Food

Kuah Hotpot Lezat Penangkal Basian Jadi Penyelamat Pamor Lokasari Masa Kini

Foto Lokasari oleh John Navid

Kuliner basian seakan punya takdir buruk: masakan ini kurang berharga jika tak ada lagi konsumen yang mabuk dan mendadak lapar di tengah pesta dini hari. Para penggemar party di Ibu Kota mengenal berbagai makanan untuk menanggulangi rasa lapar saat kita dapat ‘basian’, alias hangover sehabis mabuk parah. Makanan macam ini tak fancy sama sekali, kadang wujudnya cuma bakso, nasi goreng gerobak, gulai sapi, hingga ayam goreng krispi.

Tanya saja mereka yang sehari-hari mencari nafkah di kawasan Lokasari Square, Mangga Besar, Jakarta Barat. Pusat semesta di Lokasari dulu adalah sebuah diskotek besar bernama Mille’s Club. Di sekitar Mille’s, lahir warung, restoran cepat saji, hingga waralaba donat menampung para korban basian. Semua bisnis itu redup setelah tempat-tempat hiburan di Lokasari menjadi sasaran “perang melawan narkoba” yang dicanangkan Pemprov DKI Jakarta.

Videos by VICE

Karyawan Mille’s dalam penggerebekan aparat pada Oktober 2016 terbukti menyediakan narkoba untuk pengunjung. Izinnya dicabut sesuai amanat Perda DKI Jakarta Nomor 6 tahun 2015. Tamat pula riwayat bisnis-bisnis di sekitar diskotek tersebut.

1542963533754-DSC03492
Bangunan serupa mal di dalam kompleks Lokasari. Papan nama Milles tertutup oleh spanduk. Diskotek Milles ditutup oleh Pemprov DKI Jakarta pada 2015 karena diketahui jadi tempat peredaran narkotik. Foto oleh John Navid

Beberapa gerai waralaba seperti McDonalds dan Dunkin Donuts tak terlihat lagi di kawasan Lokasari Square. Termasuk yang tutup adalah minimarket 24 jam MOR yang turut terdampak larangan menjual bir, menurut keterangan Dwi Alfianto, petugas keamanan yang sudah belasan tahun bekerja di Lokasari Square. Suasana di Lokasari kini tak sesemarak dulu. Cenderung muram bahkan.

“Kebanyakan toko tutup gara-gara pengunjungnya sepi. Kalau ada diskotek pasti ramai, tapi kalau enggak ada diskotek pasti hancur,” ujarnya kepada VICE, yang malam itu datang mencari bisnis kuliner yang tidak terimbas penutupan Mille’s. Aku, ditemani satu kawan, justru ingin membuktikan kabar, bahwa penutupan diskotek menyadarkan publik bahwa Lokasari tidak sekadar identik dengan segala tabu dan lucah, macam narkotika, dunia malam, dan seks. Lokasari, hasil ngobrol dengan beberapa pecinta kuliner, melahirkan pula restoran-restoran Hakka patut dikunjungi di seantero Jakarta. Mencicipi semangkuk kuah ma lak, sajian khas Hakka yang juga cocok jadi penangkal basian, adalah buruanku malam itu.

Sejujurnya, masakan Cina secara umum, apalagi ma lak, bukan jadi pilihan favoritku. Tradisi masakan Cina daratan meninggalkan trauma buatku lima tahun lalu, saat berkunjung ke Chongqing. Sebagai orang Indonesia yang tumbuh besar dengan makanan pedas dengan rasa kaya rempah, aku sempat jumawa bisa menaklukkan kuliner Tiongkok. Ternyata aku menemukan batas pedas yang bisa dikecap lidah: sichuan pepper atau yang dikenal dengan sebutan “ma lak” di Tanah Air. Pertama kali melihatnya, aku membatin, “ah elah cuma kuah dikasih biji ketumbar!”

Rasa jumawa itu dalam sekejap kusesali. Biji itu terkunyah dan membuat sensasi macam disetrum tasser di lidahmu sendiri. Efeknya lidah kelu. Kau sulit makan, bahkan agak gagu, hingga beberapa jam ke depan.

