Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.
Militan dari Negera Islam Irak dan Syam (ISIS) mengaku bertanggung jawab atas ledakan bom yang terjadi di dua Gereja Aliran Koptik di Mesir, pada misa merayakan Minggu Palma, menandai satu minggu sebelum Paskah. Kedua ledakan itu menewaskan 42 orang dan menyebabkan puluhan lainnya luka-luka.
Videos by VICE
Ledakan pertama, terjadi di utara kota Tanta, merusak bagian dekat altar Gereja Saint George. Dalam insiden ini, 25 orang dilaporkan tewas dan 40 lainnya menderita luka-luka. Serangan kedua dalam waktu berdekatan, adalah bom bunuh diri yang terjadi di Saint Mark, katedral Gereja Koptiks yang berusia ratusan tahun, memakan korban 13 orang tewas—tiga di antaranya anggota polisi—dan 35 orang lain cedera.
Situs propaganda ISIS, Amaq, memastikan militan khilafah bertanggung jawab penuh atas kedua serangan tersebut. ISIS menyatakan “sebuah kelompok militan yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Syam menggagas kedua serangan terhadap gereja di kota Tanta dan Alexandria.”
Ada ribuan umat Kristen Mesir yang sedang merayakan Minggu Palma, salah hari penting dalam penanggalan kristen berdasarkan kisah kembalinya Yesus ke Yerusalem. Komunitas minoritas kristen di Mesir—yang mencakup sepuluh persen populasi Negeri Firaun itu—berulang kali menjadi korban aksi teror. Belakangan, umat nasrani di Mesir kerap menjadi sasaran serangan yang digagas ISIS dan kelompok teror sejenis.
Pada 2011, sebuah bom menyasar jemaah kristen meledak di luar gereja Alexandria. Awal bulan ini, ledakan terjadi dekat pusat pelatihan polisi di Kota Nile Delta menewaskan 13 anggota kepolisian. Pria mengafiliasikan dirinya dengan ISIS juga mengaku bertanggung jawab atas sebuah ledakan bom yang menewaskan 30 orang di sebuah gereja di Ibu Kota Kairo Desember tahun lalu. Serangan teror yang semakin sering terjadi ini memaksa banyak umat kristen Mesir menyelamatkan diri ke luar negeri yang dianggap lebih aman.
Paus Fransiskus segera mengutuk serangan yang terjadi pada Minggu Palma, sembari mengungkapkan “rasa duka yang mendalam, terutama kepada Paus Tawadros II selaku pemimpin Gereja Koptik, dan semua warga Mesir yang saya cintai. ”
Misa di katredral Saint Mark dilaporkan dipimpin oleh Paus Tawadros II. Namun, seorang petugas gereja mengatakan bahwa pemimpin sekte Koptik ini berhasil meninggalkan katedral sesaat sebelum bom meledak.
Foto-foto gejera St George yang beredar di media sosial membeberkan kerusakan yang ditimbulkan oleh ledakan bom tersebut. Surat kabar the New York Times melaporkan bahwa jemaah yang geram segera menyerang seorang lelaki yang diduga berperan sebagai koordinator serangan bom, tapi tidak jelas apakah tuduhan itu terbukti.
Presiden Abdel Fattah el-Sisi segera menggelar rapat darurat bersama dewan keamanan Mesir tak lama setelah ledakan terjadi di dua kota. Dia mengatakan semua korban luka-luka bisa mendapatkan perawatan di berbagai rumah sakit militer, seperti yang dikutip oleh Sky News Arabia.
Komunitas Kristen Koptik Mesir adalah salah satu komunitas pemeluk Nasrani tertua di Timur Tengah, bahkan jauh lebih tua dari Vatikan. Kendati demikian, pemeluk Kristen justru kerap mengalami diskriminasi di Mesir—terutama sesudah Presiden Mohammed Morsi dari Ikhwanul Muslimin digulingkan oleh kudeta militer pada 2013. Kekacauan politik Mesir membuat kalangan minoritas rentan menjadi sasaran kemarahan warga mayoritas yang frustrasi.