Artikel ini pertama kali tayang di VICE Sports.
P.J. Tucker kala itu sedang asik berpesta di Atalanta ketika kesempatan untuk pindah ke Houston Rockets mulai terbuka.
Videos by VICE
Ini terjadi di tengah bulan Juni, beberapa minggu sebelum free agency dimulai, dan bintang waralaba Houston, James Harden juga berada di pesta yang sama. Keduanya saling kenal dan sering bertemu selama musim panas. Tucker menghampiri Harden dan mereka berpelukan. Harden, yang pernah masuk ke tim All-Star sebanyak lima kali berbisik: Saya di sini untuk merekrutmu.
“Saya menjawab ‘Hah?’,” ujar Tucker ke VICE Sports. Harden bersikeras: Kamu akan bergabung dengan Houston.
Interaksi semacam ini tidak aneh di antara pemain NBA yang memang saling kenal, apalagi ketika hubungan di atas lapangan menjadi taruhannya. Para bintang NBA menghargai pemain berkualitas macam Tucker. Pertemuan ini nyangkut di dalam kepala Tucker selama beberapa minggu ke depan.
Sebagai pemain berusia 32 tahun, Tucker tidak pernah menikmati unrestricted free agency. Dia di draft pada 2006 oleh Toronto Raptors sebelum akhirnya menghabiskan lima tahun di negara lain—Israel, Ukraina, Yunani, Italia, dan Jerman—sebelum akhirnya bergabung dengan Phoenix Suns. Namun lambat laun NBA menghargai kualitas yang dia tawarkan sebagai pemain. Gaya permainannya yang sesuai dengan basket modern membuatnya menjadi aset yang berharga. Musim panas kemaren, keberuntungan Tucker pun berubah.
“Saya menyadari bahwa ini adalah momen besar dalam karir,” jelas Tucker. “Saya ingin bersaing untuk gelar juara. Saya ingin bermain dengan tim di mana kemampuan saya akan berguna. Saya belum pernah sesemangat ini menyambut musim NBA baru.”
Tahun ini, mungkin hanya Rockets yang bisa bersaing imbang dengan Golden State Warriors dari sisi penyerangan dan pertahanan. Musim lalu, Rockets memiliki penyerangan terbaik (mereka adalah tim paling efisien per half-court menurut Synergy Sports), dan mereka menembak 500 three-point lebih banyak dari tim manapun dalam sejarah NBA. Kerjasama antara pelatih Mike D’Antony yang ahli menyusun sistem penyerangan dan Daryl Morey yang terobsesi dengan analitik ketika menyusun tim (dan distribusi tembakan) berjalan dengan harmonis semenjak awal.
Kini, Rockets memiliki Chris Paul, segerombolan pemain sayap yang siap berkontribusi, dan kedalaman yang lebih di frontcourt. Tucker bukanlah tipe pemain yang membuat penonton bersorak. Dia jarang nge-dunk dan selalu mengikuti rencana permainan. Tapi dia akan memberikan Houston ‘gigitan’ yang lebih, sesuatu yang mereka tidak punya musim lalu. Dia akan memperkuat pertahanan tim dan memberikan skuad fleksibilitas yang mereka butuhkan untuk mengalahkan Warriors.
Menurut sebuah sumber, sebelum menandatangani kontrak dengan Houston, Tucker sempat hampir memutuskan untuk kembali ke Raptors, digoda kontrak dua tahun bernilai $28 juta dari Sacramento Kings, dan menolak proposal dari Minnesota Timberwolves. Kini, dikunci selama empat tahun dengan kontrak bernilai $32 juta (non-guaranteed di musim terakhir) bersama Rockets, Tucker membela tim yang memiliki peluang memenangkan gelar juara. Ini adalah peran paling penting dalam karir NBA-nya, bersama tim terbaik yang pernah dia bela.
“Saya memiliki opsi untuk menerima lebih banyak uang dan pergi ke tim yang sudah pasti tidak akan memenangkan gelar, dan saya akan mengambil peran pemimpin veteran, sama seperti yang saya lakukan dengan Suns dalam beberapa tahun terakhir,” jelas Tucker. “Atau saya bisa menerima uang lebih sedikit tapi memiliki peluang untuk memenangkan gelar, sesuatu yang dikejar oleh semua pemain, terutama karena ini tahun ke-12 saya bermain di NBA.”
Sebelum mengontrak Tucker, manajemen Houston dan tim pelatih bahkan tidak perlu memberi tahu Tucker tentang detil rencana tim dan tanggung jawab yang akan dia tanggung dalam beberapa musim ke depan.
“Pelatih D’Antoni mengatakan dari awal bahwa dia ingin saya melakukan apa yang selalu saya lakukan, dan membawa elemen tangguh, kepemimpinan, dan ketangkasan ke dalam tim,” jelas Tucker. “Kami tidak ngobrol panjang lebar. Kami seperti sudah saling mengerti.”
