Ketika Ben Fisher keluar dari mobil jipnya di barak Grup Taktis Voloveka di Kota Donetsk, Ukraina, dia adalah prajurit bayaran sedang menunaikan tugas di benua ketiga yang ia datangi. Suasana kacau namun penuh disiplin keras terlihat di kantor pusat rombongan pemberontak yang merupakan bagian dari grup pemberontak nasionalis Ukraina. Anjing-anjing liar yang berlumuran debu antrasit (jenis batu bara) berkeliaran di sekitar jebakan-jebakan tank. Meriam-meriam anti serangan udara berdiri tegak di atas bak terbuka truk pickup yang berkarat. Segelintir orang sedang membersihkan senjata. Lainnya sedang memotong kayu. Ada pula yang sedang melakukan push-up. Banyak juga yang sedang mabuk. Sebuah spanduk besar berwarna merah tergantung di sisi barak, menghadap ke timur, bertuliskan: MATILAH KALIAN PENJAJAH KREMLIN.
Videos by VICE
Di tanah yang tandus penuh dengan tambang batu bara dan lumpur hitam ini, Fischer menemukan apa yang dia cari: pengalaman seru yang penuh dengan kekerasan. Kalau Islamic State (ISIS) itu populer di kalangan pemuda-pemudi Barat yang labil dan menjadikan Islam sebagai pelarian mereka, Right Sector—partai politik nasionalis sayap kanan ekstrim Ukraina — menjadi pelampiasan remaja-remaja Eropa dan kaum sayap kanan Amerika yang orgasme begitu mendengar kata nasionalisme—semua nasionalisme kecuali untuk Rusia tentunya.
Misi dari Right Sector adalah mengusir kaum separatis Rusia dari tanah Ukraina. Tiga bulan sebelum Fischer sampai di barak Voloveka, Ukraina, Rusia dan para pemimpin-pemimpin negara barat menandatangani perjanjian perdamaian yang dikenal sebagai Minsk II. Sejak saat itu pertempuran besar jarang terjadi. Pejabat-pejabat Eropa mulai melakukan inspeksi rutin terhadap peralatan-peralatan perang berkaliber tinggi. Namun, aroma konflik masih tercium di Timur, di sana Kiev secara sembunyi-sembunyi mengalih-dayakan grup nasionalis; berita yang dulu sempat mereka bantah di depan umum. Voloveka, satuan dari Right Sector berisikan 27 pria, mendirikan pangkalan depan berjarak enam mil dari perbatasan Republik Rakyat Donetsk (negara yang memerdekakan diri di wilayah Donetsk, Ukraina Timur). Ketika Fischer tiba di sana, Republik Rakyat Donetsk telah menjadi kekuatan anarkis yang hanya mengikuti peraturan mereka sendiri dan menolak untuk patuh ke pihak lain.
Fischer memiliki jenggot hitam kasar yang dia sering mainkan dengan ujung jarinya yang kapalan. Tato dua buah pedang yang mengapit sebuah helm perang terlihat di bahu kanannya. Menghiasi lengan kanannya adalah tulisan “MOLON LABE”—istilah Yunani kuno yang berarti “Kalau berani, sini maju” yang merupakan jawaban dari Raja Leonidas ketika Persia menuntut persenjataan prajurit Sparta di Thermopylae. Ibu Fischer adalah seorang warga Tunisia yang beremigrasi ke Austria 30 tahun yang lalu. Di sana ia bertemu ayah Fischer, seorang insinyur di sebuah desa ski di luar Innsbruck. Fischer dikirim ke sekolah kejuruan di Bregenz ketika berumur 14 tahun. Di tahun pertamanya, dia memalsukan tanda tangan orangtuanya agar ia bisa mendaftarkan diri ke dalam Pasukan Bersenjata Austria. “Orang Austria hidup di dalam ruangan,” kata Fischer. “Entah anda tukang pos, walikota atau seorang guru, anda hidup di dalam ruangan. Percekcokan terjadi di dalam ruangan. Perasaan-perasaan manusia terkurung di dalam ruangan. Dan sejak kecil saya tahu saya tidak mau hanya hidup di dalam ruangan.”
