Beberapa tahun silam, saya mewawancarai Tom DeLonge selepas manggung bareng Angels and Airwave. Hari itu, Tom sepertinya niat banget pengin ngasih tahu kalau salah satu pengaruh terbesar dalam musiknya adalah skena (maaf ya saya enggak pakai kata kancah, abis kaku sih) mod dekade 70, The Jam dan segala simbolisme esoterik yang melingkupi gerakan mod. Ini jelas bikin saya kaget.
Maksudnya, ini Tom DeLonge loh yang ngomong, orang dulu doyan banget ngeluarin becandaan tentang kontol. Kok bisa-bisanya dia ngaku terpengaruh The Jam. saking kagetnya, saya sampai mati-matian menahan diri ngebalas pernyataan Tom DeLonge dengan bilang “Kayaknya enggak deh, kamu kan sering bikin joke tentang titit di blink-182. Terus, kamu gede ngedengerin NOFX. kita semua lihat dan tahu kok.”
Untungnya, saya mafhum. Tom cuma pengen kelihatan lebih keren dari NOFX. Ya gapapa sih. Namanya juga manusia. Saya juga mau kelihatan keren pas diwawancara. Dan, dalam kasus Tom, eks vokalis blink-182 ini pengin terkesan sudah cool sejak lahir. Ya gapapalah. Saya ngerti kok. Masalahnya, dia lupa kalau saya sudah sering banget lihat bayi yang baru lahir sehingga punya satu kesimpulan: enggak ada bayi yang lahir langsung cool. Mereka lahir dalam keadaan—menurut saya sih—menjijikkan dan lemah. Jadi, intinya, dilahirkan enggak cool itu bukan sebuah dosa, ya kan?
Videos by VICE
Jadi mari kita bicara tentang hal-hal lebih berfaedah. Tom DeLonge dan ketertarikannya dengan simbolisme esoterik bisa kita lupakan dulu. Ada banyak pertanyaan yang lebih penting. Ini misalnya: mana band rock ‘90an yang lebih berpengaruh pada jagat rock dunia: Pearl Jam atau Nirvana?
Baiklah, pertanyaan ini kedengarannya goblok banget, Apalagi kalau kalian termasuk mayoritas pecinta musik yang yakin bahwa Pearl Jam adalah band rocknya om-om sementara Nirvana adalah PENYELAMAT ROCK AND ROLL!
Eh tapi sebentar deh, menurut saya, jawabannya enggak segamblang itu deh. Saya pikir ada semacam ketegangan kultural yang enggak pernah dibereskan antara album Nevermind dan Ten dan saya akan menuntaskannya hari ini.
Kendati keduanya adalah album yang maha penting, kalian pasti susah payah menemukan jurnalis atau kritikus musik yang bilang bahwa Ten punya pengaruh yang sama besarnya dengan Nevermind. Alhasil, kita dijejali kisah Nevermind jauh lebih superior dari debut Pearl jam. Saking saktinya, album kedua Nirvana bikin genre hair metal gulung tikar dan bikin rock bertaji lagi.
Itu pandangan yang umum di luar sana. Hanya saja, saya mulai berpikir sebaliknya. Enggak berapa lama lalu, dalam sebuah pesta, saya mati-matian berargumen kalau Nirvana itu cuma dapat kredit sebagai penyelamat rock n roll (dari hair metal yang mulai kelewat konyol) padahal yang kerja banting tulang adalah Eddie Vedder Cs. Biar adil dan biar kayak jurnalis musik betulan, saya mencoba mendekati masalah ini dengan kaidah jurnalistik yang benar. Saya menyelami data mentah tentang hasil penjualan dan semacamnya. Harapannya saya bisa memberikan jawaban yang berisi dan mantap tentang pertanyaan yang menghantui jurnalis musik, anak grunge hingga bapak-bapak setengah baya yang masih senang pakai kaos Yield.
Saya mulai dengan membuka Wikipedia dan Billboard.com untuk melakukan riset kecil-kecilan. Benar saja, angka-angka yang saya temukan di sana menabalkan pendapat saya: Pearl Jam lah yang membunuh genre busuk bernama hair metal dan mengubah musik rock di radio selama-lamaanya. Nirvana? Mereka mah cuma dianggap band yang lebih keren doang padahal pengaruhnya di bawah Pearl Jam.