Rockets tidak menghabiskan waktu dan langsung menguji coba Tucker dalam pertandingan pra-musim pertama. Dengan 5 menit 20 detik tersisa di kuarter pertama, pemain setinggi 2 meter dengan berat 111 kilogram ini masuk lapangan menggantikan Clint Capela dan harus bertarung melawan center Oklahoma City Thunder, Steven Adams yang bertubuh raksasa. Center cadangan Houston, Nene sedang cedera, namun keputusan yang diambil pelatih Rockets, Mike D’Antoni untuk menggunakan Tucker di posisi tersebut seakan memberikan petunjuk tentang komposisi skuad Rockets untuk musim depan.
Di awal kuarter kedua, Tucker berada di dalam posisi yang berbeda dan harus menjaga Carmelo Anthony. Di sebuah play di mana Anthony meminta Adams untuk melakukan high ball screen, Tucker mengerubunginya, menghalangi operan yang hendak dilakukan. Ketika Anthony meloncat untuk menembak, Tucker mencuri bola dan mendribblenya ke ujung lapangan lawan dan melakukan layup.
“Dulu di awal karir saya, pemain macam saya disebut tweener. Semua orang membenci tweener,” kata Tucker. “Lucu, dulu di awal karir, saya selalu dikritik gara-gara hal ini. Saya tidak punya posisi tetap. Lha sekarang saya justru dipuji karena bisa bermain di banyak posisi. Sekarang ini malah jadi berkah.”
Setelah ditrade ke Toronto musim lalu, Raptors kemasukan 98.9 poin per 100 possession ketika Tucker bermain dan kemasukan 105.8 poin per 100 possession setiap dia duduk di bangku cadangan. Tren ini berlanjut di playoffs, ketika rating pertahanan mereka meningkat dari 103.4 ke 112.7.
Di Houston, Tucker cukup bagus untuk memulai dan menutup pertandingan sebagai penjaga pemain sayap, dan ini akan meringankan tugas Trevor Ariza, Eric Gordon, Harden, Chris Paul, dan pemain lainnya. “[Houston] berada di posisi ke-10 dalam hal penyerangan NBA sepanjang masa, jadi mencetak angka itu bukan masalah,” ujarnya.
Tapi kalaupun Tucker memenangkan gelar Pemain Pertahanan Terbaik namun tidak bisa berkontribusi dalam penyerangan, Golden State Warriors tidak akan peduli. Maka dari itu, Tucker menghabiskan musim panasnya mencari cara untuk berkontribusi dalam penyerangan Rockets ketika sedang membawa bola.
“Melihat cara bermain Houston, James akan mengoper bola keluar, dan menemukan pemain lain,” ungkap Tucker. “Sepanjang musim panas saya berlatih menembak dari berbagai posisi karena di Houston tembakan bisa muncul dari manapun.”
Sekitar 45 detik setelah Tucker masuk lapangan di pertandingan pra-musim Houston, dia melakukan screen untuk Harden, berlari ke pojok lapangan, menangkap operan belakang tangan Harden, dan memasukkan tembakan three-point—tembakan pertamanya mengenakan jersey Rockets. Di era basket modern, dalam sistem Rockets, ditemani dua playmaker pick-and-roll terbaik NBA, kemampuan Tucker untuk memasukkan tembakan macam ini sangatlah penting.
Beberapa tahun terakhir, dia menjadi ancaman dalam hal menembak dari pojok lapangan, dan hanya dikalahkan secara statistik oleh dua pemain (Ariza dan Klay Thompson). Namun dia hanya menembak 23.8 persen dalam serangan balik, area yang harus dia perbaiki di era di mana serangan yang baik adalah kunci kesuksesan.
Evolusinya sebagai pemain dalam satu dekade terakhir sangatlah krusial dalam karirnya. Tidak hanya Tucker menjadi penembak three-poin yang baik dan bisa menjaga beberapa posisi yang berbeda, dia juga perlahan-lahan mengambil peran playmaker ketiga. Menambah senjata three-poin bagi Houston dan meregangkan lapangan bagi Paul dan Harden sudah pasti berguna, namun kecerdasannya di atas lapangan lah yang akan memberikannya peran lebih ketika dibutuhkan. Dia seperti anjing jalanan yang kalau dibutuhkan bisa makan menggunakan sendok dan garpu.
“Mengingat Chris dan James akan dijaga ketat oleh lawan, saya akan mendapatkan banyak kesempatan sama seperti Draymond Green di Warriors karena Klay dan Steph dijaga sangat ketat,” jelas Tucker. “Bisa memainkan beberapa peran di lapangan, memulai serangan, menyerang ring, mengoper keluar, dan membuat keputusan yang benar—ini adalah sesuatu yang saya inginkan.”
Tentu saja tidak adil membandingkan Tucker yang lima tahun lebih tua dengan Draymond Green. Tucker bukanlah pelindung ring dan tidak memiliki bentuk tubuh dan kesadaran taktik yang sama. Tapi ada cukup banyak kesamaan di antara dua pemain tersebut. Tidak hanya Tucker cukup kuat menjaga posisi empat dan lima, dan cukup cepat untuk menjaga kebanyakan point guard, tapi kemampuannya dalam menyerang akan menjadikannya senjata yang ampuh di saat-saat genting.
P.J Tucker mungkin bukan transfer paling memukau musim ini. Tapi dia adalah komoditas yang paling dibutuhkan Rockets. Dan musim ini, dia bisa menjadi penentu apabila Rockets bisa mengalahkan Warriors di post-season atau tidak.