Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.
Ons per ons, krim anti-penuaan adalah salah satu produk paling mahal yang dijual di toko. Tapi apakah segala losion dan ramuan misterius ini benar-benar bisa membuktikan keajaibannya: memperlambat garis-garis penuaan pada wajah penggunanya?
“Selama 25 tahun terakhir, saya tidak pernah melihat kerutan atau lipatan wajah bisa diperbaiki dengan krim,” ujar Fayne Frey, dokter kulit berbasis di New York. “Kulit adalah penahan yang cukup kokoh, dan cairan-cairan tidak bisa dengan mudah menembusnya, itulah mengapa krim-krim kebanyakan enggah ngaruh.” Kalau kamu butuh bukti, begini menurut Frey: bagaimana mungkin kita tidak bengkak-bengkak setelah berenang berjam-jam di laut?
Faktanya, penggunaan moisturizer yang rajin paling hanya berdampak kecil, tergantung konsentrasi bahan-bahan aktif dalam kemasan. “Sebuah krim wajah enggak akan bikin kita tampak lebih muda lima atau sepuluh tahun, tapi krim-krim itu bisa membantu beberapa masalah seperti warja kulit tidak merata, garis-garis sangat halus, atau tekstur—beberapa tanda penuaan,” ujar Clarissa Yang, dokter kulit dan asisten profesor di Harvard Medical School.
Sulit memperkirakan krim mana yang efektif karena cosmeceuticals—yang terkandung dalam krim anti kerut—tidak tergolong obat, jadi krim-krim ini tidak membutuhkan tes atau izin dari FDA atau Depkes. Kalau kita jeli, sebagian besar merek-merek sangat berhati-hati dalam hal penyusunan kata di label jadi mereka tidak digolongkan sebagai obat. Kalau mereka mengklaim benar-benar bisa mempengaruhi struktur atau fungsi kulit—istilah lainnya, memperbaiki kerutan—FDA atau Depkes hampir bisa dipastikan mampir ke kantor mereka.
Itulah sebabnya, sains tidak mendukung manfaat-manfaat beberapa bahan aktif. Retinoids—seringkali disebut Retinol, Retinaldehyde, dan Retinoic acid—adalah turunan Vitamin A, standar premium untuk manfaat anti-penuaan wajah, ujar Yang.
“Kami telah melakukan penelitian serius yang menunjukkan [Retinoids] bisa membantu kulit memproduksi kolagen lebih banyak, mengurangi titik-titik hitam, dan menghilangkan sel kulit mati—hal-hal yang bisa membuat kulit tampak lebih muda.” Retinoids tersertifikasi, yang bisa didapatkan di dokter kulit, lebih terkonsentrasi dan efektif dibandingkan OTC retinol alias retinol di etalase mol. Tapi, tetap saja kita mesti menggunakannya dengan sangat rajin supaya manfaatnya terasa. Dibutuhkan sekitar tiga sampai enam bulan untuk menyadari perubahannya, sedangkan banyak orang berhenti menggunakan retinol hanya setelah beberapa minggu karena iritasi—retinol dapat menyembabkan kemerahan dan kulit kering.
Antioksidan seperti Vitamin C juga mendapatkan banyak pujian di industri anti-penuaan sebagai pencegah ampuh kerutan, dan secara teori, ini masuk akal: Ketika kita terpapar sinar UV, polusi, dan zat kimia, radikal bebas terbentuk pada kulit, yang merusak sel kulit sehat. Antioksidan menetralkan radikal bebas tersebut, menghalangi kerusakan. Satu-satunya masalah adalah, Vitamin C tidak stabil—ada kemungkinan tidak aktif dalam produk yang kita beli, menurut Yang. Krim-krim terbaik memiliki PH kurang dari 3.5 dan dipadukan dengan Vitamin E dan ferulic acid. Jadi potensinya ada, tapi kemungkinan besar tidak ngefek.
Kandungan “mengagumkan” lainnya termasuk hyaluronic acids untuk mengenyalkan dan melembabkan kulit, hydroxy acids (eksfolian yang mengelupas sel kulit mati), dan peptides (untuk meningkatkan produksi kolagen), yang mungkin memperbaiki tekstur dan tampilan, tapi tidak bisa menghentikan proses penuaan keseluruhan atau menghapus kerutan wajah sebagaimana hasil suntuk botox, menurut Emily Wise, dokter kulit di Massachusetts.
Videos by VICE
Pada akhirnya, sebagaimana diingatkan setiap dokter kulit—dan ibu-ibu kita, tidak ada produk yang lebih baik untuk mencegah kerusakan kulit daripada tabir surya alias sunscreen. Sudah begitu, tetap saja sunscreen tidak sempurna. Karena kesempurnaan hanya milik Allah.