Sekte Harta Soekarno Raih Pengikut di Berbagai Negara, Berjanji Bebaskan Manusia dari Utang
Semua foto oleh jurnalis VICE.

FYI.

This story is over 5 years old.

Sekte

Sekte Harta Soekarno Raih Pengikut di Berbagai Negara, Berjanji Bebaskan Manusia dari Utang

Swissindo awalnya cuma kultus kecil di Cirebon, mengaku pewaris sah harta Presiden Soekarno. Aksi anggotanya lambat laun meneror pegawai bank, membuat kelompok ini dipantau OJK dan industri perbankan.

Orang nomor satu Swissindo sedang menggelar pertemuan, saat tim VICE Indonesia tiba di tempat tinggalnya. Markas besar organisasi dengan jaringan di nyaris seluruh benua itu tak sebesar reputasinya. Sekadar bangunan satu tingkat di perumahan yang tampak tidak selesai pembangunannya, kawasan pinggir Cirebon, di pesisir utara Jawa Barat. Soegiharto Notonegoro, lebih dikenal dengan panggilan Sino atau “M1” oleh anggotanya, duduk dengan pose gagah di atas kursi kebesaran. Saat kami masuk ke pendopo tempat mereka biasa berkumpul, Sino tengah berbicara dengan seorang pria yang mengaku butuh bantuan. Sino menenangkan si lelaki supaya tidak mengkhawatirkan surat pernyataan sita rumah dari bank yang menerbitkan KPR-nya.

Iklan

Sino, kepada lelaki di usia kepala tiga yang nampak gelisah tersebut, menyatakan semua utang umat manusia telah dilunasi oleh UN World Trust International Orbit (UN Swissindo). Itulah nama lengkap kultus yang dipimpin Sino. Sebuah komunitas dengan misi melunasi utang rakyat jelata semua bangsa. Swissindo mengklaim sebagai satu-satunya pewaris sah kekayaan emas dan platinum seberat 78 juta ton, tersimpan di beberapa bank Swiss oleh mandat Presiden Soekarno. Lelaki yang kredit rumahnya macet tadi sudah pernah bertemu Sino beberapa pekan sebelumnya. Kala datang pertama kali, dia memperoleh file digital voucher Surat Kuasa M1, secarik kertas yang diklaim bakal melunasi seluruh utangnya. Lelaki tadi cukup mencetak voucher tersebut, lantas memberikannya ke manajer cabang bank yang hendak menyita rumahnya. Begitulah Swissindo bekerja. Penerima voucher cukup berleha-leha, sampai seluruh utangnya dilunasi.

Konsep itu luar biasa, andai bank tidak menganggap Swissindo sebagai gerombolan aneh, menuduh mereka sebagai penipu, lalu menolak mentah-mentah voucher M1.

Si lelaki mengadu kalau pihak bank tidak mau menerima voucher Surat Kuasa M1. Saat VICE datang, dia meraung minta pertolongan karena rumahnya akan diambil alih. Sino tidak terima dengan respons bank. Lantas dia mulai berkoar-koar, didengar takzim oleh kerumunan dua lusin anggotanya—kebanyakannya adalah laki-laki mengenakan pakaian paramiliter lecek yang dilengkapi bordir logo United Nations hasil jahitan sendiri. Sebagian lainnya memakai seragam hijau tentara, lencana palsu tergantung di leher. Mereka semua senantiasa mengangguk setelah Sino menyelesaikan ucapannnya yang berapi-api soal tatanan dunia global serta perbudakan manusia oleh kapitalisme dan sistem utang.

Iklan

“Ini kamu terlambat berapa lama ngangsur [KPR]?” tanya Sino, “jangan mau ditakut-takutin [oleh bank]!”

“Merdeka!” teriak anggota Swissindo kompak sesaat Sino selesai berbicara. Pemandangan yang harus diakui menakjubkan itu jujur saja tak terbayang, saat VICE menempuh perjalanan selama tiga setengah jam naik kereta api dari Jakarta ke Cirebon. Kami datang demi memahami kultus bernama Swissindo. Mengapa begitu banyak orang, dari berbagai negara, bergabung dengan komunitas ini?

