Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.
Tonic—situs kesehatan bagian dari VICE.com—punya rubrik khusus untuk menjawab semua pertanyaan teman-teman kalian seputar kesehatan, termasuk yang paling tolol sekalipun.
Videos by VICE
Skenarionya: Sobatmu takut banget sama kecoak. Dia sampai watir gara-gara melihat satu kecoak terbang. Dia membayangkan ada ratusan kecoak lain ngumpet di kolong tempat tidur atau di balik lemari tempat tinggalnya.
Kekhawatiran ini wajar banget kok. Kecoak-kecoak udah berada di bumi selama 350 juta tahun. Mereka hidup berdampingan dengan manusia. Uniknya, di belahan bumi manapun mereka dibenci manusia. Penduduk Mesir kuno sampai berdoa pada Dewa Khnum agar melenyapkan kecoak. Banyak cendekiawan Kekaisaran Romawi dan pemukim Jamestown menulis mengenai atribut-atribut kecoak yang menjijikan. Kecoak sepertinya lebih memicu fobia orang ketimbang nyamuk-nyamuk. Padahal nyamuk faktor utama penyebar malaria dan hewan paling mematikan di jagat raya.
Rasa jijik kita terhadap kecoak memang kadang berlebihan dibanding hama lainnya. Namun, apakah kecurigaan kita sama serangga satu ini masuk akal? Mungkinkah reaksi jijik kawanmu dipicu bahaya kesehatan yang disebabkan kecoak, atau lebih karena tubuh mereka mirip alien? Mungkinkah orang bisa sakit gara-gara kecoak? Apakah menemukan satu kecoak bisa jadi indikator kawanmu selama ini hidupnya jorok? Seberapa besar kemungkinannya tempat tinggal yang jorok—bisa kos atau rumah—jadi alasan kecoak pada betah?
Faktanya: Ketika orang-orang ngomongin soal kecoak, mereka mungkin membahas dua di antara 5.000 spesies coro yang telah diidentifikasi ilmuwan. Kecoak Jerman (blatella germanica) dan kecoak Oriental (baatta orientalis) adalah variasi yang biasanya menduduki habitat manusia di banyak negara. “Mayoritas spesies kecoak lain di seluruh dunia tidak mengancam kesehatan manusia,” kata Bill Hastings, manajer layanan pembasmi hama Rose Pest Solutions di Indiana.
Saat bertamu ke rumah manusia, kecoak harus diakui jorok: mereka enggak pernah pakai keset, apalagi cuci kaki dan tangan setelah masuk. Serangga ini mengumpulkan bakteri dan sumber penyakit lain, membawanya dalam tubuh. Isi perut mereka lebih menjijikan lagi. “Usus kecoa berisi ribuan spesies bakteri dan sebagian di antaranya bisa jadi patogenik,” ujar Coby Schal, seorang entomolog di North Carolina State University yang telah mempelajari kecoak sejak dekade 1970-an. Meski demikian, hanya infestasi skala besar atau kalau ada yang cukup ceroboh mengkonsumsi bakteri kecoa (eww jijik banget!)—lewat makanan atau alat makan atau piring yang telah dihinggapi si kecoa—barulah kita terancam sakit. Gejalanya kayak keracunan makanan. (Penting dicatat: Kecoak memiliki tendensi berkeliaran di sekitar dapur, karena mereka cari makan di lokasi basah dan lembab.)
Melihat satu serangga ini bisa diartikan ada banyak saudaranya yang lain di lokasi itu, cuma belum kelihatan aja. Kecoak yang bersarang di rumah-rumah biasanya bersembunyi di balik kulkas atau lemari dapur, dekat sumber makanan. Mereka hidup berkoloni. “Kecoak sangat mungkin berkembang biak 100 kali. Bisa dibilang, manusia sebenarnya hidup berdampingan dengan banyak kecoak saban hari,” ujar Schal.
Oh, kalau kamu pengin menakut-nakuti kawanmu yang parno sama kecoak itu, tanya aja kapan dia melihatnya terakhir kali. Kecoak adalah hewan nokturnal, jadi kalau melihat kecoak siang-siang, tandanya sedang muncul perubahan kebiasaan disebabkan oleh lonjakan populasi.
Sanitasi buruk tidak melulu menjadi penyebab kecoak bertengger di satu lokasi. Serangga ini bisa juga tinggal di dalam kardus-kardus bekas atau barang-barang bekas, atau terbang dari rumah tetangga, ungkap Hastings. “Bahkan kalau apartemenmu bersih, sementara ada kecoa di tetanggamu, ya rumahmu juga bakal kedatangan kecoak,” imbuhnya. “Mereka berpergian melalui tembok yang menempel, biasanya tempat pipa air, bisa juga lewat sistem kelistrikan dan ventilasi.”
