Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.
Varian penyakit Malaria yang kebal obat-obatan tengah menyebar di kawasan Asia Tenggara. Baru-baru ini, para ilmuwan memperingatkan bahwa superbug (istilah untuk virus yang tak lagi mempan diberi antidot) terbaru ini harus segera ditanggulangi sebelum menyebar sampai ke pantai timur Afrika. Jika terlambat, penyakit ini akan memicu wabah dahsyat dan kematian dalam jumlah besar.
“Kita kalah dalam sebuah balapan berbahaya,” kata Professor Nicholas White dari Oxford University. “Kita harus segera menangani kondisi darurat kesehatan umum ini.”
White dan beberapa koleganya menerbitkan surat terbuka di jurnal kesehatan The Lancet Infectious Diseases Rabu pekan lalu. Mereka mewanti-wanti, “dalam perkembangan terbaru yang mengkhawatirkan”, sebuah varian malaria baru telah menyebar di wilayah barat Kamboja dan “telah melampui parasit malaria yang kebal obat lainnya.”
Parasit malaria mutan terbaru itu kebal terhadap segala macam obat berbasis artemisin, obat utama malaria yang dipakai dokter seluruh dunia. Malaria anyar tersebut bahkan sudah menyebar dari kawasan barat Kamboja, menuju daerah timur laut Thailand, selatan Laos, hingga Selatan Vietnam.
Di beberapa wilayah Kamboja, tingkat resistensi pasien mencapai 60 persen dan sepertiga penangangan malaria di sana dinyatakan gagal, ujar penulis surat lainnya, Arjen Dondorp dari University of Oxford. Walau mengkhawatirkan, varian malaria terbaru ini masih jauh dari Benua Afrika. Malaria baru ini akan mematikan jika sampai menyeberang Samudra Hindia. pasalnya, setiap tahun 90 persen dari 212 juta kasus malaria seluruh dunia terjadi di Benua Hitam.
Videos by VICE
“Jika resistansi virus ini menyebar dari Asia ke Afrika, mayoritas kemajuan yang kita capai dalam menekan kematian karena malaria seluruh dunia tak banyak berarti.”
Makanya perhatian ilmuwan saat ini adalah skenario jika varian mutan ini menyebar ke tempat yang dikenal paling parah terimbas wabah malaria, yakni Afrika. “Kamu pasti tak mau jadi orang yang kata-katanya dianggap angin lalu atau malah bilang kalau wabahnya bakal menyebar kemana-kemana,” kata Rob Mather of the Against Malaria Foundation, organisasi yang menyediakan kawat nyamuk bagi negara-negara berkembang, saat dihubungi VICE News.
Apabila varian malaria yang kebal obat ini benar-benar menyebar ke seluruh penjuru Afrika, Rob bilang, “jumlah korban yang terancam tewas atau jatuh sakit akan jauh lebih parah dari sekarang.”
Ironisnya, kasus malaria, yang disebarkan oleh nyamuk, sebetulnya mengalami penurunan beberapa tahun terakhir. Desember 2015, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sejak 2000 terdapat penuruan kasus malaria minimal 70 persen di lebih dari setengah negera yang terjangkit penyakit berbahaya ini. Secara keseluruhan, jumlah kasus malaria menurun sampai 40 persen sementara tingkat kematian. Penyebabnya lantaran malaria anjlok sebanyak 66 persen di benua Afrika dalam kurun waktu yang sama.
Makanya, kemunculan superbug malaria baru berisiko menghapus capaian luar biasa era modern tersebut.
“Jika resistansi virus ini menyebar dari Asia ke Afrika, mayoritas kemajuan yang kita capai dalam menekan kematian karena malaria seluruh dunia tak banyak berarti,” kata Philippe Guérin, Direktur World Wide Antimalarial Resistance Network.