Di Masa Depan, Kita Bisa Libur Kerja Seminggu 3 Hari

Foto ilustrasi perempuan berjilbab menggunakan laptop

Inggris mulai mengurangi jam kerja tanpa pemotongan gaji sejak Juni 2022 silam. Langkah ini dilakukan dalam rangka menguji coba aturan baru bekerja 4 hari seminggu yang diinisiasi oleh 4 Day Week Global, organisasi nirlaba yang bertekad mengubah wajah dunia kerja di masa depan. Ke-61 perusahaan yang ikut serta berasal dari berbagai sektor industri.

Kepuasan kerja dilaporkan meningkat secara signifikan selama eksperimennya berlangsung. Buktinya, kasus karyawan mengalami stres dan burnout akibat pekerjaan turun hingga 70 persen.

Videos by VICE

Mayoritas perusahaan ternyata bisa tetap produktif meski jam kerjanya berkurang. Begitu menyadari aturan itu tidak merugikan perusahaan, lebih dari 90 persen peserta tidak mencabutnya setelah uji coba berakhir pada Desember tahun lalu.

Inggris bukan satu-satunya negara yang menguji model kerja ini dan merasakan manfaatnya. Eksperimen itu juga dilakukan di Amerika Serikat, Selandia Baru, Jepang dan Afrika Selatan.

Namun, kebanyakan masih maju mundur menerapkan aturan kerja 4 hari seminggu, karena itu artinya perusahaan harus merombak total strukturnya. Beberapa peserta eksperimen di Inggris bahkan mendapati aturannya kurang efektif dalam jangka panjang, serta kurang cocok bagi sektor tertentu.

Semua ini menimbulkan pertanyaan, benarkah aturan tersebut jadi cara terbaik mewujudkan keseimbangan di dunia kerja? Apa bedanya dengan kerja paruh waktu yang dilakukan banyak orang selama ini? VICE bertanya pada Philipp Frey, ilmuwan yang mendalami masa depan dunia kerja di Institut Teknologi Karlsruhe, Jerman.

VICE: Maret lalu, saat supermarket Lidl di Austria menguji coba aturan empat hari kerja, tak satu pun karyawan yang tertarik melanjutkannya. Akibatnya, pelaksanaan uji coba berakhir lebih cepat. Pertanyaan saya, kok bisa ada yang tidak tertarik bekerja empat hari seminggu?

Philipp Frey: Eksperimen Lidl gagal total karena perusahaan tidak mengurangi jam kerjanya. Karyawan tetap bekerja 10 jam sehari dengan beban kerja yang sama seperti biasanya. Cuma harinya saja yang dikurangi.

Lantas, apa yang bisa dilakukan perusahaan supaya programnya lebih efektif?

Bekerja lebih dari 8 jam setiap hari sangatlah melelahkan. Kurang istirahat juga dapat meningkatkan risiko kecelakaan dan melakukan kesalahan di tempat kerja.

Total 32 jam seminggu adalah pilihan paling ideal menerapkan aturan empat hari kerja. Beberapa perusahaan sudah mencobanya, dan benar saja, cara ini mampu meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

Hasil eksperimen di Inggris telah membuktikannya. Aturan kerja 4 hari seminggu bukan hanya meningkatkan produktivitas. Orang jadi jarang sakit, dan justru lebih semangat bekerja. Bahkan, angka pengunduran diri berkurang lebih dari separuhnya di beberapa perusahaan.

Kok bisa produktivitas naik, padahal jam kerjanya berkurang?

Produktivitas biasanya diukur dari hasil yang diperoleh per jam kerja. Jadi kalau orang semangat bekerja, mereka bisa lebih cepat menyelesaikan pekerjaan.

Sejauh ini, sudah cukup banyak perusahaan berinovasi menciptakan sistem kerja yang lebih baik, seperti mengurangi jumlah rapat atau memberlakukan “waktu fokus”.

“Waktu fokus” ini bisa meningkatkan konsentrasi bekerja karena tidak ada gangguan dari luar, baik itu email, telepon maupun rekan kerja mengajak ngobrol. Cara ini bahkan mampu mengurangi rasa mumet di kantor.

Aturan kerja ini punya banyak keuntungan, tapi kenapa masih ada perusahaan yang enggan menerapkan hal serupa?

Sistemnya baru bisa berjalan efektif setelah budaya kerja yang ada saat ini dirombak habis-habisan.

Maksudnya?

Perusahan tidak dapat menjalankan bisnis seperti yang sudah-sudah. Pihak manajemen mesti menyusun strategi baru supaya perusahaan tidak rugi ketika mengurangi jam kerja karyawan, yang artinya prosesnya sangat panjang sampai rencana itu siap dilaksanakan.

Kebanyakan enggan mengubah struktur perusahaan, dan mengevaluasi sistem kerjanya sudah adil atau belum.

Bisakah sistemnya diterapkan di sektor pelayanan?

Bisa-bisa saja, tapi butuh banyak penyesuaian seperti yang barusan saya jelaskan. Sektor pelayanan kekurangan tenaga kerja, khususnya jasa pengasuhan. Kondisi lingkungan kerjanya juga kurang layak.

Buat apa perusahaan mengurangi jam kerja mingguan kalau bisa mempekerjakan karyawan paruh waktu?

Konsep kerja paruh waktu tidak adil. Gaji yang diterima lebih kecil, dan sistemnya kerap diskriminatif terhadap perempuan yang sudah berkeluarga.

Orang-orang kini lebih tertarik pada perusahaan yang tidak memaksa mereka memilih antara pekerjaan atau keluarga.

Dari pengamatanmu, mungkin gak sih konsep kerja ini menjadi lazim di masa depan?

Saya cukup optimis aturan kerja 4 hari seminggu makin ngetren di masa depan. Pengurangan jam kerja sudah puluhan tahun berlaku di Jerman, dan terus stagnan sejak 1990. Maka dari itu, bukan hal yang mustahil mewujudkan konsep kerja 4 hari seminggu. Saya berharap makin banyak perusahaan yang menerapkannya.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Germany.