Kultus Swissndo awalnya berbasis di Cirebon. Namun dalam lima tahun terakhir, pengaruh dan jejaringnya sudah menjangkau dunia internasional. Swissindo mempunyai pengikut loyal dari Australia, Amerika Serikat, Eropa, hingga Amerika Latin. Bahkan sebelum nama Swissindo mulai disebut-sebut di media massa lokal, kami sudah memperoleh informasi mengenai sepak terjang sekte ini dari rekan di Australia.

Salah satu pengikut mencium tangan Soegihartonotonegoro, alias Sino. Pemimpin Swissindo itu lebih suka dipanggil M1.

Swissindo mulai menghiasi tajuk surat kabar di Indonesia, ketika mereka menggelar demonstrasi aneh menyambut “Grand Acclimation”—semacam upaya penobatan Sino sebagai satu-satunya presiden bagi seluruh warga dunia. Tahun lalu, di Sumatra dan Kalimantan, pengikut Swissindo kedapatan menyebar pamflet tentang janji pembagian harta Soekarno. Situs mereka mendapuk Sino sebagai pemimpin spiritual, pemimpin tertinggi, sekaligus keturunan langsung Raja Sulaiman. Sino adalah pewaris rahasia besar, pusat dari teori konspirasi melibatkan Soekarno hingga mantan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy. Sino mengaku mewarisi harta tak ternilai yang dapat melunasi utang semua manusia di muka bumi.

Iklan

Jika kalian menyempatkan waktu membaca manifesto Swissindo, bisa dibilang keyakinan kultus terebut bersandar pada teori konspirasi rumit yang mengaitkan peristiwa global dengan hal tak kasat mata—oplosan kreatif fakta dan takhayul. Anggota Swissindo menempatkan Indonesia—dan tentu saja sosok Sino—sebagai aktor penting di balik beberapa momen terbesar sejarah. Perang Dunia II, pembunuhan JFK, sampai jatuhnya diktator Filipina Ferdinand Marcos, semuanya dalam keyakinan anggota kultus ini merupakan penanda perjuangan Swissindo sebelum mulai memegang kendali harta yang hilang, lantas menyelamatkan dunia dari ketidakadilan ekonomi.


Tonton dokumenter VICE Indonesia Saat Mengungkap Sepak Terjang Swissindo, Kultus Global yang berpusat di Cirebon dengan misi menghapus utang umat manusia:


Sino menyalakan rokok kreteknya setelah kami dipersilakan duduk. Tak butuh waktu lama sampai dia melontarkan cerita bertele-tele tentang pengalamannya hampir tertabrak kereta ketika iseng berjalan di atas rel dekat rumahnya. Saat dia pikir akan mati, kereta berhenti dan Sino mendengar suara dari langit membimbingnya ke tempat yang lebih aman.

“Di situ saya tahu rasa takut paling takut, karena saya tahu bagaimana saya akan mati.”

Saya pribadi sulit menerima ceritanya yang sangat tidak masuk akal. Misalnya ketika Sino menceritakan ada jenderal militer dan organisasi rahasia global yang berusaha menyelamatkan masyarakat dunia dari utang perbankan. Inti semua celotehan Sino adalah penegasan bahwa dirinya dilahirkan menjadi pemimpin dunia. Sino mengklaim beberapa sosok berkuasa dari dalam maupun luar negeri sudah mengakuinya sebagai satu-satunya orang yang akan mengantarkan dunia ke “zaman keemasan” sebagai “raja” dari “NEO United Kingdom of God Sky Earth.”

Iklan

Harta yang terus dibicarakannya, emas dan platina bernilai “US$1 triliun”, berasal dari kekayaan gabungan kerajaan-kerajaan besar zaman Majapahit, yang diturunkan ke Soekarno, lalu kini estafet berganti ke dirinya. Sino akan menggunakan harta ini untuk menyelamatkan dunia sebisa mungkin, selama ia masih hidup.

Sino menjelaskan pada anggota yang ada di pendopo siang itu, betapa Soekarno dan JFK adalah pewaris sah harta masa lalu. Keduanya mencoba menghapus utang. Tetapi utusan elit global tidak terima, membunuh JFK, serta menggulingkan Soekarno. Saat saya tanya, di bank Swiss mana sebetulnya emas dan platina disimpan, Sino mengaku tidak bersedia menunjukkannya. Kalau dia sampai menjelaskan detail lokasi harta tersebut kepada orang asing, nyawanya bakal terancam.

