Beberapa tahun lalu Irman Ahmed dari XL Recordings siaran live di NTS Radio. Dengan pengalaman dan ketajamannya menemukan musisi-musisi baru di luar arus utama, A&R label ternama itu mengurasi siaran radio bulanan untuk memainkan musik-musik baru yang tengah digemari Ahmed. “Pekerjaan saya di label adalah menemukan generasi artis baru yang sama bertalenta dan menariknya seperti roster-roster XL Recording di masa lalu,” kata Ahmed dalam pembukaan siarannya.
“Maksud saya musisi-musisi seperti King Krule, Radiohead dan Jai Paul..siaran yang saya lakoni sebulan sekali ini adalah semacam perwujudan dari pencarian saya itu—isinya adalah lagu-lagu keren yang sedang saya gandrungi.”
Videos by VICE
Sambil ngoceh di atas editan track calon musisi ternama macam Sega Bodega dan Mal Devisa, Ahmed menyuguhkan track-track hip-hop sarat suara synthesizer hingga komposisi dengan bassline yang manis sampai akhirnya dia sampai ke track terbaru milik produser Inggris Ross From Friend “Talk to Me You’ll Understand.”
Di antara temuan-temuan Ahmed, track terakhir disebut adalah sebuah anomali. Jika track-track lainnya kemungkinan besar belum pernah didengar oleh pendengar siaran radio Ahmed, “Talk To Me You’ll Understand” adalah sebuah hit. Jadi, kedengaran agak aneh saat Ahmed memperkenalkannya sebagai sebuah track anyar. Biasanya, pengakuan dari tastemaker sekelas Ahmed keluar lebih dulu sebelum sebuah track tersebut menjadi viral. Namun, jalan berbeda yang ditempuh track ini bisa jadi menandai perubahan cara internet memengaruhi penemuan karya-karya baru genre dance.
Selama setahun lalu, istilah lo-fi house nyaris selalu diidentikan dengan sound yang gritty. Prakteknya, sound-sound lo-fi house punya penekanan berlebih pada bass dan namun dibangun dari suara synth dan sampel sederhana. Dengan bermodal range EQ dan desis khas pemutar kaset, musisi semisal Ross From Friends, DJ Boring, DJ Seinfeld, dan lainnya berhasil menarik perhatian kalangan pecinta musik.
Produser-produser generasi baru itu menyingkirkan sound-sound house kekinian dengan paduan sound yang baru, meski digali dari masa lalu. Dengan seventh-chords pad dan sound kick kencang yang menenggelamkan sound lainnya, track-track seperti “Talk to Me You’ll Understand” langsung menyentuh jantung genre bernama house, menumpukan detail-detail dance music dalam racikan sound rumit yang terasa segar seperti rilisan Trax Records pada masa skena Warehouse, Chicago, 40 tahun lalu.
Kendati mulanya dikritik sebagai gelombang house music malas-malasan dan tak melahirkan inovasi baru apapun, terminologi lo-fi house sendiri awalnya adalah guyonan antar penggemar lo-fi house itu sendiri. Seakan tahu bahwa usia genre musik yang lahir di internet umumnya pendek, produser-produser lo-fi house malas memberi sentuhan berbeda, hingga lo-fi terdengar berbeda baik dengan varian-varian musik internet atau genre-genre yang lahir dari tradisi house dan techno.
Berbeda dari katakanlah eksponen hardvapour yang bersatu di bawah payung satu label tertentu, lo-fi house justru hidup dalam sekelompok sub-genre (atau sub-sub genre?) yang terpisah. Uniknya, tiap-tiap sempalan ini lebih berusaha menciptakan groove yang paten daripada, misalnya, menjadi musisi yang mengaku-ngaku sebagai pionir lo-fi.
Pertanyaannya kemudian, dengan banyaknya sub-genre lo-fi dan miskinnya perhatian media, bagaimana ceritanya genre se-niche ini sampai terdeteksi tastemaker dari label paling besar di London?
