Artikel ini pertama kali tayang di VICE Sports. Momennya sedang pas, mengingat sepakbola dan belakangan liga basket Indonesia tersangkut skandal pengaturan skor.
Declan Hill pada 2013 menulis ulang desertasinya untuk S3 menjadi sebuah buku, berjudul The Insider’s Guide to Match-Fixing in Football. Dalam buku itu, Hill mengajak pembaca membahas sikap sosial yang berbeda-beda dalam memandang korupsi, perjudian, atau segala jenis penyimpangan perilaku berdasar sudut pandang sosiologis. Dia berargumen bahwa perilaku “menyimpang” direspons beragam antar negara, antar budaya.
Videos by VICE
“Dalam sejarah manusia, hanya ada sedikit sekali praktik yang dalam suatu lingkup masyarakat di berbagai wilayah bisa secara universal selalu dianggap tidak normal atau menyimpang,” tulis Hill. “Konsumsi narkoba, perbudakan, dan berbagai macam praktik seksual menyimpang… semua pernah dianggap normal dalam era atau budaya tertentu.”
Tentu tidak semua penyimpangan perilaku dianggap normal. Ada satu perilaku yang oleh semua kebudayaan, sejak dulu sampai sekarang, dianggap menyimpang. Uniknya, walau dibenci berbagai kebudayaan, nyatanya praktik lancung tadi masih terus terjadi sampai sekarang, terutama di dunia olahraga. “Salah satunya pengecualiannya adalah pengaturan skor pertandingan.”
Hill mengatakan di hampir dalam semua kebudayaan sedunia, pengaturan skor pertandingan dianggap perilaku menyimpang yang patut dikecam. Oleh sebagian besar kelompok masyarakat dari banyak benua, bertindak curang dalam pertandingan olahraga adalah perilaku bejat.
Pendapat Hill itu menarik sekaligus meresahkan. Bukan karena saya tidak setuju dengan Hill, atau karena saya memiliki bukti yang bisa melawan pendapatnya. Yang meresahkan adalah: jika pengaturan skor pertandingan dianggap menyimpang oleh hampir semua budaya di dunia, mengapa kecurangan macam ini tidak pernah dianggap sebagai kejahatan? Memang, pemain atau offisial yang terlibat bakal kena sanksi. Tapi jarang sekali mereka sampai ditangkap polisi lalu dijebloskan ke penjara.
Beneran deh. Faktanya pengaturan skor tidak dianggap ilegal di kebanyakan negara lho. Bahkan di negara maju seperti Jerman, jika kepergok terlibat mengatur hasil akhir pertandingan, kau paling cuma dilarang beraktivitas seumur hidup di cabang olahraga tertentu. Tapi si pelaku tidak akan dijerat delik pidana khusus. Kebanyakan negara menggunakan regulasi internal asosiasi olahraga, atau minimal delik penipuan dan pencucian uang untuk mengejar bandar yang mengongkosi pengaturan skor. Minimnya dasar hukum menjerat pelaku pengaturan skor membuat pusing penegak hukum dari berbagai negara.
Agar pembaca semua bisa memahami mengapa tindakan yang secara universal dibenci seperti pengaturan skor bisa terus ditoleransi, VICE Sports menghubungi Chris Eaton. Dia adalah mantan personel Kepolisian Victoria (Negara Bagian Victoria, di Australia, adalah satu dari sedikit wilayah di dunia yang punya pasal pidana menjerat pelaku pengaturan skor dan perjudian terselubung). Eaton juga pernah bertugas di Interpol.
Sekarang, dia menjabat sebagai Direktur Integritas Olahraga di Pusat Internasional untuk Keamanan Olahraga, sebuah lembaga think-thank khusus isu-isu seputar olahraga. Eaton merupakan figur yang suaranya paling didengar perihal modus pengaturan pertandingan serta dampak buruk perjudian bagi perkembangan olahraga profesional.
Dalam wawancara berikut, yang telah disunting agar lebih ringkas dan enak dibaca, saya bersama Eaton membahas apa saja modus pengaturan pertandingan zaman sekarang. Kami juga membahas keterbatasan aturan hukum yang membuat polisi jarang menjerat pelaku dengan pasal pidana, serta cara terbaik macam apa bisa kita adopsi demi memberantas praktik pengaturan skor di semua cabang olahraga profesional.
VICE Sports: Seberapa besar sih industri perjudian terselubung di dunia olahraga sekarang? Adakah angka yang bisa menggambarkan parahnya praktik pengaturan skor?
