Makin Banyak Influencer TikTok Dituding Menipu Penggemar yang Masih Remaja

Makin Banyak Influencer TikTok Dituding Menipu Penggemar yang Masih Remaja

Hanya dalam kurun kurnag dari empat tahun, aplikasi berbagi video lipsync TikTok sukses meraup 500 juta pengguna aktif di seluruh dunia. Sama seperti Facebook dan Snapchat, jejaring sosial yang semakin membesar pasti bakal diterpa kontroversi. Hasil investigasi terbaru BBC menunjukkan indikasi buruk tersebut. Ditengarai banyak influencer TikTok mengelabui penontonnya yang masih remaja, demi memperoleh “hadiah virtual”. Mereka berjanji akan menyampaikan salam (seperti penyiar radio) atau membagi nomor hp lewat DM kepada para penggemar yang memberi hadiah. Berdasarkan laporan BBC, semua itu cuma akal bulus. Banyak influencer yang tidak menepati janji.

Pengguna TikTok yang sedang menonton siaran langsung idolanya memang bisa menghadiahkan benda virtual kepada mereka. Harga hadiahnya bervariasi, mulai dari Rp10 ribu hingga Rp800 ribu. Pastinya semuanya uang orang tua mereka dong, bukan duit bocah-bocah itu sendiri. Hadiah digital ini berbentuk stiker, gif animasi, dan benda virtual yang paling mahal disebut “drama queen”. Berdasarkan laporan BBC, influencer TikTok populer mampu meraup puluhan juta Rupiah dari satu siaran langsung saja.

Videos by VICE

Sebenarnya content creator berhak menghasilkan uang di internet. Permasalahannya adalah sebagian besar pengguna TikTok masih di bawah umur. Sementara influencer memeras mereka dengan janji palsu (hmm, jadi ingat kasus YouTuber di Indonesia jual barang pemberian fans).

Menurut data yang dikumpulkan perusahaan analisis medsos Fuller, lebih dari 60 persen pengguna TikTok berusia di bawah 30 tahun. Mayoritas masih remaja, terutama duduk di SMP dan SMA. Masalah di sini bukan perkara umurnya, melainkan anak-anak ini rela menghabiskan uangnya untuk memberi hadiah buat konten kreator favorit mereka.

Masalah lain tentu saja perkara janji palsu. BBC melaporkan selama beberapa minggu, mereka memantau berbagai siaran langsung dan melihat banyak pengguna menawarkan shoutout, follow back, “duet” dan nomor hp jika penonton memberi hadiah virtual. Beberapa memang menepati janjinya, tapi tak sedikit yang ingkar. Contohnya seperti Sebastian Moy, pengguna TikTok yang diikuti 3,8 juta orang. Parahnya lagi, TikTok juga mengambil bagian dari “hadiah” ini. Beberapa influencer mengatakan jatahnya bisa sampai 50 persen dari pendapatan yang diperoleh.

Kebanyakan pengguna TikTok, di berbagai negara, masih anak-anak. Sehingga tak jelas siapa yang mesti disalahkan atas kebiasaan menghamburkan uang mereka. Batasan usia pengguna juga mulai diperdebatkan. Masalahnya semakin rumit ketika menyadari banyak dari mereka yang umurnya di bawah 13 tahun, padahal persyaratan penggunaan TikTok jelas-jelas mengatur mereka minimal harus sudah 13 tahun jika ingin membuat akun. Tahun ini, platform video tersebut didenda oleh otoritas telekomunikas AS hingga US$5,7 juta (setara Rp80 miliar) karena dituding mengumpulkan data anak-anak.

Perusahaan Tiongkok yang memiliki TikTok, Bytedance, saat dihubungi BBC mengklaim tidak akan menolerir “tindakan penipuan beberapa influencer.”

“Kami menyadari masih banyak yang perlu ditingkatkan dalam menjadikan pedoman dan informasi lebih mudah diakses dan dipahami semua pengguna,” demikian pernyataan dari jubir TikTok.

Meskipun sejauh ini tak ada pelanggaran hukum, in-app purchase dan hadiah digital jadi mirip seperti judi online. Bedanya tidak ada batasan usia saja. Pertanyaannya adalah, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini? Selama bocah-bocah masih demen sama TikTok, peluang influencer menyalahgunakan popularitasnya tetap ada.

Artikel ini pertama kali tayang di i-D