Sayangnya, angkatan darat Austria tidak memberikan Fischer pengalaman hidup yang menarik. Selama enam bulan, dia hanya mengendarai sebuah van di sekitar Prishtina, tempat rekan-rekannya membagikan bungkus makanan dan mengajarkan Kosovar (orang-orang Kosova, negara sengketa di Balkan) bagaimana menggunakan senjata. Tak lama setelah itu, Fischer mengambil ijin sakit untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Enam bulan kemudian, dia berada di Laut Merah, di sana dia bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah kapal kontainer. Di perhentian pertama di Mogadishu, pihak yang berwenang di pelabuhan membubarkan awak kapal tersebut karena tidak memiliki ijin. Dengan uang PHK yang sedikit, Fischer membeli tiket ke Marseille. Malang di sini pun, dia ditolak olah Legiun Asing Perancis (sebuah unit angkatan darat Perancis). Beberapa bulan kemudian, dia bekerja sebagai penjaga pintu di Vienna.
Di bulan September 2014, Fischer menempuh perjalanan dari Vienna ke Kiev menggunakan kereta, dimana tentara Ukraina sedang melakukan serangan besar untuk merebut kembali Donbas (wilayah di Ukraina timur). Di Maidan Square, dia bertemu seorang perekrut Azov, batalyon pemuja supremasi kulit putih yang merupakan salah satu milisi sukarelawan yang menerima sukarelawan asing. Begitu Fischer bergabung dengan Azov, seorang komandan menolaknya dengan alasan Fischer terlihat terlalu Arab. Fischer kemudian pindah ke Batalyon Donbas—”yang penuh dengan pemabuk dan penderita gangguan stres pascatrauma”—namun dia tidak melihat banyak aksi perkelahian ketika dia pindah ke Donetsk; Protokol Minsk pertama, yang menghasilkan gencatan senjata, baru saja ditandatangani dua hari setelah dia tiba.
Untuk mencari petualangan berikutnya, Fischer menggunakan Facebook untuk menghubungi seorang warga Amerika yang telah bergabung dengan Satuan Perlindungan Orang-orang Kurdi (kelompok etnis di Timur Tengah), di Sulaymaniyah, Irak. Sebuah gang motor Belanda-Kurdi membawa mereka berdua ke garis depan dekat Kirkuk, dimana mereka melihat aksi perlawanan terhadap ISIS. “Saya suka orang Kurdi dan menghormati perjuangan mereka, tapi mereka juga bermasalah: Mereka yakin bahwa semua orang ingin mengkhianati mereka,” kata Fischer. Orang-orang Kurdi berusaha keras untuk memecah kelompok pejuang asing, membujuk Muslim yang tak taat untuk ikut solat bersama mereka, mendorong sukarelawan asing untuk lebih banyak bekerja dan tidak terus memandangi layar smartphone mereka. Komandan dari satuan Fischer telah “dicuci otak,” kata Fischer.
Interview yang dilakukan Fischer dengan saluran berita lokal ditayangkan stasiun televisi Austria. Orang tuanya mengungkapkan kekhawatiran mereka lewat sebuah email—namun diabaikan Fisher. Satu malam, di perkemahan dekat Mosul, sebuah helikopter Black Hawk Amerika mendarat. Seorang tentara muncul dan memerintahkan orang-orang Kurdi untuk membubarkan orang asing dari barisan mereka jika mereka tidak mau kehilangan kerja sama dengan Amerika. Orang asing jauh lebih aktif di media sosial sehingga ada resiko rahasia operasi akan bocor yang dapat meningkatkan ketegangan dengan Turki.
Ketika kembali ke Austria, Fischer mendengar bahwa dia masuk dalam daftar “waspada teroris” setelah dia berkelahi dengan gerombolan gerilya Kurdi yang berafiliasi dengan PKK (Partai Pekerja Kurdi). Pemerintah Austria menyarankan Fischer untuk tidak meninggalkan Austria, namun dia nekat pergi mengunjungi keluarga ibunya di Tunisia. “Di Tunisia tidak ada perang,” katanya. “Tidak ada yang macem-macem. Anda bisa santai.” Di Sousse, dia menerima pesan Facebook dari Alex Kirschbaum, seorang rekan tentara Austria yang sudah lama tak ia temui. “Alex mengatakan bahwa dia baru meninggalkan angkatan darat,” kata Fischer. “Dia sudah tidak tahan dengan Austria. Dia akan pergi ke Ukraina.” Esoknya, Fischer memulai perjalanannya kembali ke Kiev. “Awalnya anda hidup penuh dengan kebanggaan, menolak untuk menjadi seperti orang lain,” kata Fischer. “Namun anda bertahan dengan prinsip ini karena akan tiba waktunya ketika anda tidak bisa menoleh ke belakang dan harus menerima bahwa kehidupan yang masuk akal adalah yang damai.”