Chris Eaton: Kita tidak bisa memisahkan taruhan gelap dari praktik pengaturan pertandingan. Sebaiknya saya beri contoh ya. Industri perjudian berbasis olahraga itu pemasukannya antara US$1,5 sampai US$2 triliun per tahun. Artinya, judi adalah industri dengan skala pemasukan terbesar ke-5 di seluruh dunia, jauh lebih besar dibanding sektor-sektor perekonomian lainnya. Jangan salah, itu angka pemasukan kotor. Dan yang lebih mengejutkan lagi, dari US$2 triliun tadi, sebagian besarnya bukan dari rumah judi legal.
Sayangnya, kita tidak punya angka [tentang berapa banyak pengaturan skor terjadi selama ini], karena praktik curang macam itu mustahil didata.
Artinya uang yang terlibat besar sekali ya. Kalau begitu, kenapa banyak negara tidak menganggap pengaturan skor sebagai pelanggaran pidana? Kenapa banyak pemerintah membiarkan saja tindakan lancung ini?
Menurut saya sejujurnya, penyebab fenomena ini adalah kurangnya perhatiap pengambil kebijakan terhadap dampak dari pengaturan skor. Terdapat tiga elemen yang bagi saya harus lebih diperhatikan saat membahas topik ini. Salah satunya adalah [jika anda menghitung pertandingan skala internasional, seperti Liga Champions] suatu cabang olahraga populer seperti sepakbola atau basket di zaman sekarang melibatkan banyak orang dari latar negara berbeda-beda, sehingga dasar hukum untuk menjerat mereka juga beda-beda. Kamu tahu sendiri kan, dalam satu pertandingan Premier League saja, nyaris semua pemain dan wasitnya datang dari negara berbeda-beda. Bahkan klubnya pun dimiliki lebih dari satu orang yang kewarganegaraannya beragam.
Faktor lain adalah lokasi dilakukannya perjudian olahraga, yang internasional dan juga global. Anda harus tahu bahwa seringkali orang yang mendalangi taruhan gelap berasal dari negara yang beragam. Bandarnya mungkin berasal dari Asia Tenggara atau Amerika Tengah, atau Eropa Timur. Bandar gelap ini targetnya menipu rumah judi resmi untuk meraih untung. Tragisnya, rumah judi yang jadi sasaran para pengatur skor ini biasanya juga berada di yurisdiksi berbeda, dari lokasi pertandingan yang diakali.
Faktor lainnya, orang-orang yang terlibat pengaturan skor adalah anggota kelompok kejahatan terorganisir. Bandar gelap ini beroperasi seperti kartel. Mereka seringkali tidak berada di negara di mana pertandingan tersebut sedang berlangsung.
Baca juga liputan VICE soal seluk beluk penjudi bola profesional:
Mengingat semua faktor tadi, muncul pertanyaan rumit mengenai cara menjalankan penegakan hukumnya. Tidak hanya karena dasar hukum negara mana yang harus dipakai, tapi juga pihak mana yang akan mendanai operasi penangkapan sindikat pengatur skor? Aparat hukum negara mana yang harus memimpin penyelidikan? Apakah polisi Jerman harus bertugas padahal tim yang terlibat pengaturan skor adalah klub asal Afrika saat bertanding melawan tim asal Jerman, sementara wasitnya datang dari dari negara Eropa lainnya. Lalu, bagaimana kita menangkap dalangnya, padahal bisa jadi bandar gelap itu tinggal dan beroperasi dari Asia Tenggara, dan meraup untung dengan membobol bursa taruhan olahraga di Amerika Utara?
Begitulah masalah pengaturan skor yang sedemikian kompleks. Andai sudah ada aturan hukum yang bisa dipakai banyak negara, mungkin masalah terpecahkan. Sejauh ini, pengaturan skor adalah campuran aktivitas kejahatan terorganisir, taruhan olahraga yang sebagian legal, melibatkan pemain yang tindakan etisnya diatur federasi olahraga masing-masing. Jadi, jika saya polisi, saya cenderung bakal menyerah sebelum mulai menyelidiki kasus macam itu.
Abainya pemerintah dari banyak negara untuk membicarakan pengaturan skor dan mengatasinya bersama-sama secara lebih serius, berdampak meluas. Kita ibaratnya membiarkan bandar gelap leluasa mengatur pertandingan olahraga di banyak negara. Mereka pun merasa kebal hukum karena tidak akan ada aparat yang mengejar.
