Peretasan

Hacker Dipenjara 80 Tahun, Terlibat Spionase Nekat Bocorkan Alat Peretas CIA

Salah satu materi yang dibocorkan Joshua Schulte, mantan software engineer yang mengembangkan alat peretasan untuk CIA, mengungkap cara badan intelijen AS menyadap gawai penduduk.
joshua-schulte
joshua-schulte pembocor alat peretas CIA divonis penjara 80 tahun di amerika serikat

Mantan engineer perangkat lunak CIA, Joshua Schulte, divonis bersalah pada Rabu, 13 Juli 2022, atas tuduhan pencurian informasi rahasia milik badan intelijen Amerika Serikat dan membocorkannya ke WikiLeaks. Berdasarkan laporan New York Times, pengadilan Manhattan menghukumnya atas sembilan dakwaan yang diajukan terhadapnya.

Iklan

Schulte terancam menjalani hukuman hingga 80 tahun penjara lantaran terlibat dalam kasus Vault 7 lebih dari lima tahun lalu, yang tercatat sebagai insiden kebocoran data terbesar sepanjang sejarah CIA.

Jaksa Damian Williams menyebutnya “tindakan espionase paling nekat dan merugikan dalam sejarah Amerika” karena telah membocorkan “alat intelijen negara yang paling penting kepada publik dan juga musuh negara.”

Kasus ini mulai terungkap setelah WikiLeaks mempublikasikan ribuan dokumen dan kode sumber yang menyusun program peretasan milik CIA. Sebelum keluar dari tempat kerjanya pada 2016, Schulte bertanggung jawab mengembangkan alat peretas yang nantinya digunakan CIA untuk memata-matai target.

Materi yang bocor termasuk kerentanan perangkat lunak yang memungkinkan badan intelijen menyadap ponsel cerdas, komputer hingga Samsung smart TV. WikiLeaks awalnya menahan informasi yang diterima, dan akan memberi peringatan kepada perusahaan yang bersangkutan tentang bug tersebut. Namun, WikiLeaks tak kunjung menepati janjinya, lalu menerbitkan beberapa dokumennya

Iklan

Sean Roche, yang menjabat Wakil Direktur CIA untuk divisi Inovasi Digital saat Schulte masih bekerja di sana, mengecam keras tindakan mantan koleganya. Dia menyebut insidennya bagaikan “Pearl Harbor digital”. Menurutnya, CIA terpaksa menghentikan sebagian besar operasinya guna mengevaluasi kerusakan yang mungkin ditimbulkan dari kebocoran data itu.

“Tindakannya sontak merusak hubungan yang telah terjalin dengan lembaga pemerintahan lain, serta mitra asing penting yang telah mempertaruhkan banyak hal untuk membantu kami. Peristiwa ini telah membahayakan seluruh staf dan fasilitas kami, baik di dalam maupun luar negeri,” tandas Roche saat memberi kesaksian.

Kepada New Yorker, mantan rekan kerja Schulte menuduh ia melakukan tindakan tercela itu karena dendam dan merasa telah diperlakukan dengan buruk di tempat kerjanya.

Saat ini, Schulte sedang menghadapi tuntutan lain. Dia masih menunggu putusan pengadilan terkait kepemilikan materi eksploitasi anak, yang dilaporkan ditemukan dalam laptopnya saat razia.