Kirschbaum menyapa Fischer ketika dia tiba di barak. “Kami sudah berteman ketika di Austria, pernah ngebir bareng, tapi melihat dia di luar sini, di tengah Donetsk sangatlah mengejutkan,” decak Kirschbaum. Postur Kirschbaum kurus dan memiliki jenggot hitam kurus kering. Matanya berwarna kastanye coklat tua dan berbinar-binar setiap kali dia membicarakan masalah persenjataan. Bagi mereka berdua, Ukraina menjadi pelampiasan nasionalisme yang dianggap sudah jarang terlihat di bagian Eropa lainnya. “Di Austria, kesatuan anti-fasisme lebih kuat daripada anti-terorisme,” kata Kirschbaum. Dia mengatakan bahwa Austria adalah negara yang “telah dijinakkan”. Kaum nasionalis yang tersisa di negara ini hanyalah fans garis keras sepakbola—macam Jakmania—dan penggemar berat Eurovision (kompetisi lagu TV internasional terlama di Eropa). Namun grup Right Sectorites jelas tidak menonton sepakbola atau Eurovision. Sesuai dengan formula patriot sejati dan paham ekstremis nasionalis yang “mudah dan enak,” mereka mengklaim bahwa mereka membenci pemerintahan mereka namun mencintai negara. Lucunya, baik Fischer dan Kirschbaum tidak sadar bahwa mereka baru saja mentransfer gairah nasional mereka dari satu negara ke negara lain.
Menurut Right Sector, revolusi Maidan masih belum selesai. Penggunaan senjata api masih dianggap pelanggaran hukum, namun grup preman seperti Voloveka dan sejenisnya tidak akan mematuhi peraturan ini sampai Ukraina menjadi negara berdaulat. Definisi berdaulat menurut mereka adalah Ukraina yang benar-benar independen dari Rusia—yang mereka sebut sebagai “kerajaan Putin”—dan dari Uni Eropa—tanah “diktator homo liberal.”
“Seluruh dunia harus tahu Ukraina bukan untuk dipermainkan,” kata Prut, seorang komandan Right Sector di Mukachevo. (Pejuang Ukraina di Voloveka dipanggil hanya menggunakan nama alias mereka.)
Ukraina yang ideal menurut Right Sectorites adalah yang sesuai dengan cara hidup orang Cossack (bangsa Slav timur yang menjunjung demokrasi, semi-militer, dan mengatur negara sendiri). Ada juga yang menyebutkan Republik Rakyat Ukraina Barat yang dipelopori oleh Stepan Bandera, pahlawan dari gerakan perlawanan Ukraina terhadap Soviet sebagai referensi. Kolaborasi singkat Bandera dengan Nazi menyebabkan beberapa anggota Right Sector mencampurkan nasionalisme mereka dengan pemahaman dangkal mengenai nazisme. Beberapa anggota Right Sector yang saya temui melakukan Sieg Heil (salam hormat Nazi) dan memuja Hitler. Beberapa anggota mengakui mereka melakukan ini karena mereka tahu Putin membencinya, dan mereka akan melakukan apa saja untuk membuat dia jengkel.
Anggota Right Sector mengaku bahwa mereka berjuang atas nama banyak penduduk Ukraina yang cuek. Menurut anggota Right Sector, penduduk Austria sebetulnya menginginkan kebebasan namun tidak berani bertindak. Di tahun 2014, organisasi ini menjadi perpaduan antara partai politik garis keras kanan dan kesatuan pertahanan Maidan. Mereka mengaku tidak rasis ataupun senofobik (ketakutan akan orang-orang asing yang didasari prasangka buruk) karena mereka mengerti nasionalisme Ukraina bersifat “kewarganegaraan, bukan kesukuan.” Institusi pemerintah harus kuat. Perbatasan nasional harus ditegakkan. Semua orang yang memiliki jalan pikiran yang sama, biarpun bukan warga Ukraina, dipersilakan untuk bergabung. Pendiri Right Sector, Dmitry Yarosh adalah mantan guru bahasa asing dari Ukraina tengah. Hampir setengah dari keluarganya berbicara bahasa Rusia.