Tetap saja sanitasi buruk, seperti makanan bekas dan air menggenang, sangat mungkin memicu kecoak untuk tinggal dan berkembangbiak. “Ketersediaan makananlah yang membuat mereka betah di satu tempat,” kata Schal.
Risiko terburuk: Kalau kawanmu punya asma, mereka mungkin perlu buru-buru berbenah. Kecoak dan eksoskeleton meranggas sejenis dapat memicu reaksi alergi atau serangan asma. Hastings bilang alergi akibat hewan macam ini “bisa menjadi amat serius, dan bahkan mengancam hidup” kalau jumlahnya banyak.
Schal menunjukkan kesimpulan badan penelitian yang mengaitkan kasus gejala alergi di AS akibat kecoak, dengan peningkatan permasalahan pernapasan kronis. Pada 1997, National Cooperative Inner-City Asthma Study menemukan bahwa 35 persen anak-anak perkotaan penderita asma memiliki partikel dampak dari infestasi kecoa pada kulit mereka. Penelitian lanjutannya mengaitkan prevalensi kecoa (dan hama lainnya) pada lingkungan yang punya tingkat kasus asma tinggi.
Kemungkinan terbaik: Meski menjijikan banget, infestasi kecoa jarang banget berbahaya. “Risiko kesehatan manusia dari populasi kecoak Jerman bisa menjadi masalah, kalau si manusia memiliki penyakit paru-paru seperti asma atau alergi akut,” ujar Hastings, “namun secara umum, dibutuhkan infestasi dalam skala besar untuk membahayakan kesehatan manusia.”
Yang sebaiknya kamu bilang ke kawanmu: Berkat evolusi, kecoak kesannya ditakdirkan hidup lebih lama dari manusia. Kalau kamu mau menakut-nakuti temanmu yang parno sama coro, bilang aja serangga ini bakal jadi pewaris Bumi sesudah kiamat menghabiskan umat manusia.
Keberadaan kecoak menyiratkan kekhawatiran soal kesehatan dan kebersihan. Tapi kalau kawanmu enggak punya asma—atau kemungkinan makan kecoa atau tainya—risiko kesehatannya minim banget kok. Seenggaknya buat jaga-jaga, selalu rajin tutup plastik makanan, dan bersihkan piring, alat makan, dan alat memasak sebelum, selama, atau sesegera mungkin sesudah dihinggapi kecoa.
Insektisida bisa membasmi infestasi kecoa, tapi bilang sama kawanmu itu jangan menyemprotkannya secara panik dan ngasal. Schal mencatat, orang-orang yang rutin menggunakan obat serangga seringkali menyerap bahan kimianya, sampai nampak bekasnya dalam urin mereka. Hatings pun menyarankan untuk tidak menggunakan sistem fogging buat mengusir kecoak. “Penggunaan pestisida tipe fogger hanya akan menyembunyikan koloni kecoak ke tempat lebih tersembunyi,” ujarnya. “Meski kita berhasil membasmi sebagian serangga itu, kecoak lainnya terpaksa bersembunyi lebih dalam di balik tembok-tembok atau rak atau celah-celah… dan sekalinya asap racun itu berlalu, tidak ada sisa-sisa yang dapat membasmi serangga yang keluar dari persembunyian.”
Mesti tidak ada cara ampuh mencegah kecoa memasuki rumah kita, ada cara-cara pencegahan supaya mereka enggak menetap. Kawanmu sebaiknya mengerahkan tenaga dari fobia serangga ini untuk bersih-bersih dan berbenah, membereskan bagian-bagian rumah yang rusak, dan rajin mencuci piring langsung setelah makan.
“Kami sering banget bilang ada tiga aturan utama untuk mengontrol hama. Sanitasi, sanitasi, dan sanitasi,” ujar Hastings. Daftar trik lain buat menghalau kecoak adalah menutup celah-celah tembok dan sekitar lemari, menggunakan busa untuk menutup area sekitar pipa air, menyimpan makanan dalam wadah kedap udara, tidak membiarkan cucian kotor di ruangan terbuka, pakai vacuum cleaner di sofa dan karpet secara rutin, membuang sampah, dan mencuci tempat sampah sebulan sekali.
“Dengan begini kamu akan menghilangkan benda-benda yang dibutuhkan kecoa dan serangga sejenis bertahan hidup—makanan sama air. Itu semua tempat tinggalnya,” ujarnya. “Kalau kamu menghilangkan makanan mereka, atau tempat tinggal mereka, kecoak-kecoak otomatis bakal kabur.”