Sekelompok ilmuwan di Spanyol bertahun-tahun menjalani hidup bagaikan Neanderthal untuk memahami seperti apa kehidupan manusia purba di masa lalu. Mereka menelusuri gelapnya gua-gua di malam hari untuk menangkap ratusan burung yang sedang bertengger dengan tangan dan jaring.
Hasil penelitian mereka dapat mengubah paradigma lama tentang hominid prasejarah, serta menambah bukti yang berkembang bahwa Neanderthal berkoordinasi dengan perilaku yang kompleks dan menggunakan teknologi canggih seperti api. Walaupun penggunaan api secara terkendali oleh Neanderthal masih diperdebatkan, sejumlah ilmuwan telah menemukan bukti Neanderthal sudah mengenal api dan mahir menyalakannya.
Videos by VICE
“Kami memperluas ceruk penelitian seputar cara hidup Neanderthal,” ujar Juan José Negro, profesor riset Dewan Riset Nasional Spanyol (CSIC) yang menulis penelitian. “Tak ada yang mengira mereka memiliki kegiatan selain tidur di malam hari, padahal sebenarnya keluar mencari makan malam.”
Negro mengatakan, penulis pertama Guillermo Blanco sudah 30 tahun mempelajari burung chough yang masih berkerabat dengan gagak. Pengalaman Blanco mengajarkan betapa mudahnya menangkap dan mengikat burung untuk keperluan penelitian. Dia pun beranggapan bagi hominid awal, menangkap burung chough sama mudahnya seperti menembak ikan di zaman modern; namun, Neanderthal dipercaya memakan tanaman dan daging mamalia seperti rusa yang diburu di pagi hari.
Kedua ahli ornitologi tersebut meminta ahli paleo-ornitologi Antonio Sánchez-Marco untuk menyusun tinjauan literatur jangkauan Neanderthal dan dua spesies burung chough, serta bukti apa pun yang menunjukkan konsumsi chough. Penelitian mereka, yang terbit pada 9 September di jurnal Frontiers in Ecology and Evolution, menyertakan peta yang menunjukkan tumpang tindih jangkauan Neanderthal dan chough. Ada juga bukti keberadaan mereka di situs arkeologi individu. Di setidaknya sembilan situs di seluruh Eropa, peneliti menemukan bukti tulang chough telah dipotong, terbakar hangus atau digigit hominid.
Setelah itu, tim beranggotakan empat atau lima peneliti menjelajahi gua-gua di Spanyol bersama Blanco untuk membuktikan menangkap burung dengan tangan “di malam hari yang sunyi” memang tidak susah. Mereka menjelaskan dalam penelitian, sinar lampu senter akan “mengagetkan” burung yang sedang tidur, dan burung bisa ditangkap tanpa cedera pakai jaring kupu-kupu besar. “Pada banyak kesempatan (tidak dihitung), burung chough yang kaget bisa ditangkap dengan tangan saat terbang,” tulis peneliti. Hasil tangkapannya kemudian diikat, lalu dilepaskan kembali tak lama kemudian.
Kadang-kadang Negro menemani rekannya, Blanco, menjalani ekspedisi. Dia mengakui menangkap burung ternyata tidak sesulit yang dibayangkan.
“Burung benar-benar tidak bergerak, dan tidak berusaha menggigitmu,” tuturnya. Dia menambahkan setelah menangkap burung, dia memasukkan semuanya ke dalam tas besar. “Seperti memetik apel, mudah sekali.”
Penelitiannya juga menggambarkan momen saat Blanco dan peneliti berusia 20-an masing-masing berhasil menangkap 10 ekor burung chough dengan tangan dan lampu kepala. Neanderthal tentu tidak menggunakan penerangan buatan, tapi Negro menerangkan api bisa mempermudah penangkapan karena asap akan membuat burung kebingungan.
Neanderthal memiliki kemampuan melihat dalam cahaya rendah yang lebih baik daripada manusia. Kaki mereka juga lebih pendek, sehingga berpotensi mempermudah kegiatan berburu. Penelitian terbaru juga menunjukkan, kemampuan berbicara dan pendengaran Neanderthal cukup mirip dengan manusia. Oleh karena itu, mereka dapat mempertahankan sistem komunikasi vokal yang mirip ucapan manusia. Penelitian Negro yang lain bahkan menemukan bukti Neanderthal berburu dan memakan merpati karang di sebuah gua Gibraltar.
Temuan ini, serta eksperimen peneliti, menunjukkan Neanderthal mungkin menggunakan alat bantuan ketika berburu bersama di malam hari — situasi ini tak pernah dipertimbangkan sebelumnya.
Negro menduga rasa daging chough mungkin lezat bagi hominid awal. Spesies chough paruh merah memiliki konsentrasi karotenoid tertinggi yang tercatat pada burung, dan ini berkat cacing yang menjadi santapan mereka. Selain mengandung zat gizi mikro yang penting, karotenoid juga berperan memberikan rasa pada krustasea seperti lobster. Negro menambahkan, masyarakat Maroko menganggap chough sebagai hidangan yang lezat, rasanya sebanding dengan partridge.