Right Sector adalah organisasi yang tidak karuan. Tak satupun dari 10.000 anggotanya membawa tanda anggota partai, datang ke pertemuan secara teratur, atau merekrut anggota baru dengan cara yang sistematis. Anggota Right Sector yang politis kesulitan mengatur cabang militernya yang diisi sekitar 3.000 prajurit. Kebanyakan telah menghabiskan waktu berminggu-minggu lamanya untuk berlatih di kamp Right Sector, dimana mereka diajarkan prinsip-prinsip seni bela diri jalanan dan dikirim ke demonstrasi-demonstrasi untuk melawan pemerintah Kiev, libur nasional Rusia dan kaum homoseksual. Prajurit Right Sector dibagi ke 26 divisi. Satu divisi diutus ke setiap provinsi atau negara bagian Ukraina; Dua batalyon tambahan menjaga baris depan. Tidak ada yang mendapatkan perintah dari pusat. Mereka hampir tidak pernah bertukar persenjataan atau kontak pemerintahan.
“Kami di Right Sector adalah sisa dua puluh persen lainnya yang percaya bahwa kami harus menyelesaikan masalah ini dengan tangan kami sendiri. Kami hanya bisa memperbaiki negara kami apabila kami turun tangan.”
Dua tahun penuh perkelahian internal dan tindakan keras dari pemerintah menyebabkan Right Sector pecah menjadi puluhan unit kecil dan mereka semua beroperasi tanpa menghiraukan yang lain. Grup Taktis Voloveka—namanya diambil dari seorang anggota Right Sector yang terbunuh oleh ranjau darat di Donetsk—merupakan salah satunya.
Grup ini kini tengah berseteru dengan prajurit Kiev di Ukraina Timur dan setengah anggota Right Sector yang menyerahkan diri pada pemerintah november lalu. Anggota grup ini bersembunyi di gedung blok semen yang digunakan sebagai tempat penambang batubara tinggal sebelum perang dimulai. Anggota Voloveka tiba satu hari di musim gugur lalu dan mengusir mereka dengan todongan senjata. Mereka menggali parit di sekitar gedung dan sebuah lubang untuk menahan tawanan. Mereka memasang pagar kawat. Mereka menempatkan ranjau darat dan jebakan-jebakan tank di kebun sayur. Di atap, mereka menempelkan bendera hitam merah, lambang gerakan perlawanan Ukraina ketika dijajah Jerman, dan bendera Ukraina yang dipasang terbalik, simbol dari kemerdekaan singkat Republik Ukraina di tahun 1918.
Tak lama kemudian, mereka juga menyita sebuah bis kuning dari SD setempat untuk bepergian setiap minggu ke garis depan dimana Right Sectorites menghabiskan beberapa hari menembakkan Granat Berpeluncur Roket ke bandar udara Donetsk yang dikuasai oleh para separatis. Di jalan-jalan kampung menuju barak, dua menara jaga terbuat dari kayu berdiri tegak. Selalu ada seorang prajurit berjaga di sana. Para penduduk Novogrovka, desa terdekat dari situ, selalu berhubungan dengan batalyon di Donbas. Serangan dapat terjadi setiap saat.
Komando dari Voloveka dipegang oleh Simeon, orang sipil pertama yang mencuri senapan mesin dari petugas polisi di Maidan dan menembak balik mereka. Namanya kondang di Ukraina dan dia dianggap sebuah legenda di dalam Right Sector. Setelah insiden Maidan, dia berhasil lolos dari kepungan pasukan Ukraina di Llovaisk. Dia merupakan salah satu dari kyborgs, tentara Ukraina dan sedikit relawan, termasuk anggota Right Sector yang membela bandar udara Donetsk dari pengepung pemberontak beberapa hari sebelum Minsk II ditandatangani.
Simeon merupakan ahli dari senjata yang disebut TOW, sebuah misil yang terkait dengan kawat sepanjang tiga kilometer yang dia tuntun ke wilayah musuh menggunakan sepasang roda kecil. Di akhir 2015, negara bagian Ukraina mendeklarasikan namanya sebagai seorang teroris. Mukanya terpampang di setiap papan pengumuman Kiev. Anggota Right Sector telah mengubah rumah Simeon di Ivano-Frankivsk menjadi gudang persenjataan. Mereka menaruh ranjau Claymore (diledakkan menggunakan remote control) di bawah beranda dan menginstruksikan anak Simeon untuk mengaktifkan peledak tersebut apabila polisi datang.
