The VICE Guide to Right Now

Teror Anjing 'Vampir' di Pedesaan Indonesia

Insiden dialami penduduk Gunung Kidul, Probolinggo, ataupun Bali. Puluhan ternak kambing dan sapi warga mati misterius. Benarkah ini perkara mistis atau imbas konflik manusia vs alam?
Teror Anjing 'Vampir' Di Pedesaan Indonesia
Foto ilustrasi via smerikal/ Flickr CC License 

Pedesaan di utara beberapa pedesaan Indonesia beberapa saat ini dihantui wabah mirip serangan ala vampir. Contohnya petani-petani dari Desa Sumberrejo, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Domba warga digigit hewan misterius.

"Malam hari serangannya, seperti anjing. Tapi enggak tahu anjing betulan atau tidak," kata Saiful, yang dombanya masih selamat dari terkaman mahluk itu saat menyerang pada 22 Juli 2019.

Iklan

Insiden serupa dialami penduduk Desa Julah, Kabupaten Buleleng, Bali pada 25 Juli. Ternak-ternak mereka—termasuk sapi dan kambing—tewas dengan perut berlubang. Warga meyakini pelakunya mahluk jejadian, karena lubang gigitannya sekepalan tangan manusia dewasa. Mustahil dilakukan anjing.

Wayan Baru, peternak yang seekor sapinya tewas dengan lubang di perut, ini semua ulah manusia yang belajar ilmu hitam. "Berita dari warga, katanya ada yang sempat melihat sosok berkepala anjing, tapi badannya setengah manusia," ujarnya saat dihubungi Tribunnews. "Saya sih tidak pernah melihat, itu hanya [katanya] saja."

Rentetan kejadian di Bali dan Jawa Timur itu mengingatkan pada insiden miterius serupa di Desa Purwodadi, Kabupaten Gunung Kidul. Warga mendapati 50 kambing tewas dalam sepekan. Kambing peliharaan warga ini mati misterius dengan darah habis diisap di bagian lehernya. Para pejabat setempat mencurigai anjing liar sebagai biang keladinya. Sedangkan petani merasa si pemangsa hanya butuh darah, bukan daging.

"Dari delapan kambing, ada tujuh ekor yang dimangsa, satu ekor luka di kaki keadaan sudah lemas. Sapinya malah enggak diserang," ujar Suraji, kepada Kompas.com.

Suseno Budi dari Dinas Pertanian dan Pangan setempat meyakini anjing liar di kawasan Gunung Kidul sebagai biang kerok kematian misterius puluhan hewan ternak para petani. Suseno menyatakan anjing liar yang menghuni gua-gua di Gunung Kidul biasanya turun sampai ke daerah peternakan lalu menghisap darah kambing karena terjadi kekeringan. Sepanjang dua bulan terakhir, Gunung Kidul memang sedang sulit air.

Iklan

Skenario macam ini bukan pertama kali disuguhkan oleh pejabat Dinas Pertanian dan Pangan Gunung Kidul. Suseno mengatakan bahwa serangan yang sama telah terjadi setahun sebelumnya.

1505216309059-kambing-Gunung-Kidul

Bangkai kambing-kambing yang mati di Gunung Kidul. Foto dari Grup Whatsapp Perbakin DIY/Istimewa

Kekeringan di daerah Gunung Kidul datang dan pergi sejak ratusan tahun lalu. Hanya saja, kondisinya makin parah beberapa tahun terakhir. Menyurutnya cadangan air telah memaksa penduduk setempat menghemat air semampunya. Perubahan iklim memaksa sebagian penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah mengalami kekeringan parah selama beberapa tahun terakhir.

Sejak Juli lalu, lebih dari 45 ribu orang yang tinggal di daerah ini harus berjuang keras menemukan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Harga jual air mineral dan air bersih dari tangki meroket. Pemprov DIY khawatir dampak dari kekeringan itu menimpa 1,4 juta jiwa. Apabila manusianya saja sudah kesulitan air bersih, sebetulnya tak aneh jika hewan-hewan mengalami persoalan serupa.

Kasus kekeringan yang memicu agresivitas hewan liar bukan cuma menimpa DIY dan Jateng. Kompas TV sempat melaporkan monyet-monyet liar turun dari habitatnya di daerah pegunungan untuk mencari air dan makanan akibat kekeringan melanda daerah Ponorogo, Jawa Timur, dua bulan lalu. Monyet-monyet itu mencuri bahan pangan di pasar-pasar tradisional.


Baca juga liputan tema lingkungan dari VICE Indonesia lainnya:

Tak begitu jauh dari Gunung Kidul, tepatnya di Kabupaten Boyolali, ulah monyet liar di Pegunungan Merapi-Merbabu turut mengganggu. Mereka mencuri makanan di rumah warga, bahkan menyerang petani. Pejabat Dinas Pertanian setempat, lagi-lagi, mengkambinghitamkan kekeringan sebagai pemicu monyet gunung bersikap agresif. Untuk merespons aksi hewan liar, Pemkab Boyolali menyewa penembak jitu dan pemburu untuk menghabisi monyet-monyet tadi.

Iklan

Walau sudah jatuh korban puluhan kambing, penduduk Desa Purwodadi tidak memilih pendekatan ekstrem seperti di Boyolali. Berdasarkan kesepakatan bersama pekan lalu, warga bersama aparat Gunung Kidul bersepakat melakukan pemburuan anjing liar dan menggalakkan siskamling dalam rangka menjaga keselamatan hewan ternak.

Dari semua kasus tersebut, benang merahnya sama. Pelaku utama kematian ternak dan gangguan warga bukanlah hewan buas bersifat vampir, entah itu macan gunung, harimau, atau anjing liar. Kekeringan akibat perubahan iklim juga baru menjelaskan sebagian penyebab. Satu faktor yang jarang diangkat adalah ekspansi manusia ke wilayah-wilayah yang sebetulnya masuk teritori hewan liar tadi.

Harus diakui, daerah hutan dan lereng-lereng gunung semakin padat oleh manusia. Sekadar mengingatkan, Maret lalu, video seekor ular piton dibunuh warga setelah menelan satu pria dewasa di Sulawesi Barat viral. Korban diduga tengah bekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit saat diserang. Sepintas, ini seperti kisah-kisah sains fiksi.

Jumlah insiden benturan antara manusia dan satwa liar melonjak beberapa tahun terakhir, seiring perkembangan pesat industri sawit di Indonesia. Perkebunan Kelapa Sawit menyingkirkan kawasan hutan tropis yang jadi rumah satwa liar dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Imbasnya, manusia dan hewan liar kini harus berbagi kawasan tinggal. Tentu saja semua cerita ini sebetulnya tak perlu terjadi. Anjing, monyet, harimau, atau apapun hewan liar yang di luar sana tak perlu sampai saling memangsa hewan dalam wilayah manusia. Kecuali, kalau memang perkara kambing yang mati misterius adalah ulah vampir. Nah itu baru lain ceritanya.