FYI.

This story is over 5 years old.

Bertanya Buat Teman

Benarkah Makan Mi Instan Tiap Hari Bisa Memicu Kanker?

Kami ngobrol bareng satu cowok asal Ciputat yang tiap hari makan mi goreng instan. Seberapa buruk sih dampak kebiasaan itu ke tubuh?
Foto oleh akun su-lin via Flickr

Begini skenarionya:
Kalian menjalani hari-hari menyedihkan jelang akhir bulan. Inilah hari kalian rajin ngorder poke bowl sudah jauh lewat. Kamu tidur-tiduran di kosan, bingung mikirin mau makan malam apa. Kamu lagi males ke warteg. Kantongmu udah kebangetan cekak sampai cuma bisa beli cemilan macam kuaci doang.

Lantas, kamu obrak-abrik kebinet di atas dapur kosanmu. Kamu beruntung, ada beberapa bungkus indomie di sana. Satu bungkus kamu ambil. Air mulai kamu godok di panci. Isi bungkus mi segera pindah ke panci. Pendeknya kamu jadi masak mie rebus. 10 meniy berselang, mi rebus sudah beres kamu lahap. Mangkoknya bahkan sudah bersih kamu cuci beserta sendok dan garpu yang kamu pakai. Dalam hati, kamu girang bukan kepalang, Malam itu, kamu bisa makan malam tanpa merogoh kocek. Ternyata, skenario ini berjalan selama seminggu lamanya. Menjelang akhir pekan, kamu mulai galau. Kamu bertanya-tanya sampai selama pola makan seperti ini bertahan. Kamu sudah mendengar banyak rumor tentang betapa jahatnya mi instan. Konon kebanyakan makan mie instan bisa bikin kita bego, usus buntu dan yang paling bikin merinding: kanker. Masalahnya, emang bener begitu?

Iklan

Faktanya:
Alasan utama kenapa mie instan dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia adalah karena mengandung Monosodium glutamate (MSG) atau E621—AKA penyedap rasa. Ada juga yang percaya lapisan lilin dalam mie yang kemudian ngumpul di tubuh kitalah sesungguhnya berbahaya.

Food and Drug Association (FDA) sesungguhnya MSG aman untuk dikonsumsi, tapi toh perdebatan tentang bahaya atau tidaknya penyedap rasa tetap saja berlangsung. Cap buruk sudah lekat dengan MSG sejak tahun 1960an, ketika MSG diklaim menjadi penyebab "Sindrom Restoran Cina" yang ditandai dengan sakit kepala dan mati rasa. Sebenarnya, sejak saat itu penyebaran ketakutan akan "Sindrom Restoran Cina" tak lain dari sebentuk psikosis massa atau malah sebuah efek placebo semata. Salah satu hal yang kerap disalahpahami adalah MSG sudah pasti adalah bahan kimia tambahan. Padahal, MSG bisa muncul secara alami, seperti dalam keju dan tomat. Menurut sebuah situs MSG, "Monosodium glutamate konon dibuat dari senyawa kimia tertentu. Padahal, MSG sama alaminya seperti oksigen dan air." Belakangan ilmuwan berarguman MSG sebenarnya aman-aman saja dan bisa digunakan sebagai "garam super" yang bisa ditambahkan ke makanan. Sampai sekarang, belum ada bukti sahih yang bisa menunjukkan bahwa MSG di mi instan dapat memicu kanker.
"Perkembangan kanker sifatnya acak. Para peneliti masih belum bisa menemukan pemicu kanker sesungguhnya. Yang mereka temukan hanyalah beberapa korelasi. Tapi, ingat, ini cuma korelasi. Bukan hubungan sebab akibat yang pasti terjadi," ujar Brigitta Ma, seorang biotechnologist. "Yang bisa saya pastikan kebanyakan makan mi tak baik untuk kesehatan kamu. Bahan utama mi adalah tepung yang kandungan dominannya adalah karbohidrat. Tubuh kita juga butuh protein, lemak, vitamin dan mineral."

Iklan

Lalu dari mana sih mitos mi instan bisa memicu kanker? Aku menghubungi Della Rachmadia, pakar nutrisi di Jakarta. "Yang harus diluruskan, mi instan bisa memicu sel kanker aktif. Tapi semua makanan olahan lainnya juga git, mulai dari kornet hingga ayam nugget," kata Della kepadaku. "Masalahnya ada di bahan pengawet yang mengandung sodium dalam jumlah besar. Jadi bahaya terbesar mi instan itu buat orang yang mengidap diabetes atau punya darah tinggi. Tapi enggak otomatis memicu kanker."