Kelompok pengatur skor menurut taksiran saya sudah memiliki sumber pemasukan terbesar yang pernah dimiliki kejahatan terorganisir. Skala ekonomi bandar gelap pengatur skor pertandingan lebih besar dari perdagangan narkoba, juga jauh lebih besar dari sindikat perdagangan manusia. Gilanya lagi, keuntungan bisnis pengaturan skor lebih besar dari perdangan senjata gelap. Keuntungan bisa sedemikian besar mengingat pengaturan skor tidak kelihatan wujudnya, tidak ada risiko lintas negara, dan semua uang yang terlibat sebetulnya legal dan dibayarkan secara terbuka lewat perbankan internasional ke rumah judi di banyak negara. Tak heran, ada semacam keengganan dari banyak negara untuk melindungi etika dan kejujuran olahraga jika caranya harus dengan diskusi lintas negara termasuk mengatur pasal pidana yang bisa dibilang kedaulatan masing-masing. Tapi, membiarkan pengaturan skor berlangsung begitu mudahnya juga dosa besar banyak pemerintah. Karena dengan diam seperti ini, negara-negara seakan memberdayakan kejahatan terorganisir hingga bisa memiliki banyak uang. Enggak usah bicara penonton yang rugi akibat pengaturan skor deh. Negara sudah bertindak tidak adil pada penjudi yang memasang taruhan secara legal. Penjudi juga dirugikan akibat tindakan bandar gelap. Penjudi itu juga warga negara yang bayar pajak kan?
Berdasarkan pengamatan kami, penggemar olahraga, termasuk fans sepakbola, jarang sekali marah mendengar kasus pengaturan skor. Mereka tidak tergerak untuk berunjuk rasa, menutut FIFA atau apalah minta skandal macam itu dihilangkan sampai ke akar-akarnya. Kenapa apatisme ini terjadi?
Isu global semacam ini butuh waktu lama hingga dampak buruknya mulai terasa secara luas. Para penggemar olahraga bisanya tidak menganggapnya sebagai jaringan terorganisir. Mereka hanya mikir, pengaturan skor adalah kejahatan remeh yang didalangi satu-dua orang saja dengan membujuk pemain bertindak nekat. Faktor lainnya, suporter merasa pemain bisa salah sekali-dua kali, lalu nanti bertobat kembali menjunjung nilai-nilai sportivitas. Padahal tidak seperti itu kan. Olahraga tidak boleh lagi dianggap oleh suporter sebagai hobi saja. Ini industri profesional yang mereka anggap penting. Faktanya, berita soal sepakbola sudah sering menghiasi halaman depan surat kabar. Berarti, saatnya suporter di seluruh dunia juga peduli pada akuntabilitas penyelenggaraan sebuah kompetisi. Jangan sampai suporter memaafkan atau mendukung praktik menyimpang seperti pengaturan skor.
Dari pengamatan anda, seberapa sering operator liga menutup-nutupi skandal? Kita tahu lah, kalau ada insiden pengaturan skor bocor ke publik, reputasi liga jadi tercemar
Pertama dan utamanya, badan pengatur olahraga di berbagai negara memang gagal melindungi nilai-nilai sportivitas serta kredibilitas kompetisi yang mereka kelola. Saya perhatikan, operator liga di manapun, dari cabang olahraga apapun, 15 tahun belakangan lebih fokus pada pengembangan bisnis dan membuat kompetisi menarik perhatian penonton. Mereka tidak fokus menjaga kejujuran pemain ataupun offisial. Banyak operator liga, baik itu di sepakbola, basket, american football, dan macam-macam lainnya, membiarkan nilai-nilai dasar olahraga, esensi utama dari olahraga itu sendiri, bergeser atau malah tidak lagi menjadi prioritas. Mereka pikir, ‘sporitivitas akan terjaga dengan sendirinya oleh para atlet.’ Padahal kenyataanya tidak. Sebagai operator liga, mereka harus terus menjaga nilai-nilai luhur olahraga tercermin di lapangan.
Contoh kegagalan terbesar ya bisa kita lihat dari IAAF dan FIFA. Bahkan belakangan, kami mengendus adanya pengabaian sporitivitas di cabang tenis. Kebanyakan federasi olahraga bukannya fokus pada transparansi dan kemauan mengatasi masalah ketika ada yang muncul di permukaan. Yang mereka lakukan justru menyembunyikan skandal, sekadar menunda bencana. Banyak federasi olahraga abai dan tidak serius menangani pengaturan skor. Dampaknya, praktik ini terlanjur kronis dan sangat susah dikontrol.