“Sekarang kalau aku kasih tahu [lokasinya], apakah kira-kira kamu tidak akan nodong pistol di kepala saya?”

Saya mengalihkan pembicaraan. Pemberitaan soal Swissindo beberapa bulan ini selalu miring. Karena itulah, Otoritas jasa keuangan (OJK) kini menyelidiki kultus yang dia pimpin. Sino sangat marah mendengar kabar tersebut. Dia memukul meja, berbalik mengancam akan menyerang pihak berwenang dengan senjata nuklir. Ya, kalian tidak salah baca.

“Salah besar ketika OJK memvonis Swissindo ilegal. Kalau kalian tidak mau damai, pernyataan perang sudah saya berikan kepada dunia internasional,” Sino berkata.

“Pernyataan perang seperti apa?” balas saya.

Iklan

“Nuklir,” Sino bilang. “Untuk apa nuklir dibuat kalau tidak dilakukan?”

Salah satu anggota Swissindo berjaga di halaman depan markas mereka di Cirebon.

Beginilah rasanya berbicara dengan Sino. Selama tiga hari yang kami habiskan bersama Sino dan anggota Swissindo, cerita-cerita yang muncul semakin tidak jelas saja. Dia mengatakan kepada kami, bahwa tidak mungkin dia meninggalkan markas tanpa potensi membahayakan dirinya sendiri. Sino mengaku selalu diincar musuh-musuhnya. Hanya beberapa jam setelah mengatakan kalau dia tidak berani keluar rumah, kami melihat Sino mengendarai mobil BMW terbarunya, menjemput sang istri yang baru pulang kerja.

Gaya bicara Sino sepertinya lebih ditujukan kepada para anggota, daripada kami, tamu-tamunya. Dia memiliki kebiasaan menceritakan hal-hal dramatis agar mendapatkan tepuk tangan dari loyalis Swissindo. Lalu, setelah disoraki, Sino duduk lagi di kursinya dan merokok dengan ekspresi puas di wajahnya, terlihat sedang menikmati hidup.

Para anggota mencoba melengkapi cerita Sino penuh antusiasme. Ada dua yang paling semangat, memberitahu kami betapa menakjubkannya sosok Sino. Mereka memuja-muja Sino sebagai penyelamat dunia. Kali lain, anggota Swissindo meyakinkan kami kalau Sino memiliki kekuatan luar biasa. "Dia itu penguasa sebenarnya Vatikan," kata satu anggota. Interpol dan semua petinggi militer dunia mengangkat teleponnya, kata anggota lainnya. Siapapun yang meragukan status Sino, menurut mereka, hanya orang-orang yang ingin menjatuhkan takhtanya.

Iklan

Beberapa anggota betul-betul loyal dan bersemangat mewujudkan agenda Swissindo. Contohnya Kimarie Teter, perempuan asal California, Amerika Serikat. Dia tinggal di markas Swissindo. Selama kami di sana, dia selalu terlihat mengenakan jaket hijau ala tentara yang kedodoran. Teter mengatakan Sino menunjukkan sebagai “Prime Minister of Love for the United States” mewakili kultus tersebut. Teter menemui kami di luar rumah, kanopi yang digunakan tempat berkumpul sukarelawan Swissindo.

Kimarie Teter, warga AS, rela pindah ke Cirebon demi memperjuangkan idealisme Swissindo.

Hujan turun saat perempuan di usia awal 40 itu menceritakan pengalamannya pindah dari AS ke Laos, sampai akhirnya menjejakkan kaki di Indonesia. Hujan semakin deras. Halaman depan dekat kami berdiri becek. Guntur bergemuruh di kejauhan. Tapi suara Teter terus tinggi, mengalahkan rintik hujan. Dia bersemangat sekali. Teter menjelaskan awal mula memutuskan bergabung dengan Swissindo. Semua bermula saat rumahnya dikirim tagihan dari Otoritas Pajak AS (IRS) sebesar $10.000. Teter didenda lantaran menunggak pajak.

