Polisi dan negara bolehlah paling jago urusan mendeteksi anarko-anarkoan, tapi di lapangan bahasa, sangat disesalkan, justru negara jadi pesakitan dengan sering kena operasi tangkap tangan oleh warga sipil karena salah berbahasa.
Operasi tangkap tangan oleh para polisi/SJW bahasa ini—aku mau mengklaim diri sebagai salah satunya—mengandung ironi yang lucu juga. Kami ini kan sipil dari ujung kepala sampai ujung kaki, tapi senjatanya produk bikinan negara juga, yakni Perpres 63/2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia (ditandatangani Presiden Joko Widodo) dan Permendikbud 50/2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesai (PUEBI) (ditandatangani Mendikbud Anies Baswedan). Aku jadi tertarik memelesetkan lirik lagu lama Rhoma Irama, Kau yang mulai… kau kena sendiri….
Videos by VICE
Bahan yang mau aku garap kali ini adalah rilis di situs web Kemenko Perekonomian berjudul “Sedikit Pencerahan Mengenai Polemik Ruang Guru dan Prakerja” (artikel aslinya sudah dihapus, tapi sempat bisa diakses lewat wayback machine). Jujur, aku merasa geli dengan kata pencerahan di situ, diksinya kayak esai mahasiswa semester satu. Aku juga perlu jelasin alasanku menulis ini, biar kalian enggak kebablasan mengutuk, “Ye kocak, VICE kan demen nulis enggak taat tata bahasa, ngapain lo ngoreksi-ngoreksi orang.”
Hop, setop, sabar.
Dalam Perpres 63/2019 yang sudah aku singgung di atas, Pasal 25-nya berisi hal beginian:
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan.
(2) Bahasa Indonesia dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit digunakan dalam:
a. komunikasi antara penyelenggara dan penerima layanan publik;
b. standar pelayanan publik;
c. maklumat pelayanan; dan
d. sistem infomasi pelayanan.
Alias rilis Kemenko Perekonomian soal Kartu Prakerja ini masuk dalam Pasal 25 ayat 2 (a) dong. Jadi, kalau enggak suka dikoreksi-koreksi, silakan salahin Istana Negara (dan nyatanya artikel itu dihapus juga kan).
Sekarang aku mau masuk ke konten yang akan diedit. Aku akan membahasnya paragraf demi paragraf, dengan komentarku berada dalam kurung kurawal. Kalau kamu PNS, sebaiknya kamu simak tulisan ini dengan tekun.
Kesalahan besar pertama: pembuat kontennya menggunakan kata QnA dan swipe yang mana, aduh, sudah ada bahasa Indonesianya. Ivan Lanin telah lama memakai tanja, akronim tanya jawab sebagai padanan QnA. Sedangkan swipe…. aku merasa membodoh-bodohkan kamu kalau harus menjelaskan artinya.
Inilah dia rilis lengkapnya yang sudah kusunting ulang:
Sedikit Pencerahan Mengenai Polemik Ruang Guru dan Prakerja
{Sedikit Pencerahan mengenai Polemik Ruangguru dan Kartu Prakerja}
#Ekoners, karena banyak berita di medsos dan media terkait polemik Ruangguru { lha, ini kok bener nulisnya ?} di program kartu prakerja {“ Kartu Prakerja ” , kapital, woi!}, ternyata setelah ditelaah tidak se-simpel { sesimpel} itu. { Lo yang nelaah, ya jelas lo yang bilang enggak sesimpel itu.}
Yuk {“Yuk,” koma jangan ditinggalin) simak poin2 yg { buset disingkat pake “2”. Ini rilis kementerian apa pengumuman grup WA?} dirangkum dari berita dan klarifikasi { “dirangkum dari berita dan klarifikasi”? Tolong, yang nulis rilis ini menunjukkan diri, lo perlu ikut kelas Narabahasa} menjawab kabar burung { apanya yang kabar burung? Polemiknya? Ijazah sarjana lo?} tersebut.
1. Apakah betul Ruang Guru { tetot!} mendapatkan Rp 5.6 T { kebiasaan bocah yang sehari-hari sok Inggris, bedain koma dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia aja enggak bisa. Mestinya: Rp5,6 triliun. Setelah “Rp” enggak ada spasi} dari pemerintah?
TIDAK. Ini hanya spekulasi. Ruang guru { pffft!} TIDAK mendapatkan alokasi anggaran khusus dari pemerintah apalagi sampai bertriliun2 { pffft!}. Kenapa? Karena ada ratusan vendor lain (hingga saat ini ada 198 lembaga pelatihan) yg { pffft!} menawarkan kelas2 { pffft!} lewat 8 platform lainnya juga. Ruang guru { pffft!} bukan platform tunggal. Yg { pffft!} lain juga besar2 { pffft!} { “juga besar” adalah keterangan yang tidak relevan. Dan pula, kalimat ini bergaya bahasa cakap, bukan bahasa tulis}.
