Kolektor Streetwear Garis Keras Menghabiskan Belasan Tahun Berburu Harta Karun Sneakers

Foto utama artikel ini adalah koleksi Air Max 95 x Atmos milik Tobie Quainton. Foto oleh Jayden Kimpton)

Tobie Quainton menghabiskan 11 tahun hidupnya mencari sepasang sepatu sneakers Nike yang spesifik. Sebelas tahun. Itu sama dengan 132 bulan atau 4.015 hari. Dengan kata lain, sekitar setengah masa hidupnya di planet Bumi. Anda bisa terbang ke planet Mars, bercocok tanam di sana selama setahun seperti Matt Damon, kembali terbang ke Bumi (dan melakukan perjalanan bolak-balik serupa empat kali) dan ini pun tidak akan menghabiskan waktu sebanyak yang dihabiskan Quainton demi sekedar memburu penemuan manusia yang melindungi kaki anda dari tai kucing ketika berjalan.

Videos by VICE

Namun tetap saja di mata Quainton, sepatu buruannya adalah barang yang spesial. Harta karun yang dia buru selama lebih dari satu dekade ini adalah Air Max 95, sebuah produk kolaborasi Nike dengan perusahaan sneaker butik Jepang, Atmos. Desainnya sangat mencolok: motif macan tutul, sapi dan cheetah semua dalam satu produk. Dirilis di akhir 2006, gosipnya hanya ada 5.000 pasang sepatu langka ini di dunia.

“Saya sekitar 11 tahun ketika melihat sepatu impian saya itu,” ingat Quainton, “Tapi internet belum semudah sekarang waktu itu. Anda belum bisa belanja online dari berbagai penjuru dunia seperti sekarang. Sepatu tersebut bener-bener gue banget, dan semenjak itu saya berusaha mendapatkan mereka.”

Pencarian Quainton berakhir dua minggu lalu. Dia membeli dua pasang sneakers penuh hype yang baru dirilis tahun lalu—Supreme x Nike Air Max 98 Snakeskin. Dia berhasil membarter satu pasang dengan sepatu impiannya, Air Max 95. Setelah bertahun-tahun scrolling halaman demi halaman di Yahoo! Jepang, dia berhasil mendapatkan sepatu impiannya dan tidak perlu keluar duit sama sekali. Mestinya dia seneng banget dong? Puas? Lega, mungkin?

“Entahlah—rasanya aneh,” ujarnya. “Rasanya seperti menyelesaikan sebuah misi. Seperti penutupan. Saya memang engga loncat-loncat di rumah kegirangan, tapi tetap ada rasa bangga.”

Air Max 95 x Atmos trainers di akun Instagram Tobie

Beginilah kejamnya dunia pencarian harta karun sneakers. Pakaian streetwear dan sepatu langka dipuja-puja dan ditinggikan. Para pelaku dunia streetwear ini semuanya memiliki satu item yang mereka kejar secara intensif, produk yang saking sulitnya didapat menjadi mirip mitos. Misalnya, kaos “Donald Trump” kolaborasi Supreme x Andrei Molodkin yang belum lama ini terjual seharga Rp 298 juta di eBay.

Tidak semua orang suka istilah ‘harta karun’ fashion. “Gue benci istilah ‘harta karun,” kata penulis lepas Ross Wilson, “Sama nyebelinnya dengan istilah ‘bogo’ [slang untuk logo boxnya Supreme]. Gue gak mau segitu terobsesi dengan sebuah produk sampe-sampe gue khawatir gue punya produk itu atau enggak.”

Ada poin penting yang Wilson buat dari pernyataan barusan: ‘harta karun’ bukanlah sekedar produk yang kamu beli dengan harga mahal. Semua orang yang berduit bisa mencari forum streetwear dan menghabiskan Rp8 juta untuk satu hoodie Supreme. Tapi ini bukan masalah uang, tapi kelangkaan. Alasan Quainton menghabiskan banyak waktu mencari Air Max 95 adalah karena ukuran kakinya kecil. Ukuran sepatu laki-laki di Inggris biasanya mulai dari ukuran 7 ke atas, sementara saya ukuran 6. Dia juga mengatakan “levelnya beda dengan ketika orang mulai menggunakan istilah ‘harta karun’ untuk sebuah item yang baru keluar dua hari dan bangga banget bisa membeli produk tersebut.”

