Bahasa

Tips Supaya Kita Bisa Mengumpat Secara Cerdas Saat di Rumah Bareng Ortu

Males kan, udah gede masih dibentak mama gara-gara makian. Pakai cara-cara ini, apabila mulut kalian terlanjur kotor supaya tetap aman selama masa #DiRumahAja.
Mengumpat di Depan Ayah Ibu Ketika Sedang Karantina di Rumah Akibat Corona
Ilustrasi mengumpat via akun Flickr 2il org/ lisensi CC 2.0

Buat kamu yang hobinya mengumpat di segala suasana, sangat mungkin masa isolasi corona cenderung membuatmu lebih jarang mengumpat. Apalagi bagi yang serumah bareng orang tua. Duh, hasrat memaki-maki dan berkata kasar harus dibendung meski sedang sulit.

Kalau kamu peka sama suasana dan bisa mengendalikan kapan waktu mengumpat yang pas, bagus. Tapi, kalau ada di antara kalian yang ingin berhenti jadi penyebar kata-kata kotor tapi bingung caranya, tenang, VICE punya solusi. Tentu saja, solusi kami mengacu pada studi ilmiah yang udah teruji.

Iklan

Adalah Richard Stephens, dosen psikologi di Keele University di Inggris dan penulis buku Black Sheep: The Hidden Benefits of Being Bad, yang akan kita pakai caranya sebagai panduan berhenti mengumpat. Kalau dipraktikkan secara benar, niscaya setelah isolasi diri, kamu akan berubah menjadi insan yang halus tutur katanya dan lembut budi pekertinya.

Stephens bilang cara berlatih berhenti mengumpat ada dua, dan gampang banget. Pertama, saat merasa ingin memaki, segera pelesetin kata makian tersebut dengan kata-kata yang lebih halus. Richard mencontohkannya dengan melesetin “fucking” menjadi “flipping”. Kalau di Indonesia, ketika hasrat ingin berkata “bangsat” timbul, coba segera diganti dengan kata “bangbros” misalnya. Lebih halus dan menggairahkan. Ya, kira-kira begitu.

Atau cara kedua, patrikan dalam diri untuk mengubah semua umpatan dengan kata lain. Berbeda dari cara pertama, cara ini bukan dengan mengubah makian saat hendak dikeluarkan, tapi lebih kepada menanamkan dalam diri bahwa hanya ada satu frasa spesifik yang akan kita ucapkan kalau lagi pengin ngumpat. Frasa “saus tartar” dalam kartun SpongeBob SquarePants mungkin contoh yang tepat.

Tapi, sebesar apa pun cita-cita kita untuk berhenti mengumpat, sebenarnya aktivitas ini punya banyak manfaat loh. Jadi, enggak apa-apa juga kalau hobi ini masih mau disimpan.

Stephens pernah meneliti efek positif mengumpat bagi manusia. Jadi, doi ngetes teorinya ini dengan meminta dua kelompok manusia memegang air beku. Ketika muncul rasa nyeri akibat suhu yang terlampau dingin, kelompok pertama diperbolehkan mengumpat, sedangkan kelompok kedua enggak boleh.

Iklan

Hasil penelitian: mereka yang mengumpat terbukti dapat menahan rasa nyeri kedinginan lebih lama dari mereka yang enggak ngomong kotor. Lalu, rasa sakitnya juga cenderung lebih ringan.

Hal ini menunjukkan bahwa mengumpat menghasilkan penghilang rasa sakit alami bernama stress-induced analgesia. Jadi, kalau pas di rumah kamu tertangkap basah sedang mengumpat sama ortu, bilang aja "Maaf, Pa, aku lagi mencoba memproduksi analgesia." Terdengar keren dan ilmiah sekali, bukan?

Bahkan, psikiater Inggris Neel Burton mengatakan, memaki berdampak langsung pada kesehatan tubuh. "Manfaat kesehatan dari mengumpat meliputi peningkatan sirkulasi, endorfin, serta memberikan ketenangan, kontrol, dan kesejahteraan diri," kata Burton dikutip National Geographic.

Untuk meyakinkan bahwa mengumpat tidak seburuk itu, mari kita tutup tulisan dengan pendapat dosen ilmu kognitif University of California Dr. Benjamin K. Bergen: "Seorang anak berpikir bahwa F-word adalah kata yang buruk karena selama dia tumbuh, dia dikasih tahunya kayak gitu. Jadi, kata-kata kasar itu sebenernya konstruksi sosial yang dilestarikan aja," ujar Dr. Bergen kepada The New York Times.

Agak filosofis memang jawabannya, ya namanya juga dosen.