Malam itu, aku ingin melawan rasa trauma. Aku harus mencicipi kuah ma lak lagi. Hari mulai gelap saat kami berdua masuk ke restoran Cina bernama Mao Jia Wan Wei Xiang di tengah kawasan Lokasari. Aku memesan semangkuk “kecil” bubur udang yang tentunya tidak kecil ukurannya bagi kami berdua. Manajer restoran sedang rapat dengan bos besarnya, sementara para pegawai menolak untuk ditanya-tanya. Soal rasa, yah bolehlah di atas rata-rata, meski kayaknya enggak perlu juga jauh-jauh ke Lokasari untuk mendapat hidangan serupa yang enaknya mirip di kawasan lain Jakarta.

1542963664990-DSC03693
Berbagai bumbu, sambal, dan taburan untuk ditumpahkan ke dalam hotpot ataupun bubur.
1542963693086-DSC03711
Hotpot di restoran Hua Shen.

Di restoran pertama ini, aku tidak menemukan menu hotpot dengan kuah ma lak. Kami memutuskan beranjak. Berjarak sepelemparan batu, nampak sebuah restoran hotpot yang antreannya panjang luar biasa di ujung komplek Lokasari. Tapi aku sedang malas menunggu lama-lama. Kuputuskan masuk ke restoran steamboat bernama Hua Shen, persis di samping tempat aku makan bubur. Melihat wujud restorannya, aku yakin harga makanannya tidak murah.

Bagian dalam restoran itu terdiri atas meja besar-besar, beberapa di antaranya adalah ruangan privat dengan sekat-sekat. Awalnya aku sempat berpikir visualisasinya begitu mirip stereotipe restoran Cina dalam film laga Hong Kong, di mana para gangster biasa menggelar rapat atau berpesta pora di lantai bawah tanahnya.


Tonton dokumenter VICE soal sejarah migrasi roti canai dari India ke peranakan Tamil di Sumatra:


Kesan gangster di Lokasari ini ternyata punya sejarah panjang. Mari sedikit kilas balik. Lokasari sejak era Hindia Belanda sudah lekat dengan reputasi lokasi hiburan dan senang-senang. Sejarawan JJ Rizal yang mengelola penerbitan Komunitas Bambu menyebut area Lokasari pada dekade 1930-an disebut Prinsen Park. Area ini dihuni banyak pemain teater, pelopor industri perfilman nasional Indonesia setelah merdeka. JJ Rizal menyebut baru pada era kejayaan Orde Baru pertengahan tahun 80-an, area Lokasari beralih dari tempat hiburan dalam konteks kesenian panggung macam ‘komedi stambul’, menjadi hiburan yang bersifat gemerlap bahkan tak jarang seksual.

Jika Amerika punya Hollywood dan India punya Bollywood, maka Indonesia pada era setelah kemerdekaan sempat punya Tangkiwood. Nama tersebut berasal dari Kampung Tangki di gang dekat Lokasari. JJ menyebut, kampung Tangki amat karismatik dan misterius lantaran para penghuninya, yang kebanyakan seniman teater kondang, dulu tak pernah keluar kampung dan tertutup.

Ali Sadikin, gubernur legendaris DKI Jakarta, sempat mencoba menyelamatkan kawasan budaya ini saat memerintah. Namun di era 1960-an, masyarakat sudah tak berminat nonton komedi stambul. Akhirnya Ali Sadikin mengubah kawasan Mangga Besar, termasuk Lokasari, jadi pusat perjudian legal. Maraknya rumah judi membuka jalan untuk tumbuhnya diskotek macam Mille’s Club dua dekade setelah kepemimpinannya.

1542965459805-2
Orang-orang kegirangan menonton pertandingan sepakbola yang disiarkan di televisi salah satu bar Lokasari. Foto oleh John Navid

“Lokasari adalah keriaan yang mengalami kemerosotan dan sedang mencari bentuknya yang baru. Percobaan-percobaan untuk mencari bentuknya yang baru itu sebenarnya gambaran bagaimana Lokasari mencari posisi masa lalunya saat jaya di zaman yang baru. Posisi itu tidak pernah ajeg,” ujar JJ Rizal kepada VICE.

Kini, Mille’s sudah tutup, akankah sepiring kuah ma lak yang sedari tadi kucari bisa menyelamatkan Lokasari dari kemerosotan baru?

Di restoran Hua Shen yang berdiri sejak 2005, aku disambut Firmansyah, sang manajer restoran. Ia bekerja di sana sejak 2008. Sesuai dugaan, restoran ini punya hidangan ma lak.

Firman merekomendasikan kuah kombinasi yang terdiri dari kuah Cia Po, isinya rempah-rempah rasa gurih dan kuah ma lak diimbuhi sichuan pepper. Untuk lauk, kami memilih beberapa rekomendasi utama seperti sayuran yang terdiri dari sayuran hijau dan jamur-jamuran, akar teratai yang renyah dan enak, i phiau alias perut ikan yang kenyal dan gurih, kembang tahu, tahu es, dan udang hidup.

“Kata orang sih [makan udang hidup] agak sedikit sadis ya, tapi justru itu yang membuat udangnya segar sekali,” kata Firman, tertawa kecil, sambil mengajariku cara memasukkan satu per satu udang yang masih bergerak lincah itu ke dalam kuah panas ma lak. Aku membayangkan udang itu mati kelu seperti lidahku dulu.

1542964188759-DSC03497
Salon-salon di dalam kompleks Lokasari yang buka sampai dini hari.
1542965368891-1
Seorang penata rambut sedang sibuk mempercantik pelanggannya yang datang dini hari ke Lokasari. Foto oleh John Navid

Bahan-bahan lain turut aku campurkan masuk ke dalam kuah mendidih, diakhiri sayuran dan jamur. Firman memintaku mencoba dulu kuah cia po yang rasanya bukan main gurih dan menyegarkan. Kuah itu rasanya seperti kaldu ikan gurih ditambah sayuran dan rempah macam ginseng. Meskipun kuah itu yang paling enak, tapi bukan cia po bintang utamanya.

Udang yang sudah berubah menjadi warna oranye berminyak, digelontor masuk kerongkongan bersama kuah ma lak. Sichuan pepper yang mengerikan itu sengaja kugigit, tapi sayang reaksinya jauh tak sehebat saat aku makan di Chongqing. Rupanya, memang jenis ma lak di Lokasari bukan yang terlalu kuat. Kupikir keputusan koki restoran tepat. Bisa jadi pelanggan malah kapok makan kuah ma lak kalau kepedasan.

Bagian terbaik dari sajian di Hua Shen tentunya adalah kuah cia po, udang hidup yang aku bunuh di rebusan ma lak dan perut ikannya. Aku benar-benar merasa bebas dari masuk angin. Untuk makanan yang aku pesan, total harganya lebih dari Rp450 ribu, tapi itupun sangat cukup untuk makan tiga orang dengan porsi makan sedang sepertiku.

Sambil makan, aku sengaja bertanya pada Firman soal cerita miring restoran-restoran area Lokasari semasa diskotek masih berdiri. Resto-resto ini dituduh jadi tempat bandar narkoba bertukar barang. Itu sebabnya, beberapa resto ikut tutup setelah Mille’s tamat. Firman tak menampik dulu mungkin ada kegiatan transaksi narkoba di restoran-restoran Lokasari. Ia sendiri sering mendengarnya dari sesama rekan kerja. Namun sepanjang bekerja di Hua Shen, ia tak pernah menemukan tindakan kriminal terjadi di meja makan dengan mata kepalanya sendiri.

“Kami menghimbau kepada tamu untuk enggak membawa atau menggunakan obat-obatan. Tujuannya jika suatu saat terjadi penggerebekan, kita enggak dibilang sebagai tempat nongkrongnya bandar atau orang transaksi. Itu penting, soalnya enggak semua orang [yang datang ke sini] baik,” ujar Firman.

Penutupan Mille’s, menurut Firman, ternyata tidak langsung menggulung bisnis restoran Cina seperti yang ia kelola. Penurunan pengunjung sempat terjadi beberapa bulan, tapi sekarang sudah normal kembali. Bisnis restoran Cina relatif bisa bertahan akibat pelanggan reguler yang sengaja datang jauh dari tempat lain untuk menikmati masakan Hakka. Pengunjungnya kini lebih banyak keluarga atau para ekspatriat asal Tiongkok yang menggilai sajian restoran ini.

1542964621555-DSC03680
Suasana Lokasari di hari-hari kerja. Foto oleh John Navid
1542964125314-DSC03690
Foto oleh John Navid

“Kita enggak terpaku pada Milles, di luar Milles juga kan banyak club-club di luar itu, kayak Sun City. Mereka kalau selesai party gitu larinya ke mana? Ya ke daerah sini. Milles ditutup itu berdampak untuk lingkungan sini, tapi kalau lingkungan luar customer tetap ada.”

Seiring perkembangan zaman, area Lokasari terus bertransformasi. Awal 2000-an, diskotek menjadi jantung kawasan tersebut. Setelah menikmati udang hidup yang lezat dalam genangan kuah ma lak, tampaknya restoran Cina mampu menjadi penyelamat Lokasari memasuki Abad 21.