Teori Konspirasi erat hubungannya dengan media sosial di Indonesia. Tapi, perkembangan terbaru menunjukan ada satu platform sosmed yang jadi lahan subur teori konspirasi di Tanah Air: Instagram.
Buka aja tab explore baru, anda bakal segera menemukan info-info engga jelas di Instagram. Terjepit antara cuplikan highlight pertandingan bola yang diiringi track EDM dan foto cantik makan siang entah siapa, sebuah post yang bikin saya naik pitam. Awalnya saya mencoba sabar dan menahan hasrat untuk berkomentar. Tapi, apa daya, kesabaran saya habis juga. Unggahan macam ini makin lazim di Instagram karena selain kesohor sebagai tempat orang mengumbar foto nyeni makanannya atau melepaskan hasrat #foodporn mereka, Instagram kini jadi sarang berita sensasional dan teori konspirasi yang salah kaprah. Kian hari, unggahan macam ini kian sering nongol di feed Instagram kita alih-alih di, katakanlah, Faceboook dan Twitter.
Videos by VICE
Instagram, sebagai sebuah platform sosmed, menihilkan proses pengecekan fakta. Kita tak bisa menambahkan tautan di unggahan kita. Kalian tak bisa menulis hyperlink sepanjang 1.000 kata untuk memperkuat klaim yang kalian buat. Alhasil, yang tersisa di Instagram adalah meme yang meragukan, foto-foto menyesatkan dan klaim-klaim menyudutkan yang harus dicek ulang (saya berdoa keras ini benar-benar terjadi) sebelum dipublikasikan oleh perusahaan media beneran (bukannya oleh laman Instagram yang penuh dengan Meme pepe dan fakta bumi datar.)
Hampir setengah penduduk Indonesia yang memiliki sambungan internet mendapatkan asupan berita dari media sosial. Angka ini jauh melewati angka yang tercatat di Amerika Serikat, di mana TV kabel macam FOX News dan CNN masih ditonton banyak orang. Kita bisa saja bilang populernya teori konspirasi di Instagram menciptakan semacam gelembung informasi, bahwa kita cuma melihat berita yang sesuai dengan berita sudah kita sebar sebelumnya. Masalahnya, kita terlalu sering membahas hal ini sampai kita hapal betul bahwa kita hidup dalam gelembung. Tapi, mayoritas dari kita tak melakukan apa-apa juga.
Yang membuat saya khawatir adalah begitu cepatnya cerita-cerita begituan tersebar di Instagram. Pencarian singkat lewat tab explore saja bisa menghasilkan foto-foto ajaib tentang sniper yang berusaha membunuh Imam Besar FPI Habib Rizieq, tentang Bumi yang datar karena mengarah menuju Mekkah dan tentu saja yang sedang ramai sekarang, foto-foto bernada rasis seputar pilgub Jakarta 2017. Bahkan sekarang, setelah saya mengklik foto-foto tersebut, Instagram bakal menunjukkan lebih bayak lagi foto-foto berbau teori konspirasi dan meme-meme rasis. Kini, saya harus menyabarkan diri melihat foto-foto teori konspirasi lokal dan omong kosong nasionalistik antisemitik bahwa Hitler benar-benar keren.
Semua unggahan ini mau tak mau menghancurkan kewarasan dan pula punya dampak di dunia nyata. Tak ayal, beberapa pakar tak lagi mengklasifikasikan foto-foto sebagai teori konspirasi, melainkan propaganda karena efeknya nyata dalam kehidupan kita.
“Menurut pendapat saya, akun-akun yang menyebarkan isu [informasi palsu] tak bisa dikelompokkan menjadi teori konspirasi, ini masuknya sudah propaganda,” kata Irwan Rosmawan, admin sekoci, sebuah grup online yang mengabdikan diri untuk membongkar berita palsu dan hoax. “Propaganda punya efek di dunia nyata, entah itu dalam waktu dekat atay di masa datang.”
Jadi tolong diingat, kita tak bisa begitu saja percaya apa yang kita lihat di Instagram. Oh iya, Bumi itu bulat lho. Camkan!
— disertai laporan tambahan Hanson O’Haver, yang tulisannya “ Why Instagram Became the Perfect Breeding Ground for Conspiracy Theories ” menjadi inspirasi artikel ini.