Inilah yang Dipikirkan Para Aseksual Soal Hari Valentine

Inilah yang Dipikirkan Para Aseksual Soal Hari Valentine Queer LGBT

Artikel ini adalah bagian dari seri liputan VICE Asia Pasifik tentang cinta yang universal. Termasuk mereka yang memutuskan jujur dengan hasratnya, serta bagaimana kita mengatasi sekian hambatan untuk menjalin kasih sayang dengan orang-orang di sekitar. Alhasil, cerita cinta yang diliput VICE mencakup realitas kencan di dunia digital, pengalaman cinta komunitas LGBTQ, serta relasi pacaran yang tidak lazim. Baca cerita-cerita lain seputar cinta universal itu di tautan ini.


Hari Valentine merupakan saat untuk merayakan kasih sayang, namun biasanya dalam konteks hubungan romantis sepasang kekasih, dan seringkali menyiratkan hubungan intim. Jarang sekali kasih sayang untuk teman atau diri sendiri diperhitungkan ketika membicarakan hari Valentine. Maka tidak heran apabila bagi banyak orang, hari Valentine merupakan sekedar pengingat akan ekspektasi masyarakat perihal jenis hubungan romantis yang bisa diterima—hubungan monogami antara seorang lelaki dan perempuan cisgender.

Videos by VICE

Bagi orang-orang yang tidak tertarik dengan hubungan seksual atau bahkan aseksual, Hari Valentine bisa terasa seperti beban. Penetrasi bertubi-tubi dari media dan kultur pop Barat tentang budaya berpacaran dan hook-up sudah pasti tidak akan menyenangkan bagi mereka yang tidak merasa diwakilkan oleh aspek-aspek perayaan hari ini. Kami berbicara dengan empat individu yang tidak merasa terwakili oleh hari Valentine dan bagaimana pengalaman mereka melalui hari kasih sayang ini.

Jasmine, 25 Tahun

Profesi: Project manager, bermukim di Filipina

VICE: Seperti apa rasanya menjadi orang aseksual ketika hari Valentine tiba?
Jasmine: Sebetulnya justru enak kok. Mungkin orang berpikir saya atau mereka-mereka yang tidak punya pacar akan merasa terisolasi. Tapi bagi saya, hari untuk merayakan kasih sayang itu selalu bagus, entah apapun bentuk perayaannya. Beberapa tahun terakhir, saya menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman-teman terdekat, dan bahkan keluarga saya.

Lantas di hari kasih sayang biasanya kamu ngapain?
Ya tetap merayakan kasih sayang. Kasih sayang untuk keluarga, teman, atau orang spesial. Saya selalu menyukai hari Valentine dalam konteks seperti itu. Saya biasanya mengundang teman-teman untuk makan malam bersama.

Apa reaksi orang setelah tahu kamu aseksual?
Kalau bukan terkejut lalu bilang “Oh ya?” biasanya mereka berkomentar, “Oh, masuk akal sih,” terutama setelah saya jelaskan mengapa saya seperti ini.

Apa rencanamu untuk Hari Valentine kali ini?
Tahun ini, saya akan nginep bareng sahabat-sahabat perempuan dari kampus! Kami akan nonton film semalaman!

Nadine Kamarwan, 23 Tahun

Profesi: Ilustrator, bermukim di Indonesia

Apakah kamu merayakan hari Valentine?
Karena jatuhnya hari Jumat, saya masih harus kerja (tertawa). Buat saya, hari Valentine itu lucu karena saya lahir 13 Februari, jadi rasanya seperti perpanjangan ulang tahun saya. Hubungan saya yang terdekat itu dengan sahabat-sahabat. Semenjak SMA, saya merayakan hari Valentine dengan mengirimkan kartu meme ke mereka. Biasanya di antara lingkaran pertemanan saya, hari Valentine bukan hari yang penting. Saya dikelilingi orang-orang yang punya pacar tapi mereka pun tidak terlalu peduli dengan hari Valentine. Sama saja seperti hari lain, kecuali mungkin mereka mengunggah foto ke Instagram Story untuk menghargai pasangan mereka. Saya merasa banyak teman-teman saya agak tertutup secara emosional.