Kehadiran Simeon di barak sangatlah terasa. Sesi minum-minumnya dimulai tak lama setelah dia muncul setiap pagi dari kamar semen dia yang menjemukan dan hanya dihiasi beberapa foto keluarga dan beberapa helm tentara Rusia di dinding. “Brothers!” teriaknya dalam aksen Amerika yang dibuat-buat. Dia tidak punya pakaian santai. Seragam dia penuh tertutup dengan lumpur kering dan minyak mesin, membuat seragamnya mengeras seperti karton. Bagi Simeon, perang di Donetsk bukanlah soal perjuangan melawan Rusia tapi lebih mengenai pembuktian terhadap warga Ukraina di Kiev. “Enam puluh persen dari Ukraina ingin bergabung dengan Eropa,” katanya dalam sebuah giliran jaga malam. Beberapa suara tembakan terdengar dari timur namun dia bergeming. “Kekhawatiran terbesar penduduk Ukraina adalah bila WiFi mereka mati. Dua puluh persen yang lain hanyalah sampah yang membela Rusia. Bagi mereka, Uni Soviet merupakan hal yang baik. Tipe yang beginian tidak akan menjadi masalah besar. Mereka bisa dibunuh. Kami di Right Sector adalah sisa dua puluh persen lainnya yang percaya bahwa kami harus menyelesaikan masalah ini dengan tangan kami sendiri. Kami hanya bisa memperbaiki negara kami apabila kami turun tangan.”
Walaupun Simeon berusaha untuk mengingatkan teman sebangsanya akan kurangnya komitmen mereka terhadap negara mereka sendiri, kebanyakan warga Ukraina di Voloveka tidak sepenuhnya paham mengenai politik Right Sector. Banyak anggota Right Sector antara mereka telah dinyatakan sebagai teroris oleh negara dan mereka memilih untuk bersembunyi di barak Voloveka untuk menghindari pengadilan di Kiev. Asisten komandan Colibian adalah salah satu orang Ukraina yang melakukan pengorbanan besar untuk bisa berada di Novogrodovka; Dia meninggalkan bisnis dealer mobilnya di Kiev.
Dilihat dari sisi ini, bisa dibilang banyak prajurit bayaran asing yang bergabung dengan Voloveka tidak jauh berbeda dengan rekannya dari Ukraina. Ketika Ben Fischer bertempur melawan ISIS, Craig Lang baru saja dipecat dari sebuah kilang minyak di North Dakota. “Di sana sudah kering semua,” dia bercerita di kamarnya di barak. Bendera Amerika terpampang di atas ranjangnya. Lang bertubuh kurus kering, bermuka tajam dan memiliki jenggot kuning yang liar. Sebuah tato Molon Labe juga menghiasi lengan kanannya. Dia mempunyai mulut yang tipis dan panjang, mata yang dalam dan akses southern yang santai ketika berbicara. Donetsk kedengaran seperti “Dawntesk” ketika diucapkan Lang. Ketika sedang mengabdi di Afganistan, sebuah bom di pinggir jalan meledakkan Humvee yang ditumpangi Lang, menyebabkan telinga kanannya tuli dan memutus beberapa syaraf yang menghubungkan iris ke otaknya. Sekarang Lang tidak bisa menatap orang lain tepat di mata mereka.
Ketika dia berumur 12 tahun, Ayah Lang berusaha membunuh ibu tirinya ketika sedang mabuk parah. Lang Senior dibui, dan Lang harus hidup dengan ibu tirinya. Saat itu, dia berpikir bahwa bergabung dengan angkatan darat adalah cara kabur yang terbaik; Di umur 17, dia menyelesaikan SMA agar bisa melakukan itu. Di umur 22, Lang telah menyelesaikan dua misi di Irak dan satu di Afganistan. Lang selalu membicarakan kehidupan militer dengan penuh semangat. Di Novogrodovka, dia berjalan-jalan di sekitar barak menirukan gaya penyerangan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara)—mereload senjata sambil berlari, melakukan pengintaian di sekitar gedung—dan membaca manual Angkatan Darat Amerika di teleponnya sebagai hobi.