Begitu pula dengan rumor "lapisan lilin" pada mi. Perusahaan pembuat mi instan sudah jauh-jauh hari menampik bahwa mereka menggunakan lapisan lilin. Pertanyataan ini didukung oleh para ahli gizi. Meski begitu, kalaupun mi instan dilapisi lilin, sebenarnya itu bukan masalah. Buktinya, lilin terbentuk secara alami pada beberapa sayuran.

Risiko terburuk makan mi instan melulu:
Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa sindrom gangguan metabolisme baru bisa ditemui pada pelahap mi dalam kurun waktu yang lama. Sindrom gangguan metabolisme adalah kondisi yang ditandai dengan naiknya tekanan darah, meningkatnya gula darah, lemak berlebih dalam tubuh dan tingkat kolesterol jauh di atas normal. Kondisi ini bisa dipicu oleh kandungan sodium yang tinggi dan asam lemak tak jenuh di mi instan.

Pada 2009, aseorang bocah laki-laki menderita kebocoran usus dan media segera menuding mi instan sebagai biang keroknya. Sang bocah dikabarkan "kecanduan" mi instan. Dalam sehari, dia bisa melahap dua dus mi instan. Akibatnya, sang bocah harus menjalani operasi. Sekelumit ususnya harus dipotong. Pada doktor telah menampik bahwa mi instan adalah penyebab kebocoran usus bocah lelaki itu. Yang jad masalah adalah kurangnya asupan makanan yang mengandung nutrisi selain karbohidrat. Karena semua nutrisi dari daging dan sayuran, diganti oleh karbohidrat dari mi instan, sistem pencernaan bocah itu langsung buyar. "Mi instan menyebabkan kerusakan usus adalah klaim yang keliru secara ilmiah," kata Professor Made Astawan, pakar gizi dan nutrisi dari IPB.

Iklan

Della memberi keterangan tak jauh beda. "Mi instan butuh waktu lebih lama diurai karbohidratnya, kalah cepat dibanding nasi atau kentang," ujarnya. "Jadi, kalau rasanya kembung habis makan mi instan, itu karena karbo mi instan dicernanya lebih dibanding sumber karbo lain. Kalaupun ada dampak buruk jangka panjangnya, kebanyakan karbo bisa menumpuk gula dalam tubuh, memicu bibit diabetes."

Jadi, apa dampak riil sering makan instan ke tubuh:
Kami ngobrol sama Adit, cowok 25 tahun maniak mi instan asal Ciputat. Adit mengaku sudah lama keranjingan mi instan. Dia lebih menyukai mi goreng daripada mi rebus. Setahun terakhir, Adit nyaris tiap hari melahap mie instan. Pernah ada masanya ketika dirinya menyantap mi instan selama dua minggu berturut-turut.

Karena mengkonsumsi mi instan hampir tiap hari, beberapa kali Adit pernah mengalami sembelit dan nyeri perut. Pernah suatu hari, Adit memeriksakan kondisinya ke dokter. Diagnosis yang diterima Adit lumayan bikin merinding: gejala radang akibat pembengkakan usus. Penyakit kayak gitu enggak bikin dia gentar. Sampai tulisan ini diturunkan, Adit masih terus mengkonsumsi mi instan. "Sekarang kalau udah gak sakit perut, gue istirahat [makan mi] sehari-dua hari. Sebagai gantinya. Gue makan pisang yang banyak. Kalau baikan, baru gue balik makan mi lagi," kata Adit. Setelah diwanti-wanti beberapa teman dekatnya, Adit mulai mengurangi frekuensi makam mi instan. Dia mulai belajar "cuma" makan mi instan dua sampai tiga kali dalam seminggu. "Habisnya, kalau enggak makan mi instan malah enggak kelar-kelar kerjaannya," kata Adit. Sakit perut sudah pasti enggak enak. Setidaknya itu jelas jauh lebih nyaman dari kanker.

Apa yang harus dilakukan kalau sudah terlanjur maniak mi instan:
Kalau isi dompet memungkinkan, jangan makan mi instan tiap hari juga kali. Makan mi instan tiap hari enggak serta merta menyebabkan kanker, tapi pola makan seperti ini bisa bikin kunjunganmu ke dokter jadi lebih sering. Kayak gitu kan buang-buang duit. Padahal, niat luhur makan mi instan adalah menghemat pengeluaran toh?

Seperti hal-hal lain dalam kehidupan semua manusia, kuncinya adalah keseimbangan. Kamu boleh makan mi instan, yang kandungannya nyaris cuma karbohidrat doang. Seenggaknya imbangi dengan makan daging dan sayuran. Kamu setidaknya ga bakal merasa berdosa-dosa amat pas menandaskan semangkuk mi instan. Kalaupun kamu tetap ngebet makan mi instan tiap hari, kami enggak bakal ngelarang kok.
Satu pesan kami: hati-hati aja ya bray!