Ke Mana Pengungsi yang Ditolak Imigrasi AS Harus Pergi?

Artikel ini pertama tayang di VICE US.

Chris Kelley dan para koleganya terlanjur menyewa beberapa unit apartemen dan menata mebel untuk kedatangan gelombang pengungsi lanjutan di Texas. Termasuk dalam gelombang ini adalah keluarga asal Suriah yang telah mendekam di kamp pengungsi selama bertahun-tahun, sembari diperiksa oleh Departemen Luar Negeri AS. Mereka akhirnya mendapatkan izin untuk datang ke Amerika.

Videos by VICE

Lalu, tiba-tiba saja Presiden Donald Trump mengeluarkan dekrit berupa penghentian izin masuk imigran asing dari tujuh negara selama 120 hari ke depan. Khusus pengungsi dari Suriah, mereka dilarang masuk untuk waktu yang tidak ditentukan. Dalam sekejap, segalanya berubah.

“Kami baru diberitahu pagi ini bahwa kedatangan mereka dibatalkan. Kami tidak mendapatkan instruksi atau panduan apapun mengenai apa yang akan terjadi setelah 120 hari berlalu nanti,” ujar Kelley selaku direktur komunikasi lembaga Refugee Services Texas. Dia ragu para keluarga pengungsi bakal diperbolehkan masuk Amerika Serikat. Kelley mengamati bahwa hampir semua pengungsi yang dia urus adalah perempuan dan anak-anak, yang tadinya akan menyusul ayah atau keluarga mereka yang lebih dulu menetap di Texas. “Ada banyak anak yang kecewa dan menangis,” ujarnya.

Menurut perkiraan United Nations High Commission for Refugees (UNHCR), penangguhan izin masuk selama empat bulan oleh presiden AS akan mempengaruhi nasib 20.000 pengungsi—sebagian besar perempuan dan anak-anak. Sedangkan pelarangan izin masuk tanpa batas waktu khusus warga Suriah membuat banyak individu putus asa. Keppres Trump diterjemahkan petugas imigrasi di bandara-bandara AS untuk memprioritaskan pengungsi beragama minoritas (yang berarti Kristen). Alhasil kebijakan ini mengurangi jumlah keseluruhan pengungsi yang akan diterima AS sepanjang 2017. Imigran atau tamu pemegang visa resmi dari tujuh negara mayoritas Muslim turut jadi korban. Pemerintahan Trump mengklaim langkah-langkah tersebut diperlukan untuk melindungi AS dari ancaman terorisme.

Kebijakan ini sudah banyak diolok-olok sebagai “larangan masuk Muslim”, berujung pada protes global, tuntutan hukum, dan penolakan dari staf Kementrian Luar Negeri AS. Akibat kebijakan Trump, pengungsi yang izinnya ditolak kini terpaksa hidup tak menentu—tidak ada kepastian apakah mereka akan pindah ke Kanada, Eropa, AS, atau akan mendekam di kamp pengungsian.

Berdasarkan data sejarah, AS sebetulnya selalu menampung pengungsi perang lebih banyak dibandingkan negara-negara lain. Chris Boian, staf komunikasi senior UNHCR berkata, memang presiden AS memiliki otoritas untuk menentukan jumlah pengungsi dan bahkan menghentikan program transmigrasi. Dia mengaku “sangat cemas dengan ketidakpastian” atas nasib pelarian Timur Tengah yang yang sebelumnya sudah ditetapkan untuk mengungsi ke AS. UNHCR ingin bernegosiasi secepatnya dengan pemerintahan Trump, meski belum memulai langkah riil ke arah sana.

“Para pengungsi di lapangan sangat kewalahan—pertanyaan mereka saat ini adalah, kita hidup untuk apa?” ujar seorang pekerja bantuan kemanusiaan di kamp pengungsi perbatasan Turki-Suriah. Dia menceritakan ulang respon para pengungsi terhadap perintah presiden Trump.

Para pengungsi merasa mereka tidak punya pilihan untuk pindah, kata si pekerja bantuan kemanusiaan itu. AS mengikuti langkah negara-negara Eropa membatasi akses untuk para pengungsi. Kini, semakin banyak pengungsi kehilangan harapan untuk memasuki Eropa karena Macedonia menutup perbatasannya. Sedangkan Turki tak lagi mengizinkan pengungsi untuk pergi menyeberang ke Benua Biru. Bahkan Kanada menurunkan kuota pengungsi untuk tahun anggaran 2017.

“Dampak akumulatif dari peraturan-peraturan yang anti-pengungsi di berbagai negara adalah menurunnya kesehatan mental mereka,” kata petugas di kamp Turki. “Mereka merasa sedih, terisolasi, dan tersesat.”

Dia bilang sebagian pengungsi yang izin transmigrasinya dicabut, mungkin mencoba pergi ke Italia menggunakan kapal. Tapi dia ragu banyak rela melakukan perjalanan panjang seperti itu jika mereka masih berharap bisa masuk ke AS. Lebih dari 5.000 pengungsi meninggal lantaran kapalnya terbalik saat nekat menerobos Italia sepanjang tahun lalu.