Yg { pffft!} akhirnya menentukan anggaran dikeluarkan di platform/kelas mana itu pemegang kartu prakerjanya { “itu”, “kartu prakerjanya”… ini lagi-lagi bahasa cakap} terserah mau beli dimana, bukan pemerintah { sebelum “terserah” harusnya ada koma dan subjek, dan, ya ampun, penulis di kementerian tak bisa bedakan kapan “di” dipisah}.
2. Apakah pemilihan mitra dalam kartu prakerja { pffft!} ini sudah sesuai aturan?
Sudah sesuai aturan. Semua sudah sesuai kriteria pasal 26 { pasal spesifik harus ditulis dengan huruf pertama kapital} Permenko Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020.
Perlu tau jg { najis, “tau” tanpa “h”, “jg” disingkat}, ini istilahnya verifikasi, BUKAN seleksi. Jadi mitra mana pun yg { pffft!} lolos verifikasi, semua bisa jd { pffft!} mitra resmi. Ga {{ pffft!} ada menang2an { pffft!} penilaian tender, ga { pffft!} ada maksimum { batas maksimum} jumlah mitra.
Metode kerja sama dengan pihak swasta dalam melaksanakan perintah Presiden juga pernah dianut sebelumnya, yaitu dalam program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) melalui Inpres No. 7/2014.
Jadi ga { pffft!} ada istilahnya penunjukan langsung, karena { sebelum konjungsi tak perlu koma karena dia konjungsi} memang semua mitra bisa lolos verifikasi. Ntar { pffft!} yg { pffft!} milih kelas mana yg { pffft!} dibeli adalah pemegang kartu.
3. Mengapa Ruang Guru { pffft!} bisa lolos verifikasi? Apakah karena CEO nya { CEO-nya} stafsus (saat itu)?
Tidak lah.
Faktanya, ruang guru ( pffft!} memang startup { kata asing, harus ditulis italik} pendidikan/pelatihan terbesar di Indonesia. Itu kita semua tahu { ah, masak?}. Pengguna jutaan, sering sekali di TV { kalimat ini jangankan argumentatif, jelek aja belum}.
Kalau ruang guru { pffft!} startup { pffft!} kecil ga pernah denger lalu ujug2 jd mitra {“enggak pernah dengar, lalu ujug-ujug jadi mitra”}, baru deh kita pertanyakan. Lah ini dia kan emg { pffft!} uda { pffft!} paling siap? { Kok tanda tanya, apa dia enggak yakin sama omongannya sendiri?}
Terlepas ada Belva (yang tadinya) {“ terlepas” ini kan ngomongin pengandaian, sudah enggak perlu lo tambahin “(yang tadinya)” gitu} sebagai stafus milenial atau bukan, ruang guru { pffft!} memenuhi syarat untuk terpilih jadi mitra.
Hal ini juga disampaikan oleh Denni Purbasari (Direktur { “Kartu”-nya mana!?} Prakerja) kepada Tempo { nama media ditulis italik}. Menurut dia, Ruangguru memang sudah menjadi yang terbesar di bidangnya saat ini. ” Karena { habis petik jangan ada spasi} Ruangguru memang core business-nya { kata asing italik} adalah untuk modul-modul yang diperlukan diperdagangkan secara online { idem},”. { Haduh, titik ini mestinya ada sebelum petik dan koma di situ mestinya tidak ada.} Denni juga mengatakan, Ruangguru juga mempunyai rekam jejak yang baik dalam memberikan pendidikan secara online { pffft!}.
4. Apakah ada konflik kepentingan dalam pemilihan skill academy {“Skill Academy”} sebagai mitra prakerja { pffft!}?
Tidak. Tudingan ini sudah dibantah oleh Direktur Komunikasi & Kemitraan Kartu Prakerja. Ia menegaskan bahwa tidak ada konflik kepentingan.
Kenapa? Sebenarnya berdasarkan ketentuan peraturan, tidak ada larangan bagi Staf Khusus Presiden non PNS { non-PNS} untuk rangkap jabatan sebagai Direktur { direktur} di suatu perusahaan swasta.
Terlebih terbukti hingga saat ini, tak ada dokumentasi apapun { apa pun} yang menunjukkan keterlibatan Belva dalam hal tsb { hah? Hal apa nih?}.
Bahkan Belva pun akhirnya menyatakan mundur untuk hindari { menghindari} asumsi2/polemik2 { pffft!}. Salut. Agak kejauhan rasanya kalo { kalau} berpikir stafsus { di atas “Staf Khusus” ditulis kapital, ini kok ujug-ujug—meniru bahasa doi—jadi kecil?} bisa nyuruh2 { pffft!} Menko.
{Argumen paragraf terakhir ini lebih cocok disebut ngeles karena mengandalkan pengandaian.}
5. Emg kontennya kayak di youtube? {“ Emang kontennya kayak di YouTube?”}
TIDAK. Di Youtube itu belajar dr { pffft!} Youtuber. Gak { pffft!} jelas sumbernya . Gak jelas valid tidak informasinya { kalimat ini buruk banget}. Banyak hoax { italik}.
