Akun Instagram @gilangeizan menjadi sorotan pengguna internet sejak 29 Juli petang. Sosok itu dituding sebagai predator seksual yang menipu banyak orang lewat rayuan untuk membantunya melakukan “penelitian”, namun ujung-ujungnya jadi korban pemenuhan hasrat seksual. Kasus serius ini terungkap oleh keberanian penyintas di akun Twitter @m_fikris menceritakan kronologi perbuatan Gilang yang ia alami.
Lewat cerita yang panjang dan detail, @m_fikris mengungkap bagaimana pelaku menghubunginya dan memanipulasi perbincangan agar sang korban menyetujui ajakan penelitian “bungkus-membungkus”. Deskripsi singkat penelitian abal-abal ini: pelaku cerita bahwa ketika seluruh tubuh dibungkus dengan kain, manusia akan lebih mudah mengekspresikan emosinya. Nah, emosi itulah yang (pura-puranya) coba diteliti bajingan ini.
Videos by VICE
Dari bukti-bukti perbincangan yang diunggah, pelaku meminta korban menutup mata dan mulutnya menggunakan lakban sebelum dibungkus. Korban yang sempat ragu dimanipulasi oleh pelaku dengan ancaman pelaku akan bunuh diri.
Relasi kuasa turut andil dalam aksi tipu-tipu mengingat Gilang sejak awal menekankan dirinya lebih tua secara angkatan kuliah, sedangkan korban adalah mahasiswa baru.
Korban lantas menurut, merekam dirinya dibalut kain layaknya jenazah selama berjam-jam, sesuai permintaan pelaku. Belakangan, korban sadar ia sedang menjadi korban pelecehan seksual. Gilang diduga punya fetish, hasrat seksual yang kerap tidak umum, terhadap pria yang dibungkus kain.
Belum sehari diunggah, pengakuan @m_fikris direspons hampir 200 ribu kali dengan berbagai komentar. Terbongkarlah sisi predator Gilang saat banyak sekali korban ikut bersuara disertai unggahan bukti percakapan.
Sampai ada netizen yang ngumpulin thread korban dan calon korban pelaku yang kini resmi digelari “Gilang Bungkus”. Selain kelakuannya yang jahanam, gaya bossy Gilang dengan manggil “dek” ke calon korban dan sebaliknya minta dipanggil “mas” lumayan bikin emosi.
Dugaan fetish pelaku kepada lelaki yang dibungkus semakin kuat karena beberapa pihak mengunggah perilaku Gilang yang kerap mengomentari foto incarannya.
Penghakiman netizen datang bertubi-tubi. Data diri pelaku diunggah, termasuk nomor ponselnya. Tidak sedikit pembaca utas yang mengirim pesan-pesan konfrontasi kepada nomor pelaku. Identitas tersebar, menyadarkan satu akun yang mengaku dari pihak keluarga pelaku. Dari penuturannya, pihak keluarga mengaku tidak tahu-menahu atas kelakuan predatorial kerabatnya tersebut.
Universitas Airlangga berjanji segera menelusuri tudingan bahwa sosok predator ini berstatus mahasiswa aktif di Fakultas Ilmu Budaya kampus tersebut. Ketika dihubungi Tirto.id, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Diah Ariani Arimbi mengumumkan adanya kanal aduan untuk siapapun yang menjadi korban perilaku Gilang, melalui alamat surel helpcenter.airlangga@gmail.com. Apabila terbukti, sanksi berat akan dijatuhkan kampus kepada pelaku.
“Jika [penyintas] merasa perlu dipersilahkan mengambil tindakan hukum,” kata Diah. “Fakultas Ilmu Budaya [Unair] tidak akan melindungi siapapun sivitas akademika yang melakukan pelanggaran etika berperilaku di kampus apalagi pelanggaran pidana.”
Fetish kain jarik pernah mengemuka di Indonesia pada 2017. Bedanya, pada kasus tiga tahun lalu, sang pelaku membalutkan kain jarik ke tubuh sendiri. Balutan inilah yang memuaskan hasrat seksual pelaku. Sedangkan pada kasus Gilang, dirinya hanya membutuhkan foto dan video orang dibalut kain saja, lebih praktis sekaligus lebih menyeramkan.
Bukan hal baru alasan penelitian digunakan pelaku kekerasan seksual untuk berburu mangsa. Misalnya, Februari 2018, seorang dosen FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) ketahuan melakukan pelecehan seksual kepada seorang mahasiswinya yang diajak penelitian. Semakin ngeselin karena respons kampus sangat payah, “Karena hasil investigasi masih tergolong ringan, prodi [hanya] memberikan pernyataan keras,” kata Dekan FISIP USU Muryanto Amin, dilansir Tribunnews.
Di contoh lain, ada reporter televisi Dana Paramita yang pernah menceritakan modus penipuan berkedok penelitian yang menimpanya. Dana mengaku hampir mengirim foto tanpa busana karena sang pelaku menggunakan nama temannya untuk menyamar. Kata pelaku, foto tersebut digunakan dalam penelitian terkait gizi dengan menganalisis warna kulit perempuan yang sudah dan belum melahirkan.
Psikolog Unika Soegijapranata Lita Widyo lewat akun Twitter-nya memberi tips biar kita-kita enggak kena tipu penelitian fiktif di masa depan. Menurut Lita (dan sekilas tercantum juga pada utas Dana), semua penelitian yang melibatkan manusia harus lolos prosedur ethical clearance dari tim etik institusi yang menaungi peneliti.
Nah, penelitian yang sudah beres ethical clearance-nya akan dinyatakan dalam sebuah surat. Jadi, kalau kelak ada yang memintamu jadi partisipan penelitian, pertama-tama minta surat ini dulu ya. Kedua, minta juga surat persetujuan untuk diteliti untuk kamu tanda tangani. Nah, dalam surat ini harus ada nama penanggung jawab penelitian yang seharusnya sih seorang profesional. Lalu ketiga, kalau di tengah proses Anda mau undur diri, itu boleh banget.