Noor (yang meminta tidak disebutkan nama belakangnya) adalah pengungsi Suriah yang tinggal di Gaziantep, Turki. Dia selalu ingin pindah di AS. Dia mengatakan tidak akan mengambil jalur laut menembus Eropa karena risikonya tinggi. Masalanya, dia sekarang pun merasa terjebak tanpa kepastian di kamp perbatasan Suriah.

“Hidup di AS adalah mimpi paling utama, tapi bagiku, itu sudah mustahil bahkan sebelum ada dekrit Presiden Trump,” kata Noor, 28 tahun, warga asli Aleppo dengan gelar sarjana Sastra Inggris. Noor paham bahwa AS hanya menerima keluarga-keluarga dan individu yang amat rentan. Noor bilang dia sempat mencoba mengurus visa masuk Kanada—tapi tak berhasil. “Aku berada pada ketidakpastian, takut akan masa depan,” ujarnya.

Perdana menteri Kanada Justin Trudeau telah menyiratkan keinginan menambah kuota pengungsi, dalam twitnya merespon pelarangan Trump. “Bagi kalian yang melarikan diri dari peperangan, atau teror, warga Kanada akan menyambut kalian, terlepas dari agama yang kalian anut,” kata Trudeau. (Menurut laporan, Trudeau merencanakan kunjungan ke Gedung Putih dalam waktu dekat, untuk mendiskusikan kebijakan pengungsi Kanada dengan Trump.)

Pakar imigrasi Sharryn Aiken, yang juga profesor ilmu hukum di Queen’s University di Ontario, Kanada, mengatakan bahwa Trudeau terkesan “menyusun kebijakan yang sepenuhnya berkebalikan” dari perintah Trump. Aiken juga mengatakan bahwa dia “optimis, meski was-was, bahwa Kanada akan bertindak lebih pro-pengungsi.”

Boian menolak mengungkapkan apakah Kanada telah menyusun proposal kebijakan menampung lebih banyak pengungsi secara konkret. Sejauh ini UNHCR sedang mencari solusi cepat bagi para pengungsi yang izin transmigrasinya mendadak dicabut oleh AS. Tetap saja, menemukan rumah alternatif bagi para pelarian perang dari Timur Tengah merupakan sebuah tantangan. Boian mengaku belum tahu negara-negara mana yang memiliki kapasitas menampung lebih banyak pengungsi dalam waktu dekat.

Setidaknya dukungan internasional bagi keluarga-keluarga pengungsi meningkat di media sosial. Pakar imigrasi AS masih yakin bahwa setidaknya sebagian perintah Trump dapat dianulir di pengadilan. Trump memang memiliki otoritas untuk menghentikan keseluruhan program penampungan pengungsi. Tapi niatnya hanya akan menampung pengungsi Kristen dari Timur Tengah menyalahi Amandemen Pertama Konstitusi AS, ujar pengacara imigrasi Alyy Bolour.

“Kalau kamu ngobrol dengan pengacara manapun, sebetulnya, teks perintah presiden ini belawanan dengan konstitusi,” ujar Bolour, yang mewakili pencari suaka di Los Angeles. “Amandemen Pertama menyebutkan negara kita berdasarkan prinsip pemisahan antara gereja dan negara, berlaku pula pada setiap orang dan kegiatan yang dilakukan pemerintah AS. Jadi tidak ada pejabat yang boleh memprioritaskan agama satu di atas agama lain.”

“Larangan Muslim masuk AS” juga menyalahi kaidah hukum internasional, ujar Jim Hathaway, Dekan Kajian Hukum Pengungsi dan Suaka di Fakultas Hukum University of Michigan. Dia mengatakan berdasarkan International Covenant on Civil and Political Rights PBB, yang juga diratifikasi AS, sudah ada poin dengan tegas melarang segala jenis diskriminasi.

Belum ada gugatan terhadap pemerintah AS yang didaftarkan atas dasar diskriminasi agama, meski sejauh ini Keppres Trump sedang menghadapi lima tuntutan berbeda. Empat tuntutan pertama terkait tuntutan agar pengungsi yang telah tiba di bandara udara AS dibebaskan Tuntutan ke lima, belum lama ini didaftarkan oleh jaksa agung Negara Bagian Washington, disokong perusahaan teknologi besar, berargumen bahwa tindakan Presiden Trump melarang masuk pengungsi dan imigran dari tujuh negara merugikan perekonomian AS.

Andrew Schoenholtz, wakil direktur Kajian Migrasi, Georgetown University’s, bilang membuktikan kebijakan Trump punya nuansa diskriminatif terhadap penganut agama tertentu sangat sulit dilakukan di pengadilan.

“Sekilas ada  bukti presiden mengeluarkan [perintah melarang Muslim masuk AS]… tapi perintah itu sendiri secara tertulis tidak menunjukkan maksud seperti itu—dia menggunakan istilah keamanan nasional [sebagai justifikasi],” ujar Schoenholz. Selain itu, Kongres sebenarnya lebih berperan untuk menekan Trump menghentikan Keppres bermasalah soal pengungsi. “Kalau presiden bilang dia akan mengakhiri segala jenis program pengungsian, Kongres mungkin akan melawannya—kan mereka yang menciptakan program itu. Tapi akankah ada cukup perlawanan dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat? Ya, kita tunggu saja.”

Follow Meredith Hoffman di Twitter .