Sports

Mari Kita Akhiri Debat Ini Selama-lamanya: WWE tuh Gulat Betulan Atau Hiburan?

“Wrestling” alias gulat, adalah alasan kenapa Dolph Ziggler jadi sosok paling populer di kancah WWE. Begitu faktanya, meski baru-baru ini pria itu baru saja ngoceh, “gulat adalah bagian paling enggak penting dari bisnis gulat.” Ziggler punya paras yang ganteng dan kegiatan promosi yang dia lakukan tak jauh-jauh dari kompetensinya sebagai seorang pegulat profesional.

Gimmick yang dipakai Ziggler bisa dirangkum sebagai “sekumpulan pakaian yang diborong dari garage sale pada tahun ‘80an.” Enggak jelas apa yang terjadi pada rambut Ziggler. Rambut itu pernah dicat pirang seluruhnya. Tapi, kini bentuknya seperti ramen yang acakadut. Dan jangan lupa, julukan pemilik rambut itu juga tak kalah konyolnya: Dolph Ziggler.

Videos by VICE

Semua kalimat di atas cuma ingin menunjukkan kalau tak banyak hal menarik dari sosok Ziggler. Dan satu-satunya cara seorang pegulat keluar dari kutukan macam ini adalah dengan merontokkan lawan-lawannya di atas ring. Untungnya, yang satu ini bisa dikerjakan oleh Ziggler dengan sangat baik, jauh lebih baik dari pegulat satu angkatannya. Usianya boleh 34 tahun, tapi penampilannya masih bugar dan masih bisa unjuk gigi.

Dalam setiap laga, Ziggler memamerkan manuver-manuver ofensif yang dilancar seolah-olah dirinya baru saja digempur bom sonik. Ziggler melakukan ini dalam setiap laganya, tanpa henti dan dengan kekuatan yang tak-tak tanggung. Sebagai seorang model dan aktor, Ziggler memang payah. Hanya saja, jika berperan sebagai seorang pegulat, Ziggler adalah sosok yang membahayakan. Bahkan saat dirinya melakoni peran sebagai sosok yang jahat, penggemar WWE ikhlas saja dan menikmatinya. Ziggler bukanlah orang yang kamu kira akan mengerdilkan kemampuannya dengan bilang “gulat adalah bagian paling tidak penting dari kancah gulat.” Namun, justru karena Ziggler adalah seorang pegulat tulen, pernyataan di atas punya bobot tersendiri.

Apa yang dibeberkan Ziggler ada benarnya dan nyaris semua penggemar gulat tahu Ziggler mengungkapkan sebuah fakta yang susah ditampik. Meski begitu, tak semua orang—bahkan Ziggler salah satunya—begitu suka kondisi seperti ini. Segala macam kemegahan WWE—bahwasanya gula adalah salah satu bentuk sport entertainment, pegulat pria adalah seorang superstar sementara pegulat perempuan adalah diva dan fan wrestling sejatinya adalah semesta WWE—tak lebih dari upaya untuk menyamarkan satu fakta keras: WWE pada dasarnya adalah promosi cabang olah raga gulat.

Ini yang menarik. Semua pelaku olah raga ini—dari atlit hingga organisasi penyelenggaranya—memiliki hubungan ambivalen dengan produk inti olahraganya. Tidak ada yang peduli bahwa mereka tidak memberikan banyak bagi penontonnya.

“Saya adalah bukti hidup bahwa semua yang terlibat dalam WWE ingin melihat aksi gulat sesungguhnya. Mereka ingin aksi betulan di atas ring.”

Pernyataan ini keluar dari mulut pegulat asal Swiss, Cesaro, dalam sebuah interview dengan WWE.com. Selama tiga tahun berkarir di WWE, peran Cesaro dikerdilkan jadi sekadar seorang Yodeler atau simpatisan Tea Party. Selama itu pula, Cesaro dipromosikan jadi petarung semenjana dan bagian promosi tak peduli-peduli amat WWE terhadap Cesaro.

Namun justru penonton WWE peduli terhadap Cesaro. Mereka berbondong-bondong menyambutnya masuk ring dan menggila saat Cesaro memamerkan Cesaro Swing, manuver memutar lawan dengan memegang lututnya sampai lawan pusing. Fan WWE lewat internet membentuk serta memviralkan Cesaro Section—semacam pemandu sorak pribadi Cesaro.

Fan WWE rela melakukan ini karena Cesaro adalah pegulat paling gigih di WWE dan satu-satunya pegulat profesional di WWE yang susah dicari kelemahannya. Dia bisa melancarkan teknik grapple dengan baik di hadapan lawan yang secara teknis canggih, meng-uppercut lawan sampai tumbang dan melakukan gerakan “cockscrew” di udara. Cesaro bisa menghantamkan badannya ke lawannya yang berbobot 180 kg dan memutar badan pegulat setinggi 2,1 meter dengan enteng. Dan jangan lupa, Cesaro juga bisa memamerkan teknik ini:

Jadi tak berlebihan jika Cesaro pernah sesumbar bilang dirinya bisa “mempertontonkan pertandingan-pertandingan yang enak ditonton melawan siapapun.” Pendeknya, Cesaro adalah pegulat terbaik di WWE yang berusaha menunjukkan betapa bernilai dirinya dengan mempertahankan seni gulat sesungguhnya.

