Kontributor VICE menyambangi sentra pengrajin senapan di Sumedang, Jawa Barat
Semua Foto oleh penulis.
Fotografi

Menyambangi Negeri Bedil di Cipacing

Kontributor VICE menyambangi sentra pengrajin senapan di Sumedang, Jawa Barat, yang pernah tersandung masalah gara-gara memasok senjata api buat kelompok teroris.

Poster berwarna hijau kekuningan tertempel di salah satu dinding rumah itu sangat mencolok, menyambut setiap pengunjung yang datang: "STOP PEMBUATAN SENJATA API RAKITAN/ILEGAL". Sangat sulit menemui desa di Indonesia yang sampai mewanti-wanti warga agar tidak berurusan dengan senjata api.

Cipacing adalah pengecualian. Desa di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat ini adalah lokasi ternama industri senapan angin rumahan terbesar di Tanah Air.

Iklan

Senapan atau pistol dengan peluru tajam sulit diperoleh di Indonesia, karena sipil yang memilikinya harus bergabung dalam Persatuan Penembak Indonesia (Perbakin). Tapi aturan relatif lebih longgar untuk senapan angin yang dipakai pemburu atau olahragawan.

Nah, poster peringatan di Cipacing terpaksa dipasang, karena sebagian pengrajin pernah berurusan dengan Detasemen Khusus Antiteror 88. Pengrajin dituding aparat memasok senjata rakitan untuk jaringan teroris, tepatnya jenis revolver kaliber 9mm. Penggerebekan polisi berlangsung beberapa kali, yang paling menghebohkan pada 2013, 2016, dan 2017. Salah satu operasi itu mencokok ketua paguyuban pengrajin senjata di Cipacing. Pembeli senjata dari Cipacing adalah utusan jaringan Abu Roban, sel teror terafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) yang sempat menyerang pos polisi di Pamulang pada 2013.

Pengrajin bernama Usep*, yang ditemui VICE, mengakui pesanan perakitan senjata api ilegal mulai marak sejak gejolak reformasi 1998. Kala itu banyak elemen sipil merasa perlu senjata untuk melindungi diri dari potensi kerusuhan. Belakangan, yang memesan pistol tersebut ternyata jaringan teroris. "Banyak pesanan dari sejumlah kelompok teroris pada awal tahun 2002," ujarnya.

Usep dan Angga*, sesama pengrajin senapan Cipacing, tidak teliti memilah pembeli. Ketidaktelitian itu terpaksa dibayar mahal. Mereka merasakan dinginnya lantai penjara selama tiga tahun karena dinyatakan pengadilan membantu jaringan teroris.

Iklan

Sebelum beranjak lebih jauh, pertanyaan ini rasanya perlu diajukan: bagaimana sih awalnya bisnis pembuatan senapan angin berkembang di pelosok Sumedang?

1557673518511-cipacing-41

Jawaban terbaik bisa kita dapatkan dari Dedi. Lelaki 55 tahun ini merupakan generasi ketiga di keluarganya yang menggeluti profesi pengrajin senapan angin. Desa ini sejak lama dihuni pandai besi. Nah, pada 1890-an, pemerintah kolonial sering meminta tolong leluhur warga Cipacing untuk mereparasi bedil militer Belanda. Khususnya jenis Steyr (produksi Austria) atau SigSauer.

Sering mereparasi senapan membuat pengrajin Cipacing lambat laun mampu menciptakan senapan angin. Khususnya jenis "dorlok", yaitu senjata api laras panjang yang hanya memuat satu butir peluru dan bila telah digunakan harus dibersihkan, dengan dicolok bagian larasnya menggunakan besi panjang.

Keluarga Dedi sendiri memiliki spesialisasi menghasilkan senapan angin laras panjang dan pendek berbahan baku baja. Sang ayah, Soemardja menemukan teknik pembuatan laras senapan angin berbentuk spiral menggunakan baja. Oleh ayahnya, Dedi lantas diminta menekuni produksi senapan tersebut, setelah lulus Sekolah Menengah Kejuruan pada dekade 1970-an.

1557672574261-cipacing-14

Setelah Indonesia merdeka, Cipacing semakin berjaya sebagai tempat pembuatan senapan angin. Selama kurun 1980-an, semua anak muda memilih bisnis pembuatan senapan. "Ketika itu warga sampai punya istilah 'artos milari bedil', atau 'uang mencari senapan' saking banyaknya pesanan senapan angin dari seluruh Indonesia," kata Dedi.

Iklan

Karena profesi pengrajin senapan angin dianggap prestise, tak sedikit orang tua dari luar Cipacing sengaja mencari pengrajin bedil untuk dijodohkan dengan anak perempuannya.

Tipe yang paling laris dulu adalah senapan angin jenis per atau pegas,sampai identik dengan Cipacing. Harganya dibanderol Rp300 ribuan. Lambat laun, senapan jenis lain turut diproduksi. Termasuk senapan angin jenis PCP yang bisa melontarkan proyektil kaliber 4.5mm.

1557673379995-cipacing-43

Semasa Orde Baru, pejabat militer dan politikus rutin memesan senapan angin 'made in Cipacing'. Beberapa pelanggan setia misalnya Panglima ABRI Edi Sudrajat, Mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, serta mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto yang sempat memesan hingga 500 pucuk senapan angin untuk dipakai latihan menembak atau dibagikan pada koleganya.

Sayang, masa-masa jaya itu rusak akibat keputusan pengrajin yang tergoda bisnis senjata api rakitan ilegal. Keterkaitan dengan jaringan teror juga membuat penjualan senjata melorot hingga 70 persen.

Walau muncul berbagai tantangan, Cipacing tak ambruk sampai sekarang. Pelan-pelan pengrajin memperbaiki reputasi.

Usep tak ingin lagi mengulang kesalahan di masa lalu. Dia kini hanya mau menerima pesanan senapan angin untuk olahraga dan penghobi. Dia ogah dikaitkan dengan jaringan teror.

"Saya kapok bikin-bikin lagi senpi [ilegal]," ujarnya, "mending [usaha] yang lurus-lurus aja deh."

*sebagian nama narasumber disamarkan untuk melindungi privasinya

1557674082310-cipacing-09
1557673762185-cipacing-07
1557673581290-cipacing-13
1557673655947-cipacing-32