Inilah Alasan Kita Sering Follow Orang yang Dibenci di Medsos

influencer

Kebanyakan orang biasanya menggunakan media sosial untuk menjaga hubungan dengan orang terdekat, mengikuti idola atau artis yang mereka sukai, dan mengikuti perkembangan terbaru di seluruh dunia. Namun, aktivitas sepele macam nge-scroll Instagram atau Twitter bisa dengan cepat berubah menjadi ajang menghina orang-orang yang slengean di medsos.

Siapa saja bisa menjadi sasaran kebencian, baik itu artis yang sok “relatable” padahal hidupnya tidak “relatable” dengan kita para rakyat jelata, anak gaul yang hobi party di tengah pandemi maupun teman kuliah yang mengaku anak indie. Anehnya, walaupun sadar tidak menyukai mereka, kita masih saja mengikuti dan rajin mengecek akun mereka.

Videos by VICE

Tindakan ini bukan tanpa alasan. Pakar menjelaskan manusia pada dasarnya memiliki rasa penasaran terhadap kehidupan orang lain, bahkan pada orang yang kita benci sekalipun. “Kita semua ingin mengetahui seperti apa hidup orang lain,” ujar Pam Rutledge, psikolog sekaligus pendiri Media Psychology Research Center.

“Wajar-wajar saja kalau kalian ingin mengikuti atau membandingkan diri sendiri dengan orang lain.” Hate-follow baru dikatakan tidak normal apabila sudah sampai tahap obsesi, dan pada akhirnya menghambat kalian untuk hidup bahagia seutuhnya. Kalau sudah begini, sebaiknya kalian merenungkan kembali mengapa kalian menghabiskan waktu di internet hanya untuk memicu perasaan negatif.

Sedang bosan dan butuh ‘hiburan’

Kedengarannya mungkin aneh, tapi Rutledge mengatakan orang tak jarang mengusir kejenuhan dengan melihat-lihat apa yang bikin mereka emosi. “Seperti ada kesenangan tersendiri ketika kalian mengaktifkan emosi, tapi sudah tahu caranya membuang perasaan tersebut,” tuturnya.

Tak seperti interaksi langsung, kita bisa mengontrol aktivitas di internet. Di dunia nyata, kita harus menentukan kapan waktu terbaik menarik diri saat bertemu orang menyebalkan. Tapi di internet, kalian tinggal keluar dari medsos begitu berhadapan dengan situasi tidak menyenangkan.

Rutledge dan psikolog sosial Erin Vogel membandingkan kebiasaan mengikuti orang yang dibenci dengan menonton film horor. “Film horor memang menakutkan, tapi kita senang menontonnya,” kata Vogel. “Lewat media sosial, kita bisa menyaksikan hidup orang lain bagaikan film.”

Kalian terbuai ilusi kedekatan

Media sosial mendekatkan kita dengan orang-orang tersayang, meski jarak memisahkan kita. Tapi dalam kasus ini, Vogel menganggap kebiasaan kepoin profil orang yang dibenci juga dapat menumbuhkan persepsi kedekatan dengan mereka.

“Media sosial membuat kita seolah-olah dekat dengan seseorang yang kita ikuti, padahal kita tidak pernah bertemu dengan mereka sebelumnya,” terang Vogel. “Rasanya memuaskan bisa mengetahui kayak bagaimana sebenarnya [orang yang kita benci]. Jika postingan mereka ada yang menyebalkan, ini seperti memvalidasi ketidaksukaan kita kepadanya.”

Masalahnya adalah media sosial tidak bisa dijadikan landasan untuk menilai seseorang, terutama jika kalian tidak kenal dekat dengan mereka. “Kita sering lupa bahwa tokoh publik hanya memposting apa yang mereka ingin pengikutnya lihat, bukan kehidupan mereka sesungguhnya,” lanjutnya.

Ingin menjadikan mereka sebagai perbandingan

Alasan lain kita mengikuti akun medsos orang yang dibenci adalah untuk membandingkan hidup kita dengan mereka. “Kita semua pernah membanding-bandingkan diri, baik di dunia nyata maupun maya,” ujar Vogel. “Media sosial memperparah kebiasaan ini.”

Menurut Rutledge, kita akan kegirangan jika ternyata hidup kita lebih baik daripada mereka.

“Kita tertarik dengan orang-orang sukses karena penasaran kenapa mereka bisa sehebat itu,” jelasnya. “Terkadang kita juga men-stalking orang yang hidupnya tidak seberuntung kita untuk membuat perasaan menjadi lebih baik.”

Perilaku ini akan menjadi kebiasaan buruk ketika kita mulai meremehkan kebahagiaan pribadi hanya karena tidak sesukses orang lain. Sering kepoin akun mantan atau pacar baru mantan juga bisa menimbulkan reaksi negatif semacam ini.

“Jangan sampai kalian menciptakan standar yang tidak nyata,” Rutledge menyarankan. “Sama saja kita mencari masalah jika menggunakan standar itu untuk menilai diri sendiri.”

Kalian merasa tidak berperilaku “buruk” seperti mereka

Ketika membandingkan diri dengan orang lain, kita tak hanya melihat apa saja yang mereka miliki atau lakukan. Kita melakukannya karena tidak ingin menjadi seperti orang itu. Dengan melihat perilaku buruk orang lain (yang bisa jadi hanyalah persona mereka di internet), kita menetapkan standar untuk diri sendiri. Tujuannya agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari mereka.

“Jati diri kita bisa terbentuk dengan menyaksikan seperti apa sikap orang yang tidak kita sukai dan mencoba memahami perbedaannya,” tutur Rutledge. “Kalian akan menciptakan definisi untuk diri sendiri ketika berpikiran seperti, ‘Orang ini hobi pamer kekayaan dan belagu. Saya ogah jadi kayak dia.’”

Unfollow medsos mereka jika postingannya bikin kalian minder

Rutledge mengutarakan, “Orang perlu memahami perbedaan antara perasaan positif dan negatif.” Dia menyarankan kita untuk menulis jurnal jika ingin memahami apa yang sebenarnya dirasakan ketika mengikuti orang yang tidak disukai. Kalian bisa menuliskan kapan mulai kepo akunnya, apa yang mendorong kalian melakukan ini, dan seperti apa perasaanmu selama dan setelah mengecek akun mereka.

“Tidak masalah kalau kalian melakukannya untuk hiburan semata,” terangnya. “Tapi kalau kalian jadi bete setelahnya, saya rasa kalian sebaiknya mencari tahu alasannya dan melakukan hal lain yang jauh lebih baik.”

Vogel sepakat bahwa kita harus bersikap jujur dan memahami perasaan diri sendiri ketika menentukan ingin berhenti hate-follow atau tidak. “Tanyakan pada dirimu sendiri, apa yang kalian dapat dari sini. Apakah mengikuti mereka bisa membuatmu lebih percaya diri? Apakah kalian merasa lebih terhibur? Jika kebiasaan ‘hate-follow’ memperburuk suasana hati, adakah kegiatan lain yang bisa kalian lakukan untuk memenuhi keinginan tersebut?” katanya. Kalian bisa nge-mute, memblokir atau berhenti mengikuti akun mereka jika kehadirannya di internet mengganggumu.

“Awalnya akan terasa ganjil tidak mengecek postingan mereka,” terang Vogel. “Tapi kalian akan lebih menikmati medsos ketika mengikuti orang-orang yang kalian sukai.”

Follow Katie Way di Twitter.