Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.
Kegilaan akan mata uang kripto mencapai puncaknya pada 2018. Jum’at pekan lalu, nilai kapitalisasi Dogecoin, mata uang Kripto yang logonya terinspirasi oleh meme anjing Shina Inu itu, melampaui US$1 miliar (setara Rp13,4 triliun) untuk pertama kali.
Sehari sebelumnya, pencipta ripple, mata uang kripto lainnya yang konon dianggap tak memiliki nilai intrinsik sama sekali, sejenak menjadi orang kaya nomor lima di Amerika Serikat, melampui pencipta Facebook Mark Zuckerberg.
Lonjakan mendadak harga bitcoin sepanjang tahun 2017—melesat dari harga $1.000 (setara Rp13,4 juta) sampai ke harga $20.000 (setara Rp268 juta)—telah membuat beberapa pengamatan menyebut kondisi ini sebagai sebuah bubble dan kekhawatiran macam ini diperparah dengan makin tinggi harga bitcoin beberapa waktu terakhir.
Videos by VICE
LONJAKAN HARGA YANG BIKIN TERPANA
Dogecoin dicipatakan di awal kegilaan akan mata uang kripto. Saat diluncurkan pada Desember 2013 sebagai sebentuk kelakar, koin kripto yang terinspirasi meme ini segera dijuluki “mata uang internet.” Dogecoin dipromosikan sebagai mata uang kripto yang menjunjung tinggi rasa setia kawan dan kebersamaan alih-alih menjadi alat untung menebalkan kantong belaka.
Nama Dogecoin populer pada 2014 ketika digunakan untuk mengirim tim bobsled Jamaika ke Olimpiade Musim Dingin di Sochi dan saat digunakan untuk mensponsori sebuah tim Nascar.
Setelah itu, Dogecoin relatif tak begitu aktif dan meski tak ada pemutakhiran piranti lunak dalam dua tahun terakhir, Dogecoin mengalami peningkatan sampai 400 persen bulan lalu—kendati harga satuannya masih berkisar 1 koin dollar saja.
Bahkan Jackson Palmer, salah satu pendiri Dogecoin, mengutarakan kekhawatirannya terkait hiperinflasi yang dialami Dogecoin. “Ini menggambarkan kondisi mata uang kripto pada umumnya. Bayangkan, sebuah mata uang yang terinspirasi meme anjing dan tak memiliki pemutakhiran perangkat lunak kini memiliki market cap sebesar $1 miliar.” ucapnya pada Coindesk.
RIPPLE TENGAH DI ATAS ANGIN
Namun, apa yang terjadi pada dogecoin tak ada apa-apa dibandingkan kondisi ripple—sistem pembayaran peer-to-peer yang harga tokennya meningkat sampai 30.000 persen tahun lalu.
Ripple yang kini jadi mata uang kripto paling berharga nomor dua di dunia, punya nilai kapitalisasi pasar lebih dari $125 miliar (setara Rp1.678 triliun). Ripple didirikan pada 2012, namun berbeda dengan bitcoin, hampir semua tokennya sudah terlebih dahulu ditambang dan dimiliki oleh beberapa orang yang berwenang—termasuk di antaranya co-founder dan mantan CEO Chris Larsen.
Berkatan lonjakan harga ripple beberapa bulan terakhir, Larsen pernah sejenak tercatat memiliki kekayaaan pribadi sebesar $59 miliar (setara Rp792 miliar) Kamis pekan lalu, seperti yang tercatat dalam data yang dimiliki Forbes. Selama beberapa saat, Larsen berhasil melampui Mark Zuckerberg dan bertengger sebagai orang paling kaya nomor lima di Negeri Paman Sam.
Banyak investor kecil—mayoritas ketinggalan mengambil untung bitcoin tahun lalu—kini memborong token ripple dengan harapan bisa jadi miliarder kripto dalam sekejap.
Masalahnya kemudian, token ripple—dikenal dengan nama XRP—tak memiliki nilai karena teknologi yang digunakan ripple—kini tengah diuji coba bank untuk melakukan transaksi internasional—tak memerlukan token agar bisa bekerja.
Perusahaan yang mengeluarkan Ripple sendiri mengklaim bahwa banyak bank dan institusi finansial yang ingin menggunakan token mereka hingga valuasi ripple itu benar adanya. Sayangnya, sampai saat ini baru ada satu usaha transfer uang di Meksiko yang berani mengumumkan bahwa mereka akan segera menggunakan token ripple.