Nah, sebelum kalian pikir tulisan ini bias Pearl Jam, full disclosure nih ya: bagi saya Nirvana dan Pearl Jam adalah band yang keren dan saya bukan fan keduanya. Saya hafal mati lirik dan bisa nyanyi “In Bloom” atau “Black” dengan sangat baik, tapi enggak punya album Nirvana dan Pearl Jam satu pun. Udah gitu, saya juga enggak berencana beli dalam waktu dekat.
Jadi, begitu memutuskan menyelasaikan pertanyaan besar tentang popularitas Nirvana vis-a-vis Pearl Jam, saya langsung ingat betapa populernya Eddie Vedder dkk pas saya SMA sementara statusnya Nirvana paling banter jadi mainan hipster. Lalu, saya buka Billboard dan angka penjualan di sana membuktikan bahwa, dari awal, Pearl Jam jauh lebih terkenal dari Nirvana dan BOOM! Beres sudah tugas saya bikin tulisan musik yang sesuai dengan kaidah jurnalisme.
Tapi masa gitu doang. Lanjut nih ya.
Nevermind dan Ten sama-sama dirilis pada tahun ajaran sekolah 1991-92 dan tak satupun dari kedua album ini langsung nangkring di posisi puncak billboard. Hampir enggak ada yang berubah sampai pada 1992, Nevermind berhasil menggeser posisi album Dangerous, milik seorang penyanyi R&B yang enggak terkenal-terkenal amat bernama Michael Jackson dan jadi album nomor satu Billboard.
Sepanjang 1992, Nevermind bakal kehilangan posisi pertama Billboard dan merebutnya kembali beberapa kali seiring dirilisnya single-single dalam album ini seperti “Smells Like Teen Something,” “Lithium,” “In Bloom” (jangan lupa saya hafal mati lagu!) dan… oh iya, “Come As You Are.” Nevermind enggak menempati posisi puncak selama album Garth Brooks Ropin’ the Wind. Tapi, tetap saja, Nevermind cukup lama bersarang di sana. Tambahin lagi, pada 1999, Nevermind diganjar anugrah Diamond (ARTINYA TERJUAL SEBANYAK 10 JUTA KOPI) dan “mengubah dunia.” Ya iyalah, gimana enggak laris dan mengubah dunia, wong Nevermind adalah satu-satunya cara kita beli gambar titit bayi tiga bulan tanpa melanggar hukum dan disangka pedofil!
Bandingkan dengan Ten, yang enggak pernah nangkring di posisi pertama, harus puas disebut sebagai album grunge paling keren nomor dua sepanjang sejarah. Padahal kalau dilihat, album ini kurang single gimana coba. Hampir semua track di album ini jadi single. Cuma memang, hanya “Alive,” “Jeremy,” dan “Even Flow” yang jadi hits. Apa Ten diganjar diamond? jelas, tapi baru tahun 2013. Pun, lagu ini enggak punya gambar titit bayi. Yang ada cuma gambar lima mas-mas gondrong dengan sepatu-sepatu yang kelihatan konyol sedang melakukan high-five di depan tulisan “Pearl Jam”, pokoknya jelek dan enggak seseram cover Nevermind. Dari sini, pertarungan sepertinya bakal dimenangkan dengan telak oleh mas-mas depresif dan kawan-kawannya dari Aberdeen.
SAYANGNYA ENGGAK!
KOK BISA. YA BISALAH!
Gini deh, kamu pernah dengar radio selama 24 tahun? Pernah enggak? Terus, pernah enggak dengar lagu yang nyetelin musik country selama 20 tahun terakhir? Kalau pernah, kamu pasti merinding mendengar pengaruh Pearl Jam yang begitu besar. Saya ingat dulu waktu kecil dan pertama kali melihat videoklip “Alive,” saya kaget dan bilang “Wanjir, belum pernah ada nih yang nyanyi kayak gini!” Lalu bulan September 1992, cuma 13 bulan setelah Ten dirilis, Stone Temple Pilots melepas album Core dan single pertamanya— kelak diganjar platinum—dibangun di atas cara nyanyi Scott Weiland yang nyontek abis eraman Vedder.