“IRS menggangguku,” katanya. “Saya merasa seperti penjahat. Orang-orang kejam ini menerorku, mengatakan saya harus melunasi utang. Saya benar-benar tidak ada pilihan lain.”

Teter mengklaim dia sudah buntu akal buat menyelesaikan tagihan pajaknya. Dia mengirim surat permohonan keringanan ke berbagai instansi di Negeri Paman Sam. Hasilnya nihil. Dia lantas terobsesi pada konsep utang. Kenapa manusia harus berutang? Adakah cara buat lepas dari jeratan bunga, sistem perbankan, hingga pajak? Di titik nadir, lewat Internet, dia mendengar informasi mengenai Swissindo. Tanpa bisa berbahasa Indonesia sama sekali, Teter nekat mengajak ngobrol anggota Swissindo. Dia kemudian mendapat jejaring sesama anggota internasional Swissindo asal Australia, Amerika Serikat, maupun Kanada. Menurut pengakuannya, semua utang tiba-tiba lenyap setelah dia mendapat salinan Voucher M1. Tidak ada lagi petugas pajak yang mendatangi rumahnya. Teter merasa dibantu oleh juru selamat sejati.

Iklan

Dalam hitungan bulan, setelah mengenal Swissindo, Teter terbang ke Laos. Dia ditugaskan bekerja di kantor Swissindo cabang setempat, yang menurutnya, direstui keberadaannya oleh keluarga kerajaan Lao.

Pada saat kami bertemu, Teter rupanya baru beberapa minggu tinggal di markas besar Swissindo Cirebon. Dia anggota loyal, namun ternyata tidak tahu banyak tentang negara ini. Teter, misalnya, bertanya pada kami tentang hewan peliharaan yang disukai orang Indonesia (“mengapa jarang ada anjing peliharaan di sini?”). Kadang dia malah meminta informasi pada kami soal makanan dan binatang khas Indonesia (“Apa itu?” tanya Teter, saat kami makan di warteg pusat kota, dan laron berterbangan mengerumuni bola lampu di atas kepala kami).

Di luar kagoknya dia pada budaya Indonesia, Teter sudah sepenuhnya beriman pada cita-cita Swissindo. Dia berbicara tanpa henti tentang Swissindo dan Sino, yang dia panggil “Papa.” Dia meyakini Sino adalah pria dengan misi ilahi. Kepada Sino, Teter menyerahkan sisa hidupnya, yang akan mengakhiri masalah terbesar di dunia: utang.

“Utang adalah masalah Hak Asasi Manusia,” ujar Teter. “Perbudakan, utang, perdagangan manusia. Melalui utang, elit global menjual akta kelahiran kita ke pasar modal. Jadi, yang bisa kami lakukan adalah memberikan alternatif bagi manusia lain untuk lepas dari ini semua.”

Otoritas Jasa Keuangan menuding Swissindo adalah gerombolan penipu.

Di luar janji-janji besar, Swissindo sebetulnya hanya diapresiasi para pengikut setianya. Pengawas perbankan menyebut kiprah Swissindo sudah condong pada aktivitas kriminal. Kantor Cabang Otoritas Jasa Keuangan di Cirebon, saat kami hubungi terpisah, menegaskan semua janji manis Sino adalah omong kosong. Muhammad Luthfi, kepala cabang OJK setempat, menjelaskan kantornya sudah menerima banyak laporan soal aksi preman yang mengaku terhubung pada Swissindo. Preman-preman itu berusaha mengintimidasi manajer cabang bank-bank BUMN maupun swasta sekitaran Cirebon, dengan tuntutan melunasi utang rakyat.

Iklan

“Kalau saya bilang Swissindo itu lembaga juga bukan, karena dia tidak berizin dari instansi manapun,” kata Luthfi. “Kekuatannya [Swssindo] dibangun dari rasa keputusasaan, dari orang-orang yang tidak mampu membayar kewajibannya kepada kreditor. Orang yang putus asa itu begitu banyak itu lantas digalang kayak Jihad gitu. Jadi mereka punya semangat.”

