Inilah Sejarah Perkembangan Perangkat DJ dari Masa ke Masa

Sekarang sudah 2018. Kancah dance music global terpecah-pecah menjadi jutaan subgenre. Kamu enggak bisa lagi nyebut techno atau elektronik. Harus akurat. House? tropical, Acid, klasik Chicago, atau yang deep? Begitu juga jungle. Mau darkcore atau raga?

Makin banyak subgenre pecahan gini, metode produksinya juga beragam. Enggak semua DJ/produser mengandalkan turntable. Makanya, di kalangan pecinta musik elektronik enggak ada konsensus macam Dj Wheel lebih keren dari MIDI Button atau turntable belt driven.

Videos by VICE

Tapi menurut kami sih, sebetulnya DJ-DJ muda ini perlu tetap melacak sejarah alat untuk memproduksi beat. Kancah dance musik punya sejarah panjang. Saking panjangnya, kita mungkin sudah lupa kalau teknik nge-synch lagu pernah dianggap sebagai sihir gelap, iya kan?

Jadi, guna menyegarkan kembali ingatan kita tentang sejarah panjang dance music dan sukur-sukur menegaskan benang merah di antara ribuan mikrokultur di kancah global, mari kita telusuri sejarah singkat evolusi gear para DJ hingga saat ini. Kamu sengaja hanya memacak piranti-piranti yang dianggap membawa dance music ke level yang lebih tinggi. Berikut listnya:

1877:

Versi paling awal dari apa yang kita sebagai turntable sekarang, fonograf, diciptakan oleh Thomas Alva Edison.

1970:

Kultur DJ mulai tumbuh subur di New York City setelah David Mancuso mengikhlaskan lotengnya untuk menggelar pesta-pesta selepas jam kerja. Untuk mendapatkan sound system yang nampol, Marcuso merujuk pada panggung Broadway guna belajar cara memisahkan bass dan speaker tweeter. Hasilnya, sound yang keluar lebih renyah dan detail agar para pengunjung makin khusuk berjoget.

1971:

DJ mixer pertama diciptakan oleh Alex Rosner untuk Haven Club. Walaupun tak pernah dipasarkan secara luas, “Rosie” memiliki kemampuan untuk ngemix dua turntable atau memproduksi sound salah satunya ke headphone.

1971:

DJ mixer stereo pertama yang dijual bebas, Bozak CMA-10-2DL, dilepas ke pasaran dan imbasnya lekas terasa di klub-klub Amerika Serikat. Mixer CMA memiliki berbagai knob untuk mengatur EQ bass dan treble serta panning. Suara renyah yang dihasilkan mematok standar baru sound system di klub-klub Amerika saat itu..

1972:

Ini adalah tahun 1200 berjaya. Kultur tiba-tiba menjadi sangat serius setelah Technics SL-1200 rilis di pasaran. Meski sudah banyak turntable yang bermunculan sebelumnya, motor direct drivenya yang kuat mempermudah DJ memperdalam teknik scratching mereka dan mengurasi fluktuasi yang tak perlu.

Tuas pitchnya memungkinkan DJ meningkatkan atau menurunkan speed track disco sampai 8 persen dari kecepatan standar. Ada satu alasan utama SL-1200 jadi nama standar dalam kancah dance music global—piranti ini awet. Sampai saat ini, masih ada klub ternama yang menggunakannya.

1977:

Tahun kelahiran GLI PMX 7000, mixer buatan AS pertama yang dilengkapi dengan crossfader horisontal. Tambahan fitur berguna untuk memastikan transisi yang kilat antara piringan hitam. Di sisi lain, GLI PMX 7000 adalah piranti dirancang untuk digunakan dalam kegiatan DJ sehari-hari, Makanya, piranti ini kerap disebut sebagai Bozak-nya DJ-DJ kere.

1994:

CDJ-500 muncul dan langsung disambut oleh para DJ saat itu, utamana oleh mereka yang ingin jadi DJ tapi tak punya banyak koleksi piringan hitam. Pioneer, perusahaan penciptanya, berusaha menyuguhkan sensasi kontrol mirip turntable tahun jebot yang masih banyak digunakan saat itu. Fitur seperti pitch control, jog dial yang lebih besar dan efek built-in modern menasbihkan CDJ sebagai alternatif bagi mereka yang tak bisa membeli sepasang 1200 dan mengantar kultur DJ ke era digital.

1995:

MP3 diciptakan dan langsung jadi standar baru dalam kancah digital encoding untuk file audio. MP3 menggunakan kompresi yang menghilangkan banyak sekali bagian dari data audio tanpa mengurangi kualitas suaranya secara drastis—setidaknya bagi kuping-kuping yang kurang terlatih. MP3 kemudian akan merevolusi cara musik dibagikan oleh para penggemarnya.

2002:
Final Scratch diperkenalkan oleh perusahaan Belanda N2IT menandai munculnya sistem Digital Vinyl Control yang kini banyak digunakan. Dengan memasukan timecode pada piringan hitam tertentu, komputer dalam membaca arah putaran vinyl, kecepatan serta pergantian tempo.

Fitur ini memungkinkan DJ mendapatkan sensasi kontrol pada sepasang turntable konvensional/ Final Scratch juga menyuguh fitur untuk meloop dan memanipulasi audio yang sebelumnya tak bisa dilakukan.

2004:
Serato, perusahaan Selandia Baru yang awalnya terkenal karena plugin Pitch N’ Time pada Pro Tools, memasuki kancah DVC dengan memproduksi Scratch Live. Serato dengan cepat menjelma menjadi pemain utama dalam kancah digital vinyl setelah bekerja sama dengan perusahan pro audio Rane dan beberapa perusahaan lainnya untuk menjual pasangan software dan hardware DJ terdepan.

2013:

Kultur DJ memasuki era iPad setelah aplikasi Native Instruments Traktor DJ, yang mengganti sepasang 1200 dengan dua waveform, dirilis. Aplikasi ini memungkinkan penggunanya ngemix dua remix favorit mereka.

Juga di tahun yang sama, Pioneer mengeluarkan XDJ-AERO yang membawa maju dunia perDJ-an dengan menggunakan software Rekordbox yang mengirim sinyal audio ke controller.

Dari sini kita bisa melihat, masa depan DJ terus membentang, apalagi selama orang masih percaya pemeo ‘cinta ditolak, disko bertindak’ walau barangkali DJ tidak lagi perlu selalu di belakang turntable. Sangat menarik…

Artikel ini pertama kali tayang di THUMP