Parahnya lagi, STP bukan satu-satunya band yang “meminjam” cara nyanyi yang ditemukan—atau setidaknya dipopulerkan—Vedder. Hampir semua samua band rock radio, dari Collective Soul, The Calling, Creed, Lifehouse, Repvblik, Nugie Nickelback hingga band yang punya macam Metallica, tanpa malu jadi epigon Eddie Vedder. Sekarang, di tahun 2017, pengaruh Eddie Vedder menyebar hampir ke semua genre dan jadi bagian wajib dari lagu-lagu rock cupu yang diputar di radio. Kalau dipikir-pikir, ini adalah warisan yang sangat besar dari sebuah band yang punya niat baik, berusaha dekat dengan fan dan agak membenci popularitas macam Pearl Jam.
Sekarang coba pikir lagi deh, siapa yang nyanyi kayak Kurt Cobain? Jawabannya “hampir enggak ada.” faktanya, Nirvana adalah band yang terlalu aneh buat ditiru dan jadi influence band setelahnya. Tentu saja, banyak yang mencatut Nirvana sebagai pengaruh musik mereka, tapi, seperti Tom DeLonge, mereka cuma pengin kelihatan keren. Mau bukti? Masih ingat Bush—band Inggris yang lebih milih jadi band grunge daripada britpop? Bush adalah epigon Nirvana paling niat (maaf ya Silverchair). Mereka mati-matian pengen kedengaran kayak Nirvana dan hasilnya mereka kedengaran kayak…Bush.
Permasalahannya ada di tenggorokan Gavin Rossdale yang enggak bisa bikin suara parau tapi soulful macam Kurt Cobain. Malah, sekeras apa juga usaha Gavin agar terdengar kayak Cobain, dia malah kedengaran seperti teman satu angkatan Cobain. Coba simak lagu-lagu Bush, pasti kamu dengar Gavin nyanyi kayak orang ngeden dan sering ngumbar timbre saat berteriak “Yeaahhhhh!”
Jadi, Mas Gavin, kalau situ bilang Nirvana adalah influence utama bandmu, tapi orang enggak bisa menemukan jejak-jejak Kurt Cobain di lagu-lagu Bush, kamu sebenarnya sedang ngebo’ong biar kelihatan keren. Atau, seperti orang lain, kamu mulanya memang nyoba jadi Kurt Cobain, tapi di tengah jalan sadar kalau nyanyi kayak Kurt Cobain lebih gampang. Ngaku saja Mas, situ enggak sendirian kok. Dan kenyataan bahwa ada ribuan epigon dirinya di luar sana pasti bikin Eddie Vedder senang.
Harus diakui kalau mantan peselancar ini bisa nyolong eraman ala King Buzzo dari The Melvins dan mengubahnya agar lebih komersil dan baru (jangan lupa ya, The Melvins itu band kesayangan Cobain.) Lantas, dalam prosesnya, Vedder mengubah suara modern rock n roll selamanya. Cobain memainkan musik pop yang rusak, hancur lagi agresif yang sesuai dengan semangat zaman dengan alasan yang keren pula. Sayangnya, cuma dia yang bisa bernyanyi seperti itu.
Lebih dari itu, nama Pearl Jam enggak akan hilang dari percaturan budaya pop dalam waktu dekat. Wong mereka masih rajin tur dengan setlist panjang mirip Grateful Dead. Nirvana, sebaliknya, bakal dikenang selamanya sebagai band keren dari dekade ‘90an dan kita lah yang membantu Cobain sampai ke posisi itu.
Akuilah, kalian beli Nirvana karena dari dalam sanubari kalian tahu album ini keren dan penting dalam sejarah musik. Namun, di dalam nadi kalian, sebenarnya mengalir kecintaan kalian pada musik classic rock yang menyaru jadi grunge buatan Pearl Jam. Lalu, setelah Cobain ditemukan bunuh diri di satu hari naas di bulan April 1994, kalian tahu diam-diam kalian mencintai Pearl Jam.
Dan, kalian pasti pernah nyanyi kayak Vedder kalau lagi sendirian. Ayo ngaku aja lah. Enggak usahlah boong kayak Tom DeLonge.
Brendan Kelly adalah salah satu anggota The Lawrence Arms, sebuah band yang terpengaruh Temple of the Dog (tapi, tentu saja, boong). Bisa diajak ngobrol di Twitter – @badsandwich