Apa opinimu tentang hari Valentine?
Banyak orang mengira saya jijik dengan hari Valentine, tapi itu enggak benar. Saya senang melihat orang yang sedang jatuh cinta. Saya senang melihat orang lain menunjukkan kasih sayang mereka. Alasan apapun untuk bersikap manis ke orang yang kamu sayangi itu bagus. Menunjukkan orang lain kamu menyayangi mereka itu bagus, biarpun belum tentu kamu ingin punya hubungan intim sama mereka. Saya tidak terganggu dengan romansa.

Hal paling aneh apa yang pernah orang lontarkan soal aseksualitas?
Teman gay saya di Australia kaget ketika tahu saya belum pernah melakukan hubungan seks. Dia bilang “Kamu belum pernah? Kok bisa?!?” dan saya jawab saja, “Emangnya saya kelihatan seperti orang yang sering berhubungan seks? Emang kayak apa sih ciri-cirinya?” Menurut saya sih, itu enggak aneh-aneh amat.

Ada yang kamu ingin ubah dari kebiasaan merayakan hari Valentine?
Bukan hari Valentine yang saya ingin ubah, tapi sentimen-sentimen Hari Apresiasi Orang Single yang buat saya agak mengganggu. Kenapa juga orang harus sedih karena enggak punya pacar dan merasa harus diapresiasi khusus seperti itu? Single itu gak-papa tahu!

Orang-orang yang single, yang memang secara aktif mencari pasangan, banyak dari mereka merasa sedih karena tidak merayakan hari Valentine. Enggak usah sedih, kamu itu sedang menikmati hidup. Kalau kamu bertemu seseorang ya udah, kalau enggak ketemu ya udah. Ini bukan sesuatu yang harus dipusingin. Ada banyak hal dalam hidup yang patut disyukuri. Kalau kamu merasa hari Valentine jadi sebuah beban, sebetulnya ini hari biasa, cuman ada embel-embelnya aja. Hari Valentine memberi kamu alasan untuk berbuat baik. Orang-orang yang sedih, skeptis dan bahkan marah soal hari inilah yang bikin saya kesel.

Heather*, 32 Tahun

Profesi: Karyawan Kantoran, Singapura

Seperti apa hari Valentine buatmu?
Sebelum saya punya pasangan, hari Valentine terasa manis dan pahit secara bersamaan. Sebagai seseorang yang romantis namun aseksual, saya merasa tidak punya harapan menemukan partner yang bisa menerima ke-aseksualitas-an saya dan mencintai saya apa adanya. Biarpun hari Valentine tidak punya makna bagi saya, aspek komersialismenya (yang tidak bisa saya hindari) selalu membuat saya gelisah.

Bagaimana orang bereaksi setelah tahu kamu aseksual?
Biasanya orang-orang yang bukan aseksual terkejut dan bertanya apa artinya aseksualitas. Saya biasanya langsung dihujani banyak pertanyaan dan harus meladeni mereka.

Bagaimana kamu menjelaskan aseksualitas ke orang lain?
Saya menggunakan analogi orang lapar. Misalnya, kalau kita mengandaikan orang yang aktif secara seksual sebagai orang yang kelaparan dan gairah mereka sebagai jenis makanan yang spesifik, maka orang aseksual seperti saya tidak pernah kelaparan sama sekali. Ini bukan berarti kami tidak makan (ada juga orang aseksual yang tetap berhubungan seks, dengan berbagai alasan), tapi kami makan bukan karena sedang lapar. Orang aseksual bukan selibat juga lho. Meneruskan analogi tadi, kalau orang selibat itu sebetulnya lapar tapi memilih untuk tidak makan.

