Artikel ini dibikin untuk jadi penyanding dari cerita pendek karangan Cyntha Hariadi yang ia tulis untuk Pekan Fiksi VICE: Indonesia 2038. Cerpen berjudul ‘Softie’ itu terdapat satu bagian yang membahas soal ICU, semacam alat perekam yang melekat di mata. Gambar-gambar yang direkam oleh alat itu ternyata tak hanya bisa dimanfaatkan oleh si empunya, tapi juga pihak-pihak lain yang belum tentu punya maksud baik. Apakah mungkin hal seperti itu terealisasi di dunia nyata? Simak apa kata pengamat dan ahli tentang itu…
Teknologi pengenal wajah, kamera pengintai di seantero kota, mengawasi gerak gerik penghuninya, adalah hal biasa yang ada di kota dengan kamera jumlah kamera pengawas terbanyak dan tercanggih di dunia, seperti di Chongqing, China dan di London, Inggris. Di Indonesia atau di kota terbesarnya, Jakarta yang popular malah kampanye “persekusi online” semacam Cekrek, Lapor, Upload (Celup). Apakah ini ramalan Orwell dalam 1984, kontrol versi rakyat ‘bermoral’?
Videos by VICE
Lupakan soal pengadaan kamera pengawas yang memadai untuk mengawasi pelaku teror atau narapidana kabur. Pengawas kamera pengintai di Indonesia tidak pernah jelas siapa yang mengelola.
2016 lalu mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama pernah begitu serius mengurusi persoalan CCTV. Harapannya bisa dipasang 6-10 ribu kamera pengawas. Lantas, sampai mana langkah Jakarta?
Mohammad Irvan Olii, Kriminolog UI
Apakah kota-kota dengan tingkat pengintaian tinggi seperti novel 1984 (karangan George Orwell) besar kemungkinan menjadi nyata?
Kota London sejak 10 tahun lalu sudah banyak terpasang cctv yang kemudian dipandang sebagai upaya pengawasan massal penduduk kota tersebut. Diperkirakan ada sekitar 500 ribu buah perangkat CCTV yang telah terpasang. Dan kota dalam narasi Orwell 1984 memang seakan dapat dikatakan mencerminkan kota London sekarang ini, walau pun karena masalah pendanaan atau politis lainnya terkadang CCTV tersebut sebenarnya tidak menyala. Lebih lanjut sebenarnya tidak hanya CCTV, kamera pada setiap perangkat hand/smartphone pun sudah dapat dikatakan sebagai bagian dari pengawasan masyarakat.
Tanda-tanda apa saja yang bisa dilihat jika sistem surveillance disalahgunakan?
Ketika citra/gambar yang terekam digunakan bukan demi kepentingan umum. Atau dapat saja berkesan untuk kepentingan umum namun sebenarnya adalah upaya memajukan kepentingan kelompok atau pribadi. Utamanya ketika hak-hak yang dimiliki anggota masyarakat hingga kelompok dalam masyarakat terlanggarkan, seperti hak privasi dan hak menyatakan pendapat (yang bertanggung jawab, bukan yang sembarang seperti menyebarkan hoaks).
Bagi Jakarta apa pentingnya memiliki fasilitas surveillance camera?
Sarana pengawasan untuk pengaturan memang diperlukan. Dalam suatu kota, hal ini bisa terwujud dengan mudahnya dalam bentuk kamera pengawas, dan fungsinya adalah selain mendukung untuk pengawasan tak langsung (karena bukan dilakukan langsung oleh manusia) juga untuk mendokumentasikan hal-hal yang nantinya dapat saja terjadi sehingga dapat menjadi dasar untuk melakukan penanganan. Jakarta dengan kompleksitas di dalamnya yang makin hari makin meningkat memerlukan fasilitas pengawasan. Namun demikian, perlu dicermati, siapa yang berwenang. Apakah kepolisian? Pemerintah kota? atau pemerintah pusat?
Saat ini di beberapa kota yang sudah menerapkan surveillance camera tahap tinggi, justru malah mengeluhkan soal keamanan privasi…
Persoalan privasi adalah hal yang masih akan terus menjadi momok dalam perkembangan teknologi. Selain kesadaran akan teknologi dan juga keberpahaman akan teknologi masih belum merata, maka masalah privasi dapat secara tidak sengaja hingga amat sangat disengaja akan terjadi.
Seberapa dekat Jakarta dengan kondisi kontrol manusia lewat kamera surveillance? Apakah mungkin akan terjadi?
Untuk konteks Jakarta, hal ini masih jauh karena seperti yang telah saya kemukakan, pengentasan penggunaan perangkat teknologi tinggi tidaklah sebatas masalah anggaran. Lebih kepada masalah politis yang menyebabkan pilihan untuk mengentaskannya sebagai kebijakan yang terwujud tidaklah mudah. Dan masalah politis itupun seringkali juga disisipi perilaku yang bukan demi kepentingan orang banyak/masyarakat luas, lebih kepada kepentingan pribadi/kelompok yang mudahnya berwujud korupsi anggaran, karena biaya yang nantinya akan tertera atau dirancang untuk digunakan tidaklah sedikit. Mungkin atau tidaknya pengendalian masyarakat Jakarta dengan memanfaatkan perangkat pengawasan teknologi informasi secara luas dapat dikembalikan pada pilihan dari para pembuat dan pelaksana kebijakan.
Di masa depan, apakah surveillance camera juga bisa berpengaruh terhadap cara kontrol suatu negara terhadap para penduduknya?
Ketika pandangan dan/ atau citra yang tergambarkan dapat dikendalikan, maka konteks serta sudut pandang dapat tersisihkan atau ekstrimnya termanipulasikan. Dan selama masih terdapat “kewenangan” negara atas warganya, maka tidaklah mengherankan bila nantinya teknologi yang berkembang kemudian dapat secara langsung mempengaruhi pengendalian penduduk/warga suatu negara.