Bisa kita lihat pula, tidak ada insentif dari operator liga untuk mendorong atlet maupun offisial mengedepankan sikap sportif. Mereka fokus pada bisnis semata. Baru setelah beberapa skandal pengaturan skor jadu headline media massa, organisasi olahraga akhirnya berbenah melindungi integritas serta nilai-nilai olahraga. Terlambat sih.
Apakah pengaturan skor akan terus berlanjut? Apakah ini memang karakter kejahatan khas Abad 21?
Tidak kok. Modus kejahatan ini tidak akan bertahan selamanya. Tapi jangan lupa, sebetulnya pengaturan skor bisa berkembang sepesat dan seinovatif itu dipicu inovasi dari bisnis legal perjudian olahraga. Pengaturan skor lahir dari rahim perjudian, bisnis yang menghasilkan miliaran dolar per hari di seluruh dunia. Jadi, akarnya dari sana. Ketika ada bisnis yang bisa memberi seseorang penghasilan sebesar itu dalam setahun, ya wajar saja akan muncul orang-orang berbakat yang berusaha mencari cara mengakali sistem dan ikut menikmati kuenya, dengan cara curang sekalipun.
Baca juga masalah penting lainnya yang menggelayuti persepakbolaan Indonesia:
Sebagai penggemar sepakbola, saya sering tergoda untuk pasrah saja. Faktanya, memang sulit melakukan sesuatu, kita seakan tak punya kuasa apa-apa. Menurutmu, kami bisa melakukan apa buat memerangi pengaturan skor?
Pengaturan skor sama belaka seperti segala masalah global. Sama seperti krisis pengungsi, atau krisis narkoba dekade 60-an dan 70an. Orang-orang yang menyeludupkan narkoba dan melakukan teror, serta perjudian terselubung ini, punya organisasi yang sangat besar. Sampai orang-orang—dan sayangnya juga pemerintah—menyerah lalu putus asa.
Menurut saya, ada dua pelajaran bisa kita petik. Satu, federasi olahraga rata-rata tutup mata dan hanya bisa berdoa atlet ataupun ofisial tidak tergoda pengaturan skor. Dua, kita bisa lihat nyaris semua pemerintahan tutup mata sama pratik curang diongkosi bandar gelap. Tiga, yang paling patut disalahkan bukan suporter tapi pemerintah dan lembaga pengelola cabang olahraga. Dosa terbesar ada pada lembaga macam FIFA, karena tutup mata, mengambil keuntungan besar termasuk dari bisnis perjudian legal, lalu membiarkan sekelompok orang memperkosa nilai-nilai sportivitas yang jadi melandasi olahraga.
Lalu, strategi apa menurutmu yang harus dilakukan semua pihak, untuk mengenyahkan pengaturan skor? Kalau ini isu global, langkah nyata apa yang musti kita dorong?
Hal pertama yang harus kita lakukan adalah melegalisasi atau mengakui perjudian olahraga secara global, atau di seluruh dunia. Tidak ada lagi omong kosong soal larangan perjudian. Sori-sori saja, silakan menolak judi dengan alasan moral atau agama. Tapi ketika suatu pemerintahan atau kitab hukum melarang praktik judi, yang terjadi hanyalah memantik munculnya bandar-bandar bawah tanah. Perjudian bawah tanah lebih berbahaya dibanding rumah judi yang berdiri resmi. Karena di perjudian terselubung dan tanpa izin itulah biasanya para kriminal bersarang.
Sekilas mungkin kamu berpikir, “gila saja, masa kita harus melegalkan perjudian di seluruh dunia?” Tapi itu bukan ide konyol lho. Berbagai negara puluhan tahun lalu, bersedia menetapkan struktur regulasi global untuk industri perbankan. Banyak negara kini terhubung lewat instrumen finansial yang sama di seluruh dunia. Negara-negara ini sadar, ketika uang terlibat harus ada mekanisme yang seragam dan tak jauh berbeda diadopsi untuk mengaturnya. Demikian pula pengaturan skor. Praktik lancung ini dipicu adanya celah dalam perjudian. Maka, jika kamu tidak mengontrol perjudian olahraga secara benar, bandar gelap akan terus memperkosa nilai-nilai luhur olahraga. Cabang olahraga—sekaligus masyarakat—pada akhirnya akan menjadi korban karena diakali melulu sama bandar dan antek-anteknya.