Kamu mau ngapain pas Hari H Valentine?
Saya enggak punya rencana spesial sama sekali. Jujur saya pribadi enggak suka hari Valentine, akibat aspek komersial yang mempromosikan nilai-nilai heteronormatif secara berlebihan, hubungan seksual demi menjual produk dan jasa di hari tersebut. Saya enggak memboikot hari Valentine juga sih, tapi ya mungkin semacam boikot ringan lah.

Apa miskonsepsi tentang orang aseksual dalam merayakan hari Valentine?
Orang mungkin mengira kami hanya menyantap kue dan bermain video game di rubanah. Ya saya emang berencana melakukan itu juga sih, jadi mungkin bukan miskonsepsi juga! Tapi serius deh, orang berasumsi orang aseksual tidak akan melakukan apa-apa, bahwa kami suci. Ini tidak benar. Orang-orang aseksual itu beragam dan luas spektrumnya.

Apa yang kamu ingin orang lain pahami tentang aseksualitas?
Bahwa orang aseksual itu ada betulan. Jangan berasumsi bahwa semua orang mengalami ketertarikan seksual, sama seperti kamu tidak boleh berasumsi bahwa semua orang itu heteroseksual. Banyak lho orang seperti kami!

Shambhavi Saxena, 26 Tahun

Profesi: penulis, bermukim di India

Apakah kamu merayakan hari Valentine?
Tetep dong. Bareng partner saya yang non-biner.

Apa miskonsepsi yang sering kamu dengar terhadap orang aseksual ketika merayakan hari Valentine?
Seringkali, orang tidak bisa membedakan aseksualitas dengan aromanticism (tidak memiliki ketertarikan romantis dengan orang lain). Dua hal itu sangat berbeda dan ada banyak orang aseksual yang tertarik secara romantis dengan orang lain. Bagi orang aseksual yang ingin memiliki atau berada dalam hubungan romantis, hari Valentine lumayan normal bagi mereka. Mereka melakukan hal-hal yang juga dilakukan pasangan heteroseksual.

Apa yang salah dengan hari Valentine, menurutmu?
Karena hari Valentine selalu ditampilkan sebagai perayaan heteroseksual cisgender, tidak banyak ada representasi dari jenis kasih sayang yang lain. Dan selalu ada konotasi seksual, di mana romansa akan mengarah ke kegiatan seks. Ada banyak sekali iklan, atau mainan toko dewasa yang menawarkan diskon dan produk, atau hotel-hotel dengan penawaran khusus yang menyiratkan bahwa itu adalah tempat yang aman bagi kamu dan partner untuk berhubungan seks di hari Valentine.

Bagaimana perasaanmu tentang kurangnya representasi ini?
Awalnya, saya sangat sewot. Kenapa juga hari khusus ini harus terus mendorong narasi kasih sayang hetereoseksual? Saya sampai kesal melihat pasangan di mana-mana. Selalu ada pengingat bahwa, “Eh, kamu enggak punya partner, kamu enggak punya pacar, kamu tidak akan berhubungan seks. Ngapain kamu ke luar rumah?” Aneh rasanya. Bikin kamu berpikir, “Hmm, mungkin saya di rumah aja hari ini biar enggak usah diingetin terus.”

Apa hal paling konyol yang pernah orang katakan ke kamu?
Saya sering banget dihadapkan dengan pertanyaan basic ini: Terus kamu ngerayain apa di hari Valentine? Saya seorang lulusan sastra dan sering terlalu dalam memikirkan hal macam ini. Buat saya, hari Valentine bukan tentang boneka beruang atau bunga mawar, tapi periode politis dalam sejarah Roman ketika St. Valentine melawan banyak norma sosial dan memfasilitasi pernikahan ketika itu dipandang rendah. Itulah relevansi hari Valentine buat saya, yaitu, “Persetan dengan masyarakat. Kalau kamu jatuh cinta dan menginginkan sesuatu, kamu berhak mendapatkannya.”


Ikhwan Hastanto dan Pallavi Pundir turut membantu wawancara ini

Jawaban narasumber telah kami sunting supaya lebih ringkas dan enak dibaca

*Narasumber memilih tidak memasang foto dirinya

Follow Aditya di Instagram.