{ Apa si penulis ini tidak menangis ya saat menulis kalimat ini? Memakai argumen dia tadi, bukan cuma satu dua video YouTube yang ditonton jutaan kali, bukan cuma satu dua video YouTube yang dipakai televisi untuk program serba-serbi, dan Skill Academy-nya Ruangguru juga memiliki channel YouTube. Mau lebih pedas? Salah satu pemateri di Skill Acedemy adalah Gita Savitri, seorang you-tu-ber, demi Tuhaaan.}
Sedangkan di platform pelatihan seperti skill academy { pffft!}, semua materi ada silabus lengkap. Dalam materi skill academy { pffft!}, ada materi yang lengkap, rangkuman, pretest { italik}, kuis, self assessment { italik}. hingga { sebelum hingga mestinya tak ada titik} SERTIFIKAT yang pastinya di youtube { pffft!} tidak ada ini semua {ah, kata siapa?}.
Apabila { ada kata “jika” yang terlupa di sini} diperhatikan { koma} platform-platform lain yang menjadi mitra, to be fair { sok iye deh}, platform skill academy { pffft!} ini memang sebenarnya paling bagus – { setrip apaan ini?} baik dari sisi fitur dan kelas-kelas yang ditawarkan { bagus mana sama Khan Academy, Kak?}. Jadi kita juga harus objektif dalam menilai ini. { Coba sini buka data kalian mengenai penilaian objektif-detail tentang kemahasempurnaan Skill Academy ini? Dari tadi kesimpulan molo.}
6. Apakah benar Ruang Guru { pffft!} perusahaan Singapura?
Tidak benar. PT Ruang Raya Indonesia beroperasi di Indonesia, [ hapus koma} dan membayar semua kewajiban pajak dan gaji di Indonesia dgn { pffft!} tertib. Pendirinya anak muda Indonesia.
Lalu yg { pffft!} Singapura apa? Ya { koma} Ruang Guru jg { pffft!} punya entitas bisnis di Singapura, Vietnam (namanya { bernama} Kien Guru), dan Thailand. Ini startup { pffft!} udah go international { pffft!}.
7. Kenapa semua pelatihannya online { selain bahwa “online” mestinya italik, “-nya” di “pelatihannya” ini merujuk kepada siapa? Ruangguru? Kartu Prakerja? Aku gondok lama-lama}?
Ini sementara doang. Pak Menko Airlangga udah bilang kok dr { pffft!} awal rencananya offline { pffft!} dan online { pffft!}. Skrg { pffft!} online { pffft!} semua karena corona. Nanti setelah wabah corona selesai, mulai masuk ke offline { pffft!} juga.
Jadi begitu #ekoners. Semoga kita semua rajin juga mengecek kebenaran info { si penulis lebih memerlukannya}, { hapus koma} dan tidak tergiring opini yg { pffft!} tidak sesuai fakta. Aamiin { “Aaamiiin”, dengan “a” tiga buah dan “I” tiga buah}.
Semangat untuk para anak muda di Ruangguru yg { pffft!} kemarin jg { pffft!} kita sempat dengar menggratiskan sekolah online nya { online-nya} (dan kuotanya) untuk semua murid di Indonesia. Niat tulus dan mulia kalian pasti berujung pahala. Jangan menyerah karena fitnah.
Penilaianku secara keseluruhan, draf rilis ini ditulis menggunakan ponsel dalam situasi si penulis sangat emosional. Jika tulisan ini bukan dimuat di situs web resmi Kemenko Perekonomian, aku bisa saja menebaknya diposkan orang yang kebelet marah-marah. Capslock-nya jebol semua, kayak orang mau nagih (atau malah menghindari) utang.
Ada saran elementer buat kalian yang biasa bertugas membuat rilis maupun klarifikasi, jangan pernah memakai kata semacam “tergiring opini yang tidak sesuai fakta.” Buat orang yang kerjanya menghadapi tulisan paling tidak lima ribu sehari, kalimat itu justru menunjukkan pembelaan kosong yang cuma keluar dari orang yang frustrasi. Orang yang tenang dan tahu dirinya benar mengerti bagaimana caranya menyampaikan kebenaran tanpa memakai satu pun kata-kata seperti “tergiring”, “opini”, “tidak sesuai”, dan “fakta”.
SJW bahasa memang kejam, seperti SJW-SJW lainnya, tetapi karena ini bidangnya adalah bahasa, aku jadi perlu mengoreksi bahwa lebih tepat untuk menyebut mereka pejuang bahasa atau national language warrior (NLP, saat ini aku sedang melambai dari kerumunan itu).
Eh, kok istilah bahasa Inggris? Santai dong, NLP enggak anti-bahasa asing, bahasa daerah, apalagi bahasa slank. NLP cuma pengin orang ngerti aturan tata bahasa biar switch code-nya masuk akal.
Begitu ya. Semoga sedikit mencerahkan.