Kota Venesia dilanda banjir sejak sepekan terakhir. Gubernur sayap kanan Luca Zaia dari Partai Lega Nord menyebutnya sebagai “banjir seperti saat kiamat”. Zaia berujar banjir bandang terburuk kedua dalam sejarah Venesia menimbulkan “kerusakan tak terbayangkan.”
Menurut perkiraan, 80 persen dari kota terapung di Italia tenggelam air, termasuk kawasan parlemen di Veneto (yang masih termasuk Venesia).
Videos by VICE
Dewan parlemen sedang rapat membahas anggaran 2020 ketika banjir bandang pertama kali melanda destinasi wisata favorit tersebut. “Kantor parlemen kebanjiran dua menit setelah koalisi partai sayap kanan yang memimpin Parlemen [partai Lega, Brothers of Italy, dan Forza Italia] menolak amandemen yang kami usulkan buat memerangi perubahan iklim,” kata Andrea Zanoni dari Partai Demokrat kiri-tengah.
Amandemennya mengusulkan pendanaan untuk mengganti bus berbahan bakar diesel dengan “moda transportasi ramah lingkungan” yang menggunakan “energi terbarukan”, dan pengurangan penggunaan plastik. Mereka juga akan meningkatkan pengeluaran untuk Perjanjian Wali Kota tentang Iklim dan Energi, inisiatif yang dimulai pada 2008 untuk mempersatukan pejabat lokal yang ingin menerapkan tujuan iklim dan energi Uni Eropa di wilayah mereka.
Menurut Zanoni, amandemen ini diperkenalkan setelah “anggaran Zaia tidak memasukkan tindakan konkret melawan perubahan iklim”.
Faktor alam dan buatan menyebabkan tenggelamnya Venesia. Penelitian yang diterbitkan Oceanography pada 2016 menjelaskan kota ini sering mengalami banjir musiman akibat gelombang pasang dan badai. Namun, manusia juga berperan di sini. “Ulah manusia, seperti pengalihan sungai, modifikasi saluran masuk dan pemompaan air tawar dari laguna” turut mendatangkan banjir ke Venesia.
Daratan merosot karena pengaruh alam dan operasi industri. Daerah pantai di sekitar Venesia yang dangkal lalu membuat air laut naik lebih cepat daripada rata-rata yang dihitung oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC).
Kenaikan permukaan laut dan penurunan permukaan tanah lama-kelamaan menurunkan tingkat jalanan kota Venesia menjadi 70 sentimeter di atas permukaan laut pada titik terendah. Akibatnya, menurut penelitian, perubahan siklus pasang surut air laut sekecil apa pun dapat “membanjiri jalanan sempit Venesia.”
Kebanyakan media bergeming soal ini, sangat kontras dengan rentetan serangan kebencian yang mereka lontarkan kepada Greta Thunberg. Jarang ada surat kabar atau situs berita yang membahas banjir apokaliptik disebabkan oleh perubahan iklim. Jurnalis lingkungan Marco Cattaneo, selaku editor majalah Le Scienze dan National Geographic Italy, melaporkan ada 10 kasus air pasang sangat tinggi sepanjang 1923-2000 (lebih dari 140 sentimeter di atas permukaan laut). Akan tetapi, kasusnya naik jadi 12 sejak 2001. Gelombang pasang pada Rabu pagi—dua hari setelah banjir bandang—melampaui batas yaitu 144 sentimeter. Cattaneo menegaskan permukaan laut di Venesia saat ini 35 sentimeter lebih tinggi daripada 1870.
Bencana ini tampaknya akan semakin memburuk. Semakin telat penanggulangannya, maka risiko tenggelamnya akan semakin tinggi.
Setelah banjir, Zanoni berpendapat di media sosial ini adalah penggambaran paling sempurna betapa “ketidakkonsistenan politik [Venesia] dan kurangnya tindakan nyata pemerintahan sayap kanan” mendapat ganjaran langsung dari alam. Mereka lari terbirit-birit untuk menghindari banjir yang mereka ciptakan sendiri.
Follow Leonardo di Twitter dan Instagram.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Italy .