FYI.

This story is over 5 years old.

Musik

Polka Wars: Dari Band Hardcore Sekolah Islami Menjadi Mimpi Basah Hipster Indonesia

Album debut memukau Polka Wars, 'Axis Mundi', akan segera disusul dengan mini album akhir tahun ini. Simak refleksi karir dari setiap personel sampai pengalaman mereka rekaman di New York.

Bagi kalangan hipster millenial Indonesia, Polka Wars adalah mimpi basah jadi kenyataan. Beranggotakan empat pria berusia pertengahan 20-an yang sedang keren-kerennya, Polka Wars memainkan musik rock melodik penuh aura dan estetika indie, merujuk pada sound-sound global post-punk, folk modern, afro-pop, hingga electro. Album debut mereka yang menawan, Axis Mundi, menawarkan 8 lagu yang sekilas mengingatkan anda akan banyak nama-nama besar di ranah musik indie Amerika-Britania Raya seperti Interpol, Fleet Foxes, Yeasayer dan Wildbeasts.

Iklan

Namun jauh dari sekedar meniru artis yang mempengaruhi sound Polka Wars — siapapun mereka — kuartet beranggotakan Karaeng Adjie (vokal, gitar), Billy Aulia Saleh (gitar), Xandega Tahajuansya (bass), dan drummer Giovanni Rahmadeva ini berhasil merangkum bunyi-bunyian akrab menjadi karya mereka sendiri.

Seluruh lagu dalam Axis Mundi terasa tepat sasaran, entah itu suara vokal semi bariton Karaeng yang mengawang-ngawang, permainan cantik dua gitar yang saling mengisi, ataupun aksi perkusi Rahmadeva yang membangkitkan emosi. Semua instrumen terasa saling melengkapi tanpa harus menonjol sendiri. Layaknya sebuah album yang baik, Axis Mundi berhasil menangkap suasana empat teman yang sedang bermain musik bersama. Meski aksi live mereka—lengkap dengan tambahan piano elektrik dan brass section—terkadang terlalu bergantung pada unsur-unsur musik Barok yang berlebihan, album Axis Mundi selalu terasa minimalis dan intim bahkan di bagian yang paling abrasifnya. Lagu pembuka "Mokele" dan "Moths & Flies" dengan betotan bass dan phrasing gitar yang mulus menciptakan dinamika yang epik lewat permainan antar musisi alih-alih dengan trik-trik yang basi. Crescendo terasa natural, dan bagian verse dan chorus tidak terasa seperti formula semata. Lekukan vokal yang melodik nan subtil membuat setiap bagian terasa baru (Nah! Ini chorusnya!).

Namun, masa lalu anggota Polka Wars ternyata jauh dari keren.

"Kami sebenarnya sebuah 'supergrup' yang terdiri dari tiga band metal/hardcore terburuk di SMA Islam kami dulu," jelas Xandega sambil cekikikan. "Persahabatan kami sejak dulu adalah alasan kenapa kami bertahan selama bertahun-tahun; kami tahu kami akan selalu berteman."

Iklan

Lagu-lagu mereka yang dinyanyikan dalam bahasa Inggris, dengan kefasihan di atas rata-rata, dan ditulis dalam lirik yang puitis alih-alih harfiah, membuat Polka Wars menonjol. Seiring meningkatnya popularitas — Polka Wars sering tampil di TV dan festival besar — ada kemungkinan mereka akan mulai menulis lirik dalam bahasa Indonesia. Namun Karaeng dan Rahmadeva , penulis lagu dan lirik utama band ini, menyangkal hal tersebut.

"Semua lagu di album pertama kami ditulis dalam bahasa Inggris," kata Rahmadeva. "Di rilisan berikutnya, ada beberapa lagu yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Kami nyaman bernyanyi dalam kedua bahasa itu. Kalau melodi awalnya cocok dinyanyikan dalam bahasa Indonesia, ya kami akan gunakan bahasa Indonesia. Kebetulan saja semua lagu yang terpilih masuk Axis Mundi semuanya berbahasa Inggris."

"Kami sengaja mengaburkan lirik-lirik yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi. Kalau terlalu jelas, kami malu. Lagu-lagu kami merupakan penjelmaan diri dan cara kami curhat. Hal-hal yang pribadi kami ubah agar terdengar seperti kisah fiksi. Kami semua pemalu," tambah Rahmadeva.

Metode penulisan lagu Polka Wars juga terus berkembang. Sebelum dipoles menjadi hasil akhir, bahan mentah lagu Polka Wars kadang hanya berupa voice-note di ponsel pintar, rekaman kasar hasil jamming di studio, aransemen di kamar latihan, dan demo-demo yang tersimpan dalam laptop. "Billy dan saya kemudian menambah tekstur dan mempercantik draf-draf tersebut," ujar Xandega ketika menjelaskan perannya dan Aulia Saleh sebagai anggota band yang tidak menulis lagu.

Iklan

Tahun lalu, Polka Wars memenangkan kompetisi yang disponsori Converse, lalu memperoleh kesempatan rekaman di Converse Rubber Tracks Studio, Brooklyn, New York. Selama empat hari di sana, mereka berhasil merekam tiga lagu yang rencananya akan rilis akhir 2016 dalam bentuk album mini (EP).

Pengalaman kami selama di New York agak susah diingat, kata Xandega. "Pokoknya, saya hanya ingat ada seekor anjing yang terus-terusan kencing di lantai apartemen kami," katanya.

Pengalaman rekaman Axis Mundi dan Rubber Tracks membuka mata anggota Polka Wars bahwa mereka masih harus belajar banyak.

"Kami merasa 'Oh, selama ini cara kita menulis dan rekaman bego juga ya?'" kata Rahmadeva. "Rasanya hoki aja Axis Mundi masuk ke berbagai daftar 'Album Terbaik' tahun lalu. Ke depannya, kami berharap untuk bisa lebih baik, lebih 'apa adanya', lebih jujur, dan tentunya lebih bersemangat."