Luthfi menyarankan kami menemui Agus Ahdiyat, manajer Bank Rakyat Indonesia di Kabupaten Kuningan, yang berbatasan dengan Cirebon. Agus punya gambaran lebih jelas apa Swissindo itu. Ditemui di kantornya, Agus menunjukkan berkas-berkas kasus yang pernah anak buahnya alami saat berurusan dengan Swissindo. Penduduk setempat terus membawa dokumen-dokumen ini yang mengklaim seluruh utang mereka telah dilunasi. Pihak bank sudah memberitahu bahwa voucher itu cuma penipuan, namun beberapa anggota Swissindo tetap menolak keterangan BRI.

“Saya merasa lucu ya dengan sistem mereka seperti itu, dan merasa kasihan juga mereka bisa mempercayai [Swissindo]. Sebagian dari mereka pasti banyak meluangkan waktu dan tenaganya untuk melakukan aktivitas Swissindo, ternyata hasilnya tidak ada. Kadang saya merasa geram juga karena kita sudah dijelaskan bahwa Swissindo legalitasnya adalah palsu, tapi mereka tetap tidak percaya.”

Agus Ahdiyat, Manajer Bank Rakyat Indonesia Cabang Kuningan, memperlihatkan video anggota Swissindo meneror anak buahnya.

Beberapa bulan sejak kunjungan kami, jeratan hukum mulai menyasar Sino dan pengikutnya yang setia. Pelan-pelan makin banyak orang dari berbagai wilayah mengajukan laporan resmi, setelah anggota Swissindo menagih mereka setoran lebih dari Rp1 juta dengan dalih biaya administrasi mengurus dokumen pelunasan utang. Di titik ini, sepak terjang Swissindo makin mirip seperti skema penipuan pangeran Nigeria yang marak di internet. Anggota sekte diharuskan bayar sejumlah uang agar pelunasan utang lebih lancar.

Kondisi perekonomian Indonesia selama empat tahun belakangan, yang cenderung lesu akibat anjloknya sebagian harga komoditas unggulan, turunnya harga minyak, ditambah pengurangan konsumsi di masyarakat, menghasilkan sebagian manusia yang tak punya harapan kecuali berpaling pada Swissindo. Sepanjang 2016-2017, OJK mencatat rasio kredit macet (NPL) secara nasional meningkat, antara 3 hingga 4 persen, baik di bank swasta maupun BUMN. Sebagian bank akhirnya mencoba berbagai siasat agar NPL turun, idealnya di kisaran 2,5 persen. Mayoritas bank di Tanah Air harus menghadapi ketidakmampuan debitur mengembalikan pinjaman. Tak heran bila kondisi macam ini membuat Swissindo bisa meraih simpati sebagian orang putus asa.

Bahkan, harus diakui voucher pelunas utang M1 benar-benar berfungsi, tapi bukan karena validitas harta di Swiss atau pengaruh Sino sebagai pemimpin dunia baru. Rombongan anggota ormas bertampang Preman yang setia pada Sino itulah yang menjalankan tugas 'menghapus' utang. Rombongan preman Swissindo biasa mengunjungi kantor cabang bank di sekitaran Cirebon, berusaha menakut-nakuti juru tagih atau teller. Utang anggota sebetulnya tetap ada, tapi telepon dan surat peringatan setidaknya berhenti. Premanisme inilah yang membuat Sino tetap memiliki anggota setia, karena ia berhasil menunjukkan kalau betul memiliki kekuasaan—setidaknya untuk balas menggertak debt collector suruhan bank.

VICE memperoleh kabar bila Swissindo tak lagi menerbitkan voucher pelunas utang. Tampaknya penyelidikan OJK, sejak tahun lalu sudah melibatkan kepolisian, memaksa sang pemimpin dunia baru itu melunak, bahkan minta maaf kepada publik. Akan tetapi masih banyak anggota yang memuja Sino, memposting pernyataan online mendukung Swissindo.

Teter pun masih menjadi anggota Swissindo sampai artikel ini dilansir. Foto profil Facebook-nya terbaru adalah wajahnya yang diedit sangat berantakan memakai seragam militer Swissindo. Teter mengunggah GIF anak-anak yang berlari melintasi lapangan, sambil membawa bendera merah putih. Dia masih percaya pada misi mulia sektenya. Di bawah gambar itu, tertulis: “UN Swissindo is the anwer!”