Praktik Jual Beli Kaveling Pemakaman Umum Makin Marak di Berbagai Daerah

Jual Beli Lahan Pemakaman Umum Ilegal Terjadi di Karanganyar, Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Aceh

Kalau Anda berpikir nasib malang manusia sebagai korban komersialisasi selesai selepas meninggal, tunggu sampai Anda dengar berita satu ini. Senin (12/10) lalu, DPRD Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, mengeluhkan praktik jual-beli kaveling di pekuburan umum daerahnya. 

Secara sederhana, bisnis ilegal ini membuat seseorang yang membayar sejumlah uang akan dibebaskan memesan posisi makam yang dianggapnya strategis. Sementara, mereka yang tidak membayar “uang lahan” saat meninggal akan mendapatkan kaveling acak.

Videos by VICE

Selain tidak sesuai aturan, praktik ini disebut DPRD Karanganyar tidak berperikemanusiaan. “Itu sudah menjadi fenomena umum komersialisasi kaveling makam tersebut sehingga raperda [rancangan peraturan daerah] harus diarahkan juga bisa mengatasi hal tersebut. Mestinya praktik seperti ini harus disudahi karena perkembangan zaman menyebabkan lahan makam kian berkurang,” keluh Wakil Ketua DPRD Karanganyar Tony Hatmoko kepada Joglosemarnews.

Praktik komersialisasi diakhiri dengan alasan lahan berkurang, sekilas kayak enggak nyambung. Namun menurut Ketua DPRD Karanganyar Bagus Selo, solusinya adalah menggodok Raperda Makam. Bersama Bupati Karanganyar Juliyatmono, urusan pemakaman di Karanganyar ingin diatur sedetail mungkin oleh DPRD, khususnya terkait retribusi makam. 

Selain retribusi, Bagus melanjutkan, Raperda Makam bakal mengakomodasi kepentingan swasta dan yayasan yang ingin bikin pemakaman swasta. Jadi logikanya kira-kira, daripada membiarkan pungli di pemakaman umum, mending dibisnisin legal sekalian gitu.

Pindah dari Karanganyar, pada 2017 keluhan atas praktek jual-beli makam juga pernah diucap anggota DPRD Surabaya Ahmad Junaidi. Ada beberapa warga yang mengadukan dugaan praktik jual-beli lahan di tempat pemakaman umum (TPU) setempat.

Penjaga makam diduga membuka jasa melayani warga yang mau memesan lahan makam agar tidak ditempati jenazah lain. Dengan membayar sejumlah uang, sang penjaga makam akan “menjaga” lokasi tersebut dengan memasang batu nisan sebagai tanda reserved.

“Saya kaget ada laporan begitu. Ternyata kasus yang pernah terjadi di Jakarta, juga terjadi di Surabaya. Kami sedang menelusuri ini. Apa Pemkot Surabaya memang tidak tahu atau sudah tahu tapi diam saja? Ini yang harus diselidiki,” kata Junaidi dilansir Suara Surabaya. Nilai jual beli lahan makam ini, masih kata Junaidi, mencapai puluhan juta rupiah.

Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya menyebut, kebutuhan pekuburan di sana sudah melebihi kapasitas tanah. Kondisi ini otomatis makin mendorong perdagangan petak makam. Namun, pemerintah tercatat tidak sepenuhnya menutup mata. Pada 2016, Pemkot Surabaya mengalokasikan anggaran Rp235 miliar demi mengalihfungsikan lahan jadi pemakaman. Makam Keputih jadi salah satu yang mendapatkan perluasan sampai 3,2 hektare.

Di Jakarta sama saja. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama lima tahun lalu mengakui praktik tersebut juga terjadi di ibu kota. “Memang seharusnya warga bisa lapor kepada kita [Pemprov Jakarta] karena harus diakui di lapangan itu banyak oknumnya,” ujar Basuki. Lewat pencarian singkat, praktik jual beli lahan makam sudah terjadi pula di YogyakartaPalembang, dan Aceh.

Pengamat Perkotaan Yayat Supriyatna berpendapat, praktik jual beli makam dapat dihilangkan apabila pemerintah berhasil mengajak para pelaku dan mempekerjakan mereka sebagai tenaga honorer. “Mereka bisa dilatih dan ditatar karena mereka yang menguasai bahkan menguasai [pemakaman] di pinggiran kota juga,” ujar Yayan kepada Republika.

Pemerintah dan DPR sejauh ini mempermasalahkan praktik jual beli ilegal di TPU. Kalau praktik ini menguntungkan pemerintah lewat pajak, tentu lain cerita. Pemakaman mewah khusus muslim Al Azhar Memorial Garden, Karawang jadi contoh nyata. 

Jika ingin keluarga dimakamkan di sana, tarifnya berkisar dari Rp43 sampai Rp929 juta. Contoh lain, pemerintah dan DPR juga tak banyak komentar soal pekuburan Nirvana Memorial Park di Medan yang bisa menjual satu kaveling seharga Rp2,9 miliar. Bisnis makam mewah macam inilah yang bikin Grup Lippo, pemilik San Diego Hills Memorial Park, dijuluki sebagai grup bisnis yang bisa memprofitkan orang dari lahir sampai mati.