Entertainment

Kebanyakan Nonton Serial TV Secara Maraton Ternyata Berdampak Buruk Pada Otak

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic

Memasuki 2018, pengaruh situs-situs streaming film dan serial TV terhadap anak muda makin gila-gilaan saja. Meskipun kamu sudah mencoba mengurangi kebiasaan nonton maraton semalam suntuk, nyatanya kamu tetap sulit menahan diri sekadar buat menunda menonton serial TV favorit saat mendapat pemberitahuan ada episode atau season baru. Ditambah lagi, pas ada teman cerita lagi nonton serial TV baru yang dibilang keren, pastinya kamu juga ingin menonton agar ikutan update. Eh, ternyata kamu malah ketagihan, akhirnya memutuskan menonton episode selanjutnya lagi dan lagi dan lagi, sampai keesokan harinya.

Videos by VICE

Meratapi keranjingan ponsel pintar dan media sosial itu sudah bukan masanya lagi. Sekarang ponsel pintar dan medial sosial sudah menjadi bagian terpenting dalam hidupmu. Sean Parker, salah satu investor awal Facebook, baru-baru ini saat diwawancarai Axios menyatakan Facebook sejak awal dirancang memuaskan penggunanya yang membutuhkan rasa diterima orang lain. Keinginan diakui dan dianggap adalah salah satu kelemahan psikologis manusia.

Ada satu kelemahan psikologis lainnya yang lebih berbahaya lagi dan sengaja dimanfaatkan oleh platform media sosial, situs streaming film, ataupun penerbit buku. Kelemahan itu adalah perasaan ingin menyelesaikan sesuatu. Sebagian besar dari kita pasti pernah merasa ada yang tidak lengkap dalam hidup, yang akhirnya dilampiaskan melalui membaca buku atau menonton film dan serial TV secara berlebihan. Tujuannya agar kita bisa memuaskan perasaan saat akhirnya selesai menonton atau membaca.

Matt Johnson, seorang dosen psikologi dari Hult School of Business di San Francisco, berfokus pada konsep itu. Johnson menjelaskan bahwa setiap orang memiliki artian “terobsesi” yang berbeda. Menurutnya, kalau seseorang berencana untuk menonton tiga episode dari serial TV The Crown dan mereka benar-benar hanya menonton tiga episode itu, maka mereka dianggap tidak terobsesi menonton serial TV. Lain halnya kalau mereka berencana menonton satu episode, tetapi lanjut menonton episode lainnya dan melupakan kegiatan sehari-hari. Maka, bisa disimpulkan kalau mereka memang sudah terobsesi menonton.

Tentunya situs streaming seperti Netflix dan YouTube akan memanfaatkan ini dengan menyediakan fitur “autoplay” agar kamu menghabiskan lebih banyak waktu di situs tersebut. “Psikologis kita sudah terbiasa untuk menerima kondisi yang tetap atau tidak mudah berubah. Oleh karena itu, kita akan menurut melakukan sesuatu jika ada hal yang diatur secara standar,” ujar Johnson. Fitur autoplay ini dianggap sangat penting karena setiap akhir episode yang kita tonton biasanya menggantung dan kita ingin terus menonton agar mengetahui kelanjutannya. Selain serial TV, penulis novel juga sering menggantung akhir cerita agar pembacanya tidak sabar ingin membaca buku selanjutnya.

Bagi kebanyakan orang, ini memicu Efek Zeigarnik, istilah psikologi yang artinya adalah keinginan menyelesaikan apa yang sudah dimulai. “Pada saat kita sedang fokus melakukan sesuatu dan kemudian terganggu, kita akan terpaku untuk tetap melakukannya. Misalnya, cemilan Anda tinggal tersisa sedikit, tetapi Anda memutuskan untuk menghabiskannya agar bisa menyelesaikan cemilan itu,” kata Johnson. “Terlepas seberapa suka kau melakukan sesuatu, perasaan ingin menyelesaikan inilah yang membuatmu terus melakukannya.”

Sebenarnya hal ini tidak selamanya buruk bagi diri sendiri. Misalnya, nih, kamu berkomitmen untuk menggapai cita-citamu, pastinya kamu tidak ingin berhenti di tengah jalan, kan? Namun, Adam Alter, dosen psikologi dari Stern School of Business di NYU, dalam penelitiannya terdahulu menyimpulkan kebanyakan orang mengorbankan kebahagiaan sesungguhnya demi dunia maya. “Kegiatan sehari-hari kita tidak ada jeda atau isyarat berhenti, terutama apabila kita ingin melakukan kegiatan selanjutnya” ujarnya.

“Apabila episode serial TV favorit selesai, maka kita harus menunggu seminggu untuk menonton episode selanjutnya; begitu juga dengan surat kabar, majalah dan lainnya.” Alter mengamati bahwa sekarang ini kebahagiaan seseorang tidak berdasar. Banyak orang tidak menikmati hidup aslinya karena terlalu terpaku untuk menonton serial TV selanjutnya di Netflix, membaca berita tanpa henti, atau mengecek media sosial pada malam hari sampai mereka ketiduran.

Uniknya, hal seperti ini tidak hanya terjadi pada apa yang ada di dunia maya atau layar ponsel saja. Contohnya seperti Sruthi Narayan yang berusia 25 tahun dan berasal dari Cambridge, Massachusetts. Setelah lulus kuliah, Narayan merasa kebiasaan membacanya berubah. Kecepatan membacanya tidak sebagus dulu. Ia jarang membaca buku untuk menghibur diri saat masih kuliah. Untuk mengembalikan kebiasaan membacanya yang dulu, ia menargetkan diri untuk membaca 35 buku di tahun 2015, 50 buku di tahun 2016, dan lebih dari 50 buku di tahun lalu.

“Saya kira dengan menargetkan jumlah buku seperti ini dapat meningkatkan kebiasaan membaca saya. Namun, kenyataannya saya malah keteteran dan memaksa diri untuk memenuhi target yang sudah saya tetapkan,” ujarnya. “Akhirnya saya lebih mementingkan untuk cepat-cepat menyelesaikan buku yang sedang dibaca dan bukan menikmati ceritanya.” Ia menjelaskan kalau momen ini membuatnya panik karena merasa ada deadline yang menghantuinya.

Di akhir tahun lalu, Narayan baru menyadari kalau dia hampir tidak ingat jalan cerita di buku-buku yang sudah dibaca dua tahun belakangan ini. Dia memang menyelesaikan targetnya, tetapi ia tidak menikmati prosesnya sama sekali.

Jadi, bagaimana? Apakah kamu benar-benar ingin mengorbankan kebahagiaanmu demi serial TV atau buku favoritmu itu? Atau kamu ingin melakukannya hanya untuk hiburan semata? Kamu bisa berhenti terobsesi menyelesaikan serial TV atau buku yang sedang dibaca kalau kamu sadar apa yang kamu lakukan itu bisa membuatmu kurang bahagia. Narayan memutuskan untuk tidak menargetkan jumlah buku yang ingin dia baca tahun ini. Sampai akhir bulan lalu, dia sudah selesai membaca dua buku dan mengakui sangat menikmatinya. Dia tidak tahu itu akan berlanjut atau tidak. Namun, seperti kebanyakan dari kita, dia sedang berusaha untuk melawan hal yang membuatnya terobsesi menyelesaikan sesuatu.