Seperti dunia perbankan internasional sekarang, di bisnis judi, kita memiliki “bank putih” atau bank yang sepenuhnya legal, dalam perjudian olahraga anda memiliki “perjudian olahraga putih” atau perjudian olahraga yang juga sepenuhnya legal, utamanya di Eropa, atau contohnya seperti di Australia.
Tapi, ada juga sektor perjudian olahraga “abu-abu”, yang beroperasi di negara-negara tanpa regulasi memadai. Negara macam ini tidak melarang judi, tapi tidak tegas juga mengaturnya. Dari pengamatan saya, masalah perjudian terselubung ini penggeraknya paling banyak dari Asia Tenggara. Kebanyakan negara di Asia Tenggara melarang atau mengatur sepenuh hati doang isu perjudian. Karenanya di saat bersamaan judi ilegal tumbuh subur. Pemain pengaturan skor itu dari pantauan saya paling banyak asal Manila. Sementara yang kedua terbesar dari Kosta Rika. Pemain kakap ini mendominasi transaksi judi terselubung antara 40 hingga 50 persen dari total nominal pemasukan bisnis judi olahraga seluruh dunia.
Omong-omong, anda dari Amerika Serikat ya?
Benar sekali. Bagaimanakah?
Saya agak kaget ketika menyadari perjudian olahraga rupanya masih ilegal di Amerika Serikat, padahal kasino boleh berdiri. Negara anda itu seharusnya kapok melarang-larang sesuatu. Anda masih ingat kan betapa kacaunya pengalaman Amerika sepanjang dekade 1920’an karena melarang penjualan alkohol? Yang terjadi malah muncul pasar gelap miras. Adanya larangan terhadap penyimpangan sosial selalu melahirkan kejahatan terorganisir di suatu negara. Prostitusi itu menyimpang secara moral. Tapi kalau anda larang sepenuhnya, yang terjadi malah muncul pekerja seks bawah tanah, dilindungi mucikari yang menggantungkan operasionalnya kepada jaringan kriminal. Selalu seperti itu. Begitu pula keputusan melarang perjudian olahraga. Larangan macam itu hanya memberi nyawa terhadap kejahatan terorganisir.
Padahal, ketika perjudian olahraga dilegalisasi, maka peluang dimanipulasi bandar gelap akan turun. Fakta 10 tahun belakangan menunjukkan tren sebaliknya. Perjudian olahraga dilarang, yang terjadi bandar gelap mudah mencurangi rumah judi, lalu mereka mengembangkan organisasi jadi semacam kartel narkoba. Karena uang mulai banyak, semakin leluasalah jaringan ini mengongkosi praktik pengaturan skor. Percayalah, pengaturan skor adalah masalah endemik. Sulit diatasi dengan penegakan hukum biasa. Tak mungkin juga melakukannya secara preventif.
Saya kasih tahu nih. Ketika anda melegalisasi perjudian olahraga, uang yang beredar di rumah jadi akan bisa dilacak alirannya. Penjudi kecil maupun besar semua terdaftar dan dapat diidentifikasi. Kita bisa tahu siapa yang menang besar setelah klub jagoan kalah mengejutkan dari lawan yang sebetulnya kelasnya di bawah mereka. Dengan transparansi seperti itulah, saya pikir, kita bisa mengalahkan sindikat pengaturan skor meraup keuntungan dari celah-celah sistem hukum saat ini.
Jadi kuncinya adalah membuat perjudian olahraga lebih transparan dan legal?
Suka tidak suka. Satu-satunya cara memerangi praktik kotor itu adalah melacak dari mana uang itu datang dan pergi. Strategi ini sudah dipakai penegak hukum dari dulu untuk memecahkan kejahatan kerah putih. Tidak ada yang baru. Polisi telah belajar sejak sekian generasi bahwa cara terbaik menghadapi penjahat kerah putih adalah menghentikan kriminal tepat di sumber uangnya. Sebab, uang judilah yang selama ini membuat pengatur skor besar. Uang judilah yang membuat mereka punya modal menyuap pemain dan wasit untuk mengubah hasil pertandingan. Harus ada kesadaran seperti ini dari setiap negara dan operator liga. Hentikan arus uang dari perjudian olahraga. Legalkan sekalian perjudian, jadikan judi sebagai bisnis resmi di bawah pengawasan pemerintah. Niscaya, ruang gerak sindikat pengaturan skor akan terbatas.