Kenapa Sih Banyak Banget Pejabat yang Songong dan Snob?

FYI.

This story is over 5 years old.

Manusia Indonesia

Kenapa Sih Banyak Banget Pejabat yang Songong dan Snob?

Salah satu faktornya karena doi-doi pada belum move on dari mentalitas penguasa zaman Orde Baru.

Di Indonesia, sebaris kalimat ini mungkin sangat familiar di telinga: "Kalian ini enggak tahu siapa saya?" Jika kalimat tersebut sudah keluar, maka berhati-hatilah, mungkin kita sedang berurusan dengan semacam orang penting, atau orang-orang yang punya relasi dengan penguasa. Jika benar begitu, waspadalah, bukan mustahil tamparan, bogem mentah, hingga mungkin tembakan senjata api mengancam diri kita.

Iklan

Baru-baru ini petugas parkir di Mal Gandaria City, Jakarta bernama Juansyah jadi korban penganiayaan seorang eks dokter yang pernah bertugas di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat bernama Anwari. Dalam rekaman CCTV terlihat bahwa Anwari mendodongkan pistol ke arah Juansyah yang kemudian lari menjauh. Anwari mengikutinya dan melepaskan tembakan ke udara. Kejadian tersebut sebenarnya sepele, Anwari menolak membayar parkir sebesar Rp5000. Alasannya, saat itu Ia menggunakan kendaraan TNI sehingga Ia merasa tidak perlu membayar parkir.

"Dia merasa tersinggung saat bertanya kepada petugas parkir, jawabannya 'emang harus bayar'. Dia merasa tersinggung dan emosi. Sampai akhirnya melakukan pemukulan dan mengeluarkan senjata dan menembakannya satu kali ke atas," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan, Iwan Kurniawan seperti dikutip dari Kompas.

Kasus penyalahgunaan kekuasaan bukan barang baru di Indonesia. Beberapa kali pejabat atau orang yang terkait dengan pejabat institusi negara melakukan kekerasan atas hal-hal yang sebetulnya sepele. Seperti bayar parkir lima ribu perak sampai cuma lepas jam tangan dan ikat pinggang ketika lewat petugas keamanan Bandara. Padahal nih, buatku yang cuma debu-debu di alam raya, melakukan hal semacam itu mah sepele dan tentu tidak jadi masalah.

Ingatan kita masih segar dengan insiden Juli lalu ketika Joice Warouw, istri purnawirawan Polisi yang menampar petugas Bandara Sam Ratulangi yang memintanya melepas jam tangan untuk dimasukkan ke dalam alat pendeteksi X-Ray. Joice naik pitam tidak terima teguran tersebut hingga melesatkan tamparan di pipi petugas bandara.

Iklan

Tidak lama berselang dari kasus tersebut masih di bulan yang sama, seorang dokter militer menampar petugas Aviation Sevurity di Bandara Soekarno-Hatta akibat enggan diminta kembali melewati metal detector oleh petugas, setelah alarm metal detector tersebut berbunyi. Kalau masih ingat, 2013 lalu juga ada seorang pejabat instansi pemerintahan di Bangka Belitung bernama Zakaria Umar Hadi yang memukul pramugari akibat diminta untuk menonaktifkan telepon genggamnya di dalam pesawat.

Lantas, kenapa hal ini berulang dan terus terjadi? Apa memang semua pejabat ngehek? Aku menghubungi Sosiolog Universitas Padjadjaran, Yusar. Ia berpendapat bahwa jika seseorang menduduki posisi tinggi, maka secara inheren kekuasaan menempel pada dirinya.

"Nah, kembali pada idiom 'abuse of power'. Pada saat seseorang memiliki kekuatan dia punya kecenderungan untuk menyalahgunakan kuasanya apalagi untuk hal-hal yang remeh temeh," kata Yusar ketika dihubungi VICE Indonesia. "Di situ kita bisa lihat 'strata' sosialnya, [ada] relasi kuasa yang asimetris," katanya.

Di Indonesia, militer sempat begitu berkuasa selama lebih dari tiga dekade lamanya. Pada era Orde Baru misalnya, militer dianggap sebagai tulang punggung kekuatan negara. Bahkan tercatat beragam jenis pelanggaran HAM dilakukan segelintir orang di instansi ini di era Orde Baru dan hingga kini belum tersentuh hukum. Begitu pula dengan jabatan polisi dan pegawai negeri yang punya posisi tawar tinggi. Polisi sering dituduh jadi alat kekuasaan, sementara pejabat instansi negeri punya nilai gengsi tinggi. Hingga kini, posisi pegawai negeri masih dinilai sebagai standar keamanan dan kenyamanan hidup, apalagi jadi pejabat posisi tinggi?

"Bagaimana pun harus diakui sampai sekarang instansi negara memiliki power lebih ketimbang orang-orang di luar itu. Nilai itu terus ditransmisikan dari generasi ke generasi," kata Yusar. "Walaupun sekarang ada reformasi, ada profesionalitas, tapi tetap saja secara fenomenologis nilai-nilai kekuasaan itu masih terus diwariskan. Jadi fenomena ini memang sebuah produk historis dari power itu sendiri,"

Padahal kalau mau mencontoh, Mantan Presiden negara adikuasa macam Amerika Serikat, Barrack Obama senang-senang saja ngantri di untuk beli cheeseburger di restoran cepat saji favoritnya. Atau jangan jauh-jauh deh, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan keluarganya enggak pernah neko-neko jika mengurus kepentingan pribadi dengan pesawat kelas ekonomi. Ia diperlakukan sama seperti penumpang lainnya. Tentunya kesederhanaan mereka tidak perlu diglorifikasi juga.

Jadi, sepertinya bukan karena kasusnya yang sepele yang bikin pejabat (atau ehm keluarga mantan pejabat) ini berulah. Ulah ini ada karena salah satu pihak merasa punya kuasa. Ini jadi pengingat juga bagiku, bahwa harta, takhta, dan kuasa kadangkala berbahaya.

*keterangan tentang dr. Anwari kami ralat. Sebelumnya tertulis yang bersangkutan adalah dokter militer. Yang benar adalah dokter sipil yang bertugas di Rumah Sakit militer, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat.