Kami percaya cerita-cerita hantu yang khas Indonesia tidak begitu saja muncul dari ruang hampa. Sebagai folklore, cerita-cerita itu adalah ekspresi kultural suatu masyarakat tertentu, yang diteruskan dari mulut ke mulut, dari generasi satu ke generasi berikutnya. Dalam banyak kasus, cerita hantu bahkan punya peran sosiologis, peran yang jauh lebih besar daripada menakut-nakuti bocah semata. Analisis, cerita, dan telaah kami mengenai hantu-hantu Indonesia itu kami rangkum dalam seri Cerita Hantu VICE yang dirilis untuk meramaikan Halloween 2018. Selamat membaca!
Sambel Setan Bu Mut rasanya memang kayak ‘kelakuan setan’. Pedasnya minta ampun, warnanya terang, mengingatkan kita pada benderang sinar matahari. Walaupun sekilas meninggalkan rasa manis di tenggorokan, sambal ini bakal bikin anusmu terbakar selama beberapa jam setelah keesokannya kamu boker. Penggemar warung ini mengaitkan rasa luar biasa sambalnya dengan air liur kuntilanak. Begitulah. Warung ini ramai bagi penduduk Jakarta bukan cuma berkat rasanya, tapi juga rumor soal adanya penglaris berupa mahluk halus yang membantu agar rasa masakan Bu Mut jadi lebih punya taji. Saat mendengar kabar kalau suasana warung ini lumayan seram, aku tak ragu lagi memutuskan mampir. Lumayan, bisa mencicipi kuliner kondang sekaligus nulis seputar tema hantu-hantuan seperti permintaan redaksi VICE Indonesia.
Videos by VICE
Sambal mematikan di Warung Bu Mut yang dimaksud adalah sambal ulek. Artinya ketika dibuat, tumpukan cabai dan tomat cerah diulek dalam sebuah cobek, lalu dikasih semprotan sambal rahasia (yang kayaknya sih terasi, bukan ludah kuntilanak) dari botol plastik.
Aku harus mengakui sempat agak ragu-ragu pas sampai di lokasi. Walaupun warung ini dikasih ulasan 4,4 bintang di pencarian Google, beberapa pengulas di situs Zomato mengunggah foto ulat yang muncul di hidangan ikan goreng yang mereka pesan. Ada pula keluhan tentang kebersihan warung Bu Mut.
Seperti banyak tempat kuliner terbaik lainnya di Jakarta, Sambal Setan Bu Mut merupakan warung terbuka yang rutin terbalut asap. Warung tersebut terletak di sebelah tempat parkir apartemen di Pejompongan. Sebelum kuberi tahu niatku menulis mengenai kisah-kisah takhayul populer di Indonesia, kasir bilang mahluk halus penghuni apartemen tersebut turun sekali-sekali dan nongkrong di atas pohon-pohon di sekitar warung Bu Mut.
Tapi pas aku tanya apakah hantu-hantu tersebut ada hubungannya dengan larisnya hidangan mereka, dia langsung menggelengkan kepala.
“Setan dari apartemen sebelah baik kok, tapi kita enggak main-main gituan [pakai penglaris]. Makanan kita ini asli resep-resep warisan khas Cirebon. Mungkin tempat lain main kayak gitu, tapi kita enggak.”
Tradisi mengait-ngaitkan kesuksesan sebuah tempat makan dengan adanya penglaris—istilah untuk praktik perdukunan atau meminta bantuan mahluk halus agar bisnismu sukses—selalu terjadi di Indonesia. Ketika ada warung atau restoran baru di kotamu, dan relatif cepat terkenal, pasti akan banyak muncul kasak-kusuk soal keberadaan mahluk halus di sana. Biasanya sih dari pengusaha kuliner saingan.
Nyatanya, penglaris memang jadi bisnis tersendiri di Indonesia. Tak sedikit paranormal menawarkan jasa pemberian jimat atau mendatangkan jin yang diklaim bisa membuat bisnismu moncer. Cerita-cerita soal tempat makan yang enggak beres senantiasa beredar, biasanya memakai kesaksian anak indigo yang mengaku bisa melihat tiap pengunjung dikipasi pocong atau ada jari mayat di kuah bakso atau mi ayam enak yang kamu datangi.
