Perubahan Iklim

Peternak Selandia Baru Dibebani Pajak Baru Karena Sapi Mereka Kentut dan Sendawa

Rencana pemungutan pajak pada peternak sapi di Selandia Baru diharapkan dapat memangkas emisi gas rumah kaca dari kentut dan sendawa hewan ternak.
Selandia Baru, emisi gas rumah kaca, kentut sapi, metana
Foto: Shutterstock 

Selandia Baru mengusulkan pengenaan pajak karbon untuk sektor peternakan sebagai solusi mengendalikan perubahan iklim. Pasalnya, hampir setengah dari total emisi gas rumah kaca Selandia Baru berasal dari sana. Hal itu dikarenakan kentut dan sendawa sapi menghasilkan gas metana, penyumbang utama pemanasan global.

“Dengan adanya proposal ini, Selandia Baru akan menjadi negara pertama di dunia yang mengurangi emisi peternakan. Hal ini juga bisa membantu kami meningkatkan kualitas ekspor,” kata Perdana Menteri Jacinda Ardern pada konferensi pers Selasa lalu.

Iklan

Rencana pemungutan pajak ini merupakan upaya terbaru negara menangani dampak industri peternakan sapi terhadap perubahan iklim.

Pada 2020, Uni Eropa berupaya mengurangi emisi karbon dan meningkatkan kualitas tanah dengan memperkenalkan strategi Food to Fork. Tanah yang gembur dapat menyerap lebih banyak karbon, sehingga mencegah risiko gagal panen akibat kekeringan atau banjir. Strategi ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimia, serta mengurangi hilangnya unsur hara tanah hingga 50 persen.

Selandia Baru berambisi mewujudkan program bebas karbon pada 2050. Pemerintah juga berencana mengurangi emisi metana hingga 10 persen dari sektor peternakan dalam delapan tahun ke depan.

Namun, sebagai pelaku industri terbesar di dalam negeri, para peternak sapi perah justru keberatan dengan rencana ini. Menurut mereka, pemungutan pajak akan menyebabkan kerugian sebanyak 5 persen dari total pendapatan.

Sementara itu, profitabilitas dan pendapatan peternak sapi dan domba di Selandia Baru dapat menyusut hingga 20 persen akibat pajak, yang menurut peternak sapi perah Andrew Hoggard dapat membawa konsekuensi mengerikan bagi para peternak di negara tersebut.

“Pajak ini akan mempersulit ataupun menghambat mata pencaharian para peternak,” tuturnya. Dia khawatir keputusan ini akan memaksa para petani dan peternak menjual tanah mereka, serta mengeringkan pasar kerja dan merugikan masyarakat yang bergantung pada peternakan dan pertanian.  

Belum pasti berapa pajak yang akan ditetapkan, tapi rencananya pemungutan akan mulai dilakukan pada 2025.

Ardern mengatakan, pajak yang diterima negara akan digunakan untuk membiayai kegiatan riset dan pengembangan teknologi baru guna mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor tersebut, dan juga mendorong para pelaku industri mengadopsi praktik yang lebih ramah lingkungan.

Follow Hanako Montgomery di Twitter dan Instagram.