Sebagai perbandingan, LeBron James tak perlu menempuh langkah serupa, tapi masalahnya James tak bekerja untuk Vince McMahon. Artinya, LeBron tak sampai disisihkan ke event pre-major tanpa alasan yang jelas seperti Cesaro atau mendapati Championship Ringnya digondol dalam 18 detik saja, seperti Daniel Bryant saat dipaksa merelakan gelar juaranya dalam WrestleMania tiga tahun lalu. Lagipula, LeBron punya asuransi kesehatan. Dan satu lagi, wawancara Cesaro sudah dicabut dari website WWE.

Banyak penggemar gulat lebih memilih NXT, semacam liga pengembangan pegulat WWE, daripada produk utama WWE itu sendiri. Pasalnya, gulat dalam kancah NXT jauh lebih baik—dalam kualitas dan kuantitas. Perkaranya adalah Sports Entertainment—seperti yang kerap dijelaskan dalam WWE—tak cuma menjual gulat.

Bagaimanapun, WWE tetaplah sebuah liga gulat yang besar. “Lawan impianku adalah siapapun yang jadi juara WWE World Heavyweight Champion di WrestleMania,” ungkap Cesaro baru-baru ini. “Itu harusnya lawan impianmu, kalau bukan berarti kamu melakukan kesalahan besar.” Sayangnya, WWE bukan sekedar promosi gulat. WWE tidak seperti itu cara kerjanya.

Menjalankan plot cerita tertentu dan membagi hak siar lebih dipentingkan daripada membangun chemistry dalam ring dan pembuatan budget pertandingan besar sungguhan. Alhasil penyederhanaan aksi-aksi di atas ring dipandang sebagai opsi yang pas bagi bisnis Sports Entertainment. Makanya, Cesaro, misalnya, tak bisa sering-sering memamerkan kemampuannya seperti yang saban minggu dia lakukan di Ring of Honor dan Pro Wrestling Guerrilla.

Nah, mekanisme serupa tak diterapkan dalam New Japan, institusi gulat yang menampilkan pegulat-pegulat terbaik. Alhasil produk New Japan sebenarnya lebih menarik dari WWE yang ratingnya sudah mulai anjlok. Masalahnya cuma satu, New Japan belum menghasilkan banyak uang seperti WWE.

Pegulat terbaik yang tampil dalam gelaran utama WrestleMania tahun ini cuma tampil paling banter tiga menit saja. Namun, Seth Rollins, salah satu headliner tahun ini, menghidupi apa yang diimpikan Cesaro: memenangkan WWE World Heavyweight Championship dalam salah satu pertandingan terbesar tahun ini. Gelar itu dipertahankannya sampai dua minggu lalu ketika dia harus rela kalah karena dengkulnya cedera.

Ini jelas pukulan berat yang diterima WWE. Kondisi ini makin parah lantaran pegulat sekelas Bryan, John Cena, Randy Orton dan Brock Lesnar antara sedang hiatus atau sudah meninggalkan ring selamanya. Untungnya bahkan kondisi sebusuk ini bisa jadi kesempatan untuk menciptakan plot cerita yang mengharukan dan bahkan lebih berkat kisah Bryan yang jadi kampiun lewat plot mirip film Rocky. Jadi, masih ada harapan bahwa WWE akan mengawinkan cerita-cerita macam ini dengan kelihaian berlaga di atas ring.

Saat ini, kurang lebih ada semacam prediksi bahwa Roman Reigns bakal keluar sebagai kampiun tahun ini, yang dijagokan Rollins sebagai juara. Reigns berperawakan besar tapi tidak menyeramkan, atletis tapi kurang menarik perhatian. Pendeknya, dia hebat tapi miskin karisma. Kebanyakan pecinta WWE membenci Reigns sebagian besar karena dia sudah pasti jadi juara dan mereka tak suka mendengarnya.

Bahkan, setelah Reigns menang Royal Rumble, para fan meledek the Rock—sepupu Reigns—saat menobatkan Reigns sebagai pemenang. Dua bulan sebelumnya kondisinya makin kurang mengenakan. Tapi apa mau dikata, kemenangan Reigns sudah di depan mata dan menunjukkan ketidaksukaan adalah satu-satunya yang bisa diperbuat oleh penonton WWE.

Itulah masalah terbesar dari bentuk olah raga ‘entertainment’ ala WWE. Laga-laga yang ditampilkan menghibur dengan cara yang sangat spesifik. WWE memaksa pegulatnya ngomong mutar-mutar tak jelas tentang apa yang mereka lakukan atau berteriak-teriak tak jelas.

Manajemen WWE sanggup memenuhi stadion sepakbola Amerika dengan penonton yang sadar uangnya bisa digunakan untuk membeli tiket olahraga lain dengan kualitas teknis lebih menarik. Bedanya, WWE memamerkan bagaimana Reigns mempecundangi Cesaro dan menjadikan pegulat lainnya membeberkan cerita saudara kandung pegulat lainnya yang mati karena OD sebagai suguhan utama.

WWE tak merasa satupun dari drama ala opera sabun itu sebagai masalah. Buat apa. Toh WWE tetap bisa mengeruk untung karena seperti itulah cara monopoli bekerja. WWE tak akan pernah berubah karena memang WWE tak perlu berubah. Yang penting tetap saja market share mereka besar.

Kondisi ini sepertinya tak akan berubah. Pilihannya cuma dua: nonton laga-laga WWE atau ketinggalan. Makanya, tiap kali laga-laga ini terjadi di TV saya bersyukur bisa menontonnya.

Hanya saja, saya pengin lebih sering nonton laga-laga gulat tulen di ring WWE. itu saja.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Sports