Memahami Cinta sebagai Pengidap ADHD

adhd geestelijke gezondheid stoornis ziekte aandoening attention deficit hyperactivity disorder liefde relaties aantrekking love bombing emotiess volwassen adhd

Matt Raekelboom akan melakukan segala yang ia bisa agar pasangannya bahagia. Ia juga akan mengekspresikan betapa dalam rasa cintanya pada perempuan pilihannya. Namun, begitu dorongan impulsif yang ia rasakan mulai memudar, Matt sekonyong-konyong menarik diri dan meninggalkan kekasihnya penuh kebingungan.

Ia tidak punya maksud main tarik ulur. Matt benar-benar menyayangi pasangannya. Hanya saja ada kalanya ia merasa suasana hati gampang berubah-ubah, yang tanpa disadari memengaruhi keputusan dan tindakannya. Semua ini dikarenakan Matt mengidap Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD).

Videos by VICE

“Sepertinya ADHD telah memengaruhi kehidupan percintaan saya, baik secara positif maupun negatif,” ungkap laki-laki yang berprofesi konten kreator.

ADHD adalah kondisi kejiwaan yang menyebabkan seseorang sulit memusatkan perhatian pada suatu hal. Menurut Institut Kesehatan Mental Nasional Amerika Serikat, gejala ADHD ditandai dengan rentang konsentrasi yang pendek dan/atau perilaku impulsif yang mengganggu aktivitas dan fungsi kehidupan sehari-hari. Walau sering dikaitkan dengan anak-anak, ADHD juga dapat menyerang orang dewasa. Buktinya, dari perkiraan studi tahun 2020, ada lebih dari 506 juta orang dewasa yang mengalami ADHD di seluruh dunia.

Pengidap ADHD cenderung kesulitan mengatur emosi dan perilakunya, sehingga rentan bertindak secara tiba-tiba tanpa pikir panjang terlebih dahulu. Beberapa orang mengaku kondisi ini juga memengaruhi ketertarikan mereka terhadap seseorang, serta cara menangani masalah dalam suatu hubungan.

Klaim ini diamini oleh Janina Elbert Maschke, coach yang membantu pengidap ADHD mengelola emosi mereka. Menurutnya, orang yang kesusahan mengontrol emosi biasanya cepat jatuh cinta karena mereka merasakan ketertarikan yang sangat intens. Dan jika perasaan itu dibarengi gejala ADHD, seseorang akan begitu terpaku pada mereka yang menarik perhatiannya, tapi juga mudah hilang perasaan ketika sudah tidak tertarik.

Donna Giachino, yang juga merupakan coach ADHD, menyebut orang cepat tertarik pada pengidap ADHD karena mereka kerap terlihat spontan dan suka bersenang-senang. Akan tetapi, setelah hubungannya memasuki jenjang serius, ADHD dapat memicu terjadinya konflik ketika pasangan menginginkan kepastian, sedangkan pihak satunya lagi bergelut dengan masalah fungsi eksekutif, seperti mengatur, memprioritaskan dan memperhatikan detail.

Hal ini amat dirasakan Pina Varnel, komikus yang menceritakan pengalaman pribadinya melawan ADHD dalam sebuah komik. Tak jarang ia harus mengandalkan pasangannya ketika Pina melupakan sesuatu. “Lama-lama saya merasa tidak enak padanya. Rasanya saya cuma bisa bikin pasangan kesal karena saya tidak mampu melakukan apa-apa sendiri,” tuturnya.

Tapi di sisi lain, Pina gampang sensitif jika konsentrasinya pecah. Dia bisa merasa kesal hanya karena pasangan mengingatkannya makan, padahal dia sedang sibuk kerja.

“Saya tahu maksudnya baik, tapi saya jengkel karena bakalan susah berkonsentrasi lagi,” katanya. Ditambah lagi, ketidakmampuannya mengelola emosi tak jarang berujung pada Pina memperpanjang masalah alih-alih segera memperbaikinya.

“Di saat-saat seperti ini, saya akan berusaha menahan diri dan memperhatikan ucapan yang keluar dari mulut. Jika saya sudah mulai berkata ‘Oke, tapi…’ saya akan langsung berhenti dan memikirkan kenapa saya merasa harus berkata begitu. Apakah saya memang butuh jawaban, atau karena saya terjebak dalam perasaan tak mampu menangani emosi pribadi?”

Menjalin asmara pada saat kamu mengidap ADHD tidaklah mudah, sehingga kamu mesti bekerja keras agar kondisi ini tidak menjadi penghalang dalam hubungan.

“Kamu harus bisa membedakan apakah sikapmu dipengaruhi oleh gejala ADHD, dan seperti apa kelihatannya. Jika kamu sering bertengkar dengan pasangan gara-gara suasana hatimu berubah-ubah, kamu perlu latihan mengelola emosi supaya tidak lepas kendali,” saran Maschke.

Maschke merekomendasikan latihan mindfulness, yang membantu kamu meredam emosi dan kebiasaan impulsif. Selain itu, kamu dapat menetapkan batasan dan meningkatkan komunikasi bersama pasangan. Seandainya kamu merasa tidak cukup melakukannya sendiri, kamu bisa meminta bantuan profesional, coach ataupun terapi. Cara-cara ini dapat menjamin hubungan yang mulus, meski kamu mengidap ADHD sekalipun.

Matt berujar, ADHD ada plus minusnya, dan kelancaran hidupnya tergantung caranya menghadapi kondisi tersebut. “Jika saya memperhatikan diri, saya akan merasakan manfaat punya otak cemerlang. Tapi jika saya mengabaikan perasaan sendiri, kondisi ini dapat memengaruhi seluruh aspek hubunganku,” katanya.

Sementara itu, bagi Pina, yang terpenting adalah mengetahui kondisi mana saja yang perlu ditangani, lalu mencari cara supaya teratasi tanpa mengorbankan perasaan dan dirinya sendiri.

“Ada bagian dari diriku yang tidak bisa kuhilangkan, terutama gejala-gejala ADHD yang mungkin muncul dalam diri saya. Namun, saya sadar gejala-gejala ini dapat memengaruhi tindakan dan perkataan saya, yang berpotensi melukai perasaan orang lain. Maka dari itu, saya akan bertanggung jawab atas segala perbuatanku, dan memastikan gimana caranya supaya hal-hal kurang menyenangkan tidak terjadi lagi,” Pina menyimpulkan.

Follow Romano Santos di Instagram.