Lahir dari sound khas label seperti L.I.E.S. and 1080p, the lo-fi house tak mengalami perubahan gaya yang signifikan hingga genre satu ini menemukan “niche”nya dalam berbagi platform close web. Kini, lo-fi house kerap diasosiasikan dengan outlet seperti Slav YouTube channel (yang mempopulerkan track “Winona” milik DJ Boring) dan komunitas The Overload di Reddit. Alhasil, persebaran lo-fi terkesan sangat bergantung pada perangkat seperti fitur Related Video YouTube.
Saya adalah satu orang yang merasakan. Seringkali, saya menggunakan YouTube untuk mengeksplor genre-genre antah berantah dan aneh di internet. Anehnya, saya tetap kembali sound-sound yang itu-itu saja—dalam hal ini lo-fi house—sesering apapun saya menghapus history browsing, membersihkan cache dan cookies pada browser, mengganti browser dan menggunakan akun YouTube lain. Tapi, ini yang bikin saya penasaran: apakah lo-fi cuma sebuah genre yang dipopulerkan pola algoritma rekomendasi video? Atau lebih jauh lagi, apakah YouTube dan situs sejenisnya memicu kepopuleran sebuah genre tertentu?
Sebuah makalah yang ditulis oleh pengembang Google/YouTube Paul Covington, Jay Adams, dan Emre Sargin untuk ACM Conference on Recommender Systems 2016 memaparkan bagaimana mekanisme dasar bagaimana algoritma fitur related video bekerja. Setelah YouTube meninggalkan sistem tagging yang pernah jadi dasar mekanismenya, para pengembang YouTube kini lebih mengandalkan sumber input dari “deep neural network” algoritma pembelajaran mesin..
Saat ini, algoritma fitur Related Video terdiri dari dua sistem neural network utama. Network yang pertama bekerja untuk “mengambil salah satu aktivitas pengguna YouTube sebagai sebuah input dan menggunakannya untuk mencari ratusan video dari sebuah korpus besar,” tulis ketiga pengembang tersebut.
Aktivitas YouTube yang dimaksud termasuk “ID video yang ditonton,” input pencarian video, data demografis yang diambil dari sumber yang tak disebutkan. Setelah itu, giliran neural network kedua meranking “potential match” dengan memberi skor pada pada setiap video berdasarkan fungsi objektif yang diinginkan. Dengan menggunakan “big data” yang dikumpulkan dari beragam jenis data seperti rate click-through dan durasi menonton video-video sebelumnya—serta sejumlah metrik data browsing pengguna—YouTube kemudian mengajukan sekumpulan video yang menurutnya bakal bakal disukai penggunanya.
Akan tetapi, mengapa algoritma selalu menampilkan video-video serupa? Alasannya bisa jadi karena pembelajaran-mesin membentuk apa yang orang sukai. Dengan memodelkan persentase video rekomendasi yang ditonton dan dilewati, sistem menyajikan hasil-hasil terbaru yang kiranya sesuai dengan minat penonton seluas mungkin. Orang yang tidak begitu paham suatu genre pun bisa melihat bagaimana lo-fi house bisa diterima oleh berbagai kalangan, mulai dari orang-orang yang suka genre house sejak dulu sampai generasi muda yang bosan dengan vaporwave.
Keduanya terletak pada gaya penonton yang sedang berkembang. Musik lo-fi house memungkinkan penggemar musik elektronik untuk menikmati jenis musik baru. Dari berbagai gaya dan pengaruh—seperti musik downtempo ala Ibiza sampai musik techno, synth-funk, dan new age—lo-fi house memadukan beragam gaya yang bisa dinikmati penggemar musik dance. Perpaduan ini menggambarkan bahwa berbagai penggemar musik bisa punya selera yang sama.
Internet punya peran penting di balik kesuksesan EDM, dan lo-fi house membuktikan bahwa musik ini bisa menjadi genre pertama yang populer berkat platform penyebar musiknya. Pembelajaran mesin yang semakin canggih memudahkan kita untuk menemukan musik baru. Lo-fi house menetapkan bagaimana musik bisa nge-hits di internet: video akan terus berputar karena autoplay, dan pola algoritma yang mendorong kepopuleran suatu lagu mulai membawa perubahan bagi industri musik. Kita hanya perlu mengejar ketertinggalan saja sekarang.
Artikel ini pertama kali tayang di THUMP