Tentu saja tidak semua orang berhasil mendapatkan buruan mereka. Contohnya, Cash Cobain, seorang skater dan seniman tato berumur 25 tahun yang tengah mencari jaket kolaborasi pertama North Face x Supreme dari tahun 2007. “Nyebelin banget karena yang ini gue gak dapet dapet,” jelasnya. “Gue pernah liat jaket ini tapi ukurannya gede waktu itu. Ada satu yang ukuran gue di pasar Cina waktu itu tapi harganya ngawur.”

Inti dari ‘harta karun’ dunia fashion adalah kenikmatan pengejarannya. Mencoba menebak apakah kerja keras anda akan terbayar. Contohnya Colin Chu, 20 tahun yang menghabiskan hampir 2 tahun mencari Hoodie Icon Cav Empty berwarna biru. “Pertama kali melihat hoodie itu, saya langsung kepincut–warnanya, desainnya, ‘faktor kerennya,’” jelasnya. Saking mahalnya ketika baru dirilis, Chu menunggu dengan sabar agar harganya turun. “Setelah menunggu selama sebulan, akhirnya sepatu tersebut tiba di rumah. Saya merasa sangat bangga karena kerja keras saya akhirnya terbayar.”

Air Max x Patta “Lucky Greens” (Foto oleh: Zoard Heuze)

Beberapa orang, seperti Zoard Heuze, 20 tahun, bahkan tidak menyimpan ‘harta karun’ mereka selamanya. Setelah mulai masuk ke dunia membeli-menjual ulang sepatu Air Max semenjak umur 15 tahun, ada satu produk yang dia tidak bisa dapatkan: Patta “Lucky Greens”, yang dirilis tiba-tiba pada tahun 2009. Setelah tiga tahun mencari, Heuze berhasil mendapatkan harta karun tersebut, memakainya selama enam bulan sebelum akhirnya menjualnya kembali. Uang hasil penjualannya dia gunakan untuk berlibur di Budapest. “Gue bosen aja,” jelasnya, “Dan kondisi sneakernya juga makin lama makin buruk. Gue jual aja sebelum bener-bener ancur, kalau enggak duit gue enggak balik entar.”

Namun bagi Quainton, menjual ulang produk itu haram hukumnya. “Saya belum menjual ulang apa-apa semenjak umur 12,” katanya. “Saya punya 400 pasang sepatu sneakers, tiga lemari baju dan masih banyak lagi di gudang. Banyak generasi baru anak-anak Hypebeast yang kerjanya hanya membeli barang, disimpan seminggu kemudian dijual lagi.” Wilson juga setuju dengan pernyataan tersebut. “Rasanya banyak generasi muda yang memburu produk-produk ini hanya agar bisa pamer di media sosial. Banyak orang mengaku: “Akhirnya saya dapat harta karun,’ kemudian orang yang sama menjual ‘harta karun’ tersebut dua hari kemudian…gak masuk akal.”

Namun tetap bagi mereka yang memburu produk-produk langka ini bukan hanya untuk mendulang likes di media sosial, gairah mereka memburu sesuatu yang langka bukanlah sekedar ajang pamer semata. “Rasanya seperti mengisi kekosongan,” tawa Cobain. “Begitu saya kepikiran sesuatu, saya gak akan bisa lupa sampai saya dapatkan. [Kecuali produk North Face x Supreme], ‘harta karun’ yang saya berhasil dapatkan hanyalah jaket kamuflase Stone Island Raso Gommato. Saya bangga karena hampir tidak ada lagi yang punya.”

Jadi gitu doang? Cuma begitu alasan banyak lelaki dewasa menghabiskan separuh hidup mereka berburu sepasang sepatu? Apakah kita hanya ingin apa yang kita tidak bisa punya? Colin tidak yakin juga. “Bagi banyak orang, harta karun adalah simbol dari mimpi dan harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik. Mereka menjadi bentuk manifestasi fisik dari kesuksesan. Kebanyakan dari kita tidak sanggup menghabiskan Rp16 juta untuk sebuah hoodie pullover, tapi pasti banyak yang ingin mempunyai kemampuan finansial seperti itu. Inilah yang membuat perburuan harta karun fashion semakin menantang dan memuaskan.”

Follow @louisedonovan_ untuk isu-isu fashion terbaru.