Tradisi mempercayai kekuatan spiritual jimat, penglaris, dan semacamnya sudah berakar di budaya nusantara berabad-abad silam. Menguatnya pengaruh Islam perlahan menggerus praktik klenik tersebut, yang dianggap sebagai syirik. Namun tak bisa dipungkiri, peninggalan budaya lama itu akhirnya masih meninggalkan jejak. Terutama ketika orang berusaha merasionalisasi kenapa tetangga atau sesama pengusaha bisa lebih berhasil daripada kita.
Aku lantas ngobrol sama si juru masak berkuncir mengenai resep rahasia sambal Bu Mut. Dia bilang rasa istimewa tersebut sederhana saja: berasal dari pemakaian cabai yang bervariasi. Di tempat masak, memang terlihat tumpukan cabai berwarna cerah dan bentuknya yang lancip mengingatkan aku akan lampu-lampu natal murahan. Suapan pertama setelah merasakan sambalnya, membuatku terbayang gimana rasanya memakan lampu natal.
Tonton dokumenter VICE mengenai proses pembuatan kepala palsu dari salah satu pakar efek prostetik terbaik di Tanah Air:
Konsep dapurnya menghadap ke jalan dan menyatu dengan tempat duduk pengunjung, sehingga kita bisa melihat apa yang sedang dilakukan tukang masak. Dua wajan besar diletakkan di atas kompor yang terus menyala, membuat minyak panas di dalam wajan mendesis tak keruan. Ada satu meja khusus buat menyiapkan sambal di salah satu sudut warung. Cobek berisi sambal ditumpuk menggunung di sana. Di sisi lain, ada kaleng cat berisi sisa dan sampah bekas makanan.
Menu ikan yang dijual di Warung Bu Mut hanya ada lele, japu, dan peda asin. Padahal tadi aku kayak lihat empat spesies lainnya di baskom ikan. Aku sempat terkejut waktu melihat ikan piranha perut merah di situ, tapi aku langsung sadar kalau ikan jenis apa pun akan kelihatan sama saja setelah masuk penggorengan.
Seingatku sih enggak ada satu pun negara yang menjadikan piranha sebagai makanan, jadi aku agak khawatir dari mana Sambel Setan dapat bahan-bahan masakannya. Akhirnya aku memesan jeroan ayam dan jengkol.
Berhubung makannya pakai tangan, aku langsung mencuci tangan di mangkok kobokan. Habis itu, aku segera melahap makanan yang tersaji di hadapanku. Baru dua menit, mulutku terbakar, dan lima menit kemudian, badanku basah berkeringat kayak orang baru keluar dari ruang sauna.
“Dan, udah lah. Berhenti makan kalau emang kepedesan,” ujar rekan kantor yang menemaniku makan malam itu.
“ENGGAK.”
Wajahku basah kuyup, saking basahnya aku sampai enggak bisa membedakan mana yang keringat dan air mata. Penglihatanku sudah kabur dan aku enggak bisa mikir apa-apa lagi. Pedasnya nyelekit di lidah, tapi aku ternyata enggak bisa berhenti makan.
Setelah berhasil mengendalikan diri, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling warung. Aku melihat kalau pengunjung lain mengalami hal serupa denganku. Awalnya aku kurang pede pergi sendirian ke sini (makanya aku mengajak salah satu rekan kerja untuk makan di tempatnya Bu Mut), tetapi melihat orang-orang yang bajunya basah karena keringat dan tak ragu bersendawa kencang membuatku lebih percaya diri.
Mau warungnya angker atau tidak, Sambel Setan Bu Mut jelas kurang cocok buat pengecut. Orang-orang bilang semakin seram tempat makannya, semakin enak juga masakannya. Kalau pepatah ini benar adanya, maka Sambel Setan Bu Mut layak berada di jajaran restoran ternama di Jakarta. Kondisi dapurnya yang kotor membuat mitos kuntilanak yang meludahi makanan dari dahan pohon rasanya enggak ngaruh apa-apa.
Akhirnya, aliran endorfin dalam tubuhku berkurang, tapi aku masih keringatan dan bibirku terasa panas kepedasan. Aku mengelap keringat dengan tisu yang disodorkan oleh pelayan, dan bergegas membayar ke kasir.
“Gimana? Ngeliat hantu gak?” tanya abang kasir sambil tersenyum.
Aku emang enggak ngeliat hantu di sana sih. Tapi berkat penampilan ikan yang aneh, sambal super jahat, dan kucing-kucing liar yang berkeliaran di parkiran, datang ke warung ini menjadi salah satu pengalaman makan paling berkesan sepanjang hidupku.