Jepang

Jepang Turunkan Syarat Usia Minimal Jadi Bintang Film Porno, Muncul Banyak Kritik

Anak remaja dikhawatirkan semakin rentan menjadi korban eksploitasi seksual akibat keputusan pemerintah Jepang turunkan standar usia dewasa untuk bekerja.
jepang, pornografi, remaja, usia dewasa, eksploitasi seksual
Pemeran film dewasa Jepang Saori Hara (dua dari kanan) dan Hiro Hayana (tengah) mendengar arahan sutradara. Foto: Ed Jones/AFP via Getty Images

Pada awal April, pemerintah Jepang resmi menurunkan usia dewasa dari 20 menjadi 18 tahun. Keputusan ini diambil dengan tujuan merevitalisasi angkatan kerja negara tersebut.

Dengan demikian, warga Jepang yang telah menginjak usia 18 dapat menyewa tempat tinggal dan menandatangani kontrak resmi tanpa ada persetujuan dari orang tua. Mereka bahkan bisa terjun ke industri pornografi meski baru beranjak dewasa.

Iklan

Di Jepang, usia minimal seseorang boleh melakukan hubungan seksual adalah 13 tahun, menjadikannya syarat usia paling muda di dunia. Namun, hanya orang-orang berusia di atas 18 yang diizinkan menjadi bintang porno, mengikuti standar internasional yang melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual.

Selama ini, Jepang memberi perlindungan tambahan bagi warga yang berusia 18 ke atas, tapi belum memasuki usia dewasa, dalam hal pornografi. Mereka baru bisa akting film dewasa setelah mendapat izin orang tua. Kontraknya pun bisa dicabut kapan saja, dan mereka berhak meminta videonya dihapus. Kebijakan tersebut tak lagi berlaku bagi hampir 2,4 juta orang dewasa muda di Negeri Sakura, karena sekarang mereka dianggap sudah dewasa.

Sejumlah aktivis dan pejabat negara menyatakan penurunan syarat usia dewasa ini rawan disalahgunakan. Ada kekhawatiran anak remaja berusia 18 dan 19—beberapa di antaranya masih SMA—dipaksa berhubungan seksual di depan kamera.

Bulan lalu, anggota DPR Ayaka Shiomura mendesak rekan kerjanya untuk meningkatkan perlindungan terhadap orang dewasa muda yang rentan menjadi korban eksploitasi industri pornografi. Akan tetapi, anggota parlemen yang kebanyakan laki-laki malah mentertawakan usulannya.

Kelompok pembela HAM juga telah menuntut pemerintah tetap memberlakukan perlindungan tambahan untuk kelompok usia 18-19 tahun. Sepekan sebelum Jepang mengubah syarat usia dewasa, para pengacara dan pemimpin organisasi nirlaba mengumpulkan hampir 40.000 tanda tangan dalam petisi yang menyerukan dipertahankannya kebijakan tersebut. Banyak pekerja seks dan mantan bintang porno yang menandatangani petisi tersebut.

Iklan

Pada akhir Maret, YouTube Aroma Kurumin menghadiri sebuah rapat parlemen dan menceritakan pengalamannya dipaksa memerankan film dewasa. Dia menerima tawaran syuting video klip saat masih kuliah. Sesampainya di lokasi syuting, kru malah memaksa Kurumin menanggalkan pakaian dan berakting. Dia tak ingin orang lain merasakan pengalaman traumatis seperti dirinya. Itulah mengapa dia mendukung diberikannya perlindungan tambahan bagi warga berusia 18-19.

“Pengalaman ini meninggalkan luka yang mendalam,” tuturnya dalam rapat DPR.

Bintang porno Ginji Sagawa (kiri) dan Karin Itsuki. Foto: Yoshikazu Tsuno/AFP via Getty Images

Bintang porno Ginji Sagawa (kiri) dan Karin Itsuki. Foto: Yoshikazu Tsuno/AFP via Getty Images

Ironisnya, para pelaku industri pornografi Jepang membeberkan, kebijakan tersebut tak ada manfaatnya.

Shiho Miyazaki menyelami dunia pornografi sejak 2004, saat dia baru 18 tahun. Dia tidak diminta menunjukkan persetujuan orang tua saat menandatangani kontrak.

“Perekrut tidak secara teliti memeriksa kontrak dan izin orang tua,” katanya kepada VICE World News.

Orang tua Miyazaki baru mengetahui profesi putrinya setahun kemudian, setelah mereka tanpa sengaja menemukan naskah film dewasa di kamar tidurnya. Ayah ibu memintanya berhenti, tapi dia memilih melanjutkan kariernya. Dia muncul dalam 300 video sebelum pensiun empat tahun kemudian. Miyazaki tak pernah menyesali keputusannya.

Namun, bintang porno Hana Kanno menduga perusahaan produksi kemungkinan tidak akan merekrut remaja yang baru dewasa untuk bermain dalam film porno. Alasannya murni untuk menghindari kontroversi.

Suzuki, yang berprofesi sebagai pencari bakat bintang porno, mengaku tidak menentang peraturan lebih lanjut terhadap industrinya. Yang terpenting, orang menyadari penuh tindakan dan keputusan mereka. Lelaki berusia 40-an itu meminta namanya diubah karena tidak mau keluarga tahu pekerjaan aslinya.

“Tak peduli berapa umurmu, kamu berhak mendapatkan penjelasan seputar kontrak yang akan ditandatangani. Kamu berhak mendapat perlindungan jika telah ditipu,” tegasnya.

Follow Hanako Montgomery di Twitter dan Instagram.