan para ilmuwan memetakan di titik mana air asin itu menerobos bagian atas gletser. Tim ilmuwan akhirnya berhasil mengungkap bahwa tekanan dari es memerangkap air dalam sebuah danau purba di bawah gletser.

“Yang ada dalam danau di bawah gletser itu adalah air asin bertekanan kuat,” kata Pettit. “Air ini tak selalu muncrat ke atas permukaan gletser dan terperangkap di antara bongkahan es dalam bentuk cair yang memiliki tekanan tinggi.”

Tim Pettit segera mempublikasikan temuan mereka dan berhasil mengkonfirmasi dugaan mereka setelah tim pengebor mengunjungi Gletser Taylor setahun kemudian. Dengan panduan peta yang dirancang oleh Pettit dan timnya, kru pengebor bisa menemukan titik di mana mereka harus mengebur. Seperti yang diduga Pettit, air asin menyembur dari titik pengeboran.

Selain menemukan asal Blood Falls, para ilmuwan juga berhasil memberi konteks bagi berbagai makhluk hidup yang pernah ditemukan di sana: mikrobra kecil yang mampu hidup di lingkungan yang sangat asin, memiliki kandungan besi yang tinggi, kelewat dingin serta tidak terletak di bawah gletser sehingga tak tersentuh sinar matahari. Ternyata bakteri ekstremofili lebih ekstrem dari yang diduga sebelumnya. Penelitian terhadap bakteri-bakteri ini bisa membantu mengungkap bagaimana sebentuk kehidupan bisa bertahan di kondisi ekstrem lainnya, seperti di angkasa luar.

“Temuan awal ini menuntun kami ke penemuan dan penjelasan lainnya,” tukas Martin. “Tapi, Antartika belum mau membongkar segala rahasia yang tersimpan di dalamnya.”