Dua tahun lalu, Lang menjadi berita utama koran-koran setempat ketika dia meninggalkan Fort Bliss di El Paso setelah istrinya yang sedang hamil mengirimkan video dia berselingkuh dengan lelaki lain. Lang mengisi mobilnya dengan rompi anti-peluru, kacamata night vision, dan dua senapan laras panjang, lalu menyetir tanpa henti ke North Carolina dimana dia menaruh ranjau darat di sekitar kondominium sang istri dan berusaha membunuh dia. Dia hanya dihukum penjara selama beberapa bulan karena menurutnya Angkatan Darat Amerika tahu bahwa dia memiliki masalah mental namun tidak pernah melakukan apa-apa mengenai hal ini. “Saya memberi tahu komandan saya berkali-kali bahwa saya akan membunuh dia (sang istri),” kata dia. “Barangkali saya dikira menggertak saja kali ya.” Lang kemudian diberhentikan secara tidak hormat, kehilangan semua benefit veteran, asuransi kesehatan dan surat izin kepemilikan senjata api. Pembayaran tunjangan anak menggunung—dia sekarang berhutang sebesar lebih dari 1 milyar rupiah—dan pekerjaan tetap tidak pernah datang. Dia keluar masuk penjara. Istrinya mengambil truknya dan rumah serta meminta perintah penahanan terhadap Lang. Sudah hampir tiga tahun dia tidak bertemu anak-anaknya.
Semua impuls manusia dibuat lebay di Voloveka. Kalau ada yang kelupaan kunci rumah, pintunya diledakkan menggunakan TNT. Kacang kenari dibuka menggunakan granat.
Lang merasa dikhianati oleh angkatan darat. “Ketika anda punya catatan kriminal, anda tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, anda tidak bisa membayar tunjangan anak, anda dikirim kembali ke penjara. Terus saja seperti itu.” Tapi dia masih menyukai pertempuran. Blackwater (perusahaan militer swasta Amerika) menolak Lang karena dia setengah buta. (Dia tidak menyebutkan apa-apa tentang catatan kriminalnya yang mungkin akan memperburuk peluang dia diterima.)
Di bulan Februari silam, setelah membaca tentang Pertempuran Ilovaisk—dimana pasukan separatis Rusia menyergap tentara Ukraina yang mundur—Lang memutuskan pergi ke Ukraina. Dia mendengar kabar bahwa veteran NATO sangat diperlukan di garis depan, dimana tentara Ukraina bahkan tidak mendapatkan pelatihan medis yang paling mendasar. Pada saya, ia mengungkapkan bahwa ia memilih Ukraina dibandingkan Suriah dengan dua alasan. Pertama, melihat Maidan di berita meyakinkan Lang bahwa penduduk Ukraina serius mengenai perang kebebasan nasional mereka. “Orang-orang ini menginginkan perubahan.” Ketika mengabdi di Irak, dia mengira warga Irak tidak serius tentang kedaulatan mereka. “Orang Irak sama sekali tidak perduli,” ujar Lang. Kedua, dia mengganggap Putin sebagai seorang komunis. Lang, yang mengaku sebagai penegak konstitusi, membenci komunisme.
Tiga minggu sebelum saya menyambangi Novogrodovka, saya bertemu dua warga Amerika di Kiev, Quinn Rickert dari Illinois dan Santi Pirtle dari California. Mereka berumur 20an awal dan sedang mendaftarkan diri ke Hostel Delil. Saya tidak sengaja mendengar percakapan mereka tentang rencana bergabung dengan Right Sector. Mereka tidak tahu apa-apa mengenai Right Sector selain reputasi buruk mereka yang sudah tersebar. Namun, Right Sector merupakan satu-satunya batalyon di Ukraina yang masih menerima warga asing.
Lang yang ditemukan oleh Rickert di Facebook merasa berkewajiban untuk memberi tahu mereka kereta mana yang menuju Novogrodovka. Rickerts bertemu Pirtle beberapa minggu sebelumnya di Paris. Legion Asing Perancis menolak mereka berdua. “Legion tersebut tidak menerima kriminal, tapi saya pikir mungkin mereka akan menghargai kejujuran saya,” kata Rickert. Ketika berumur 18, Rickert bergabung dengan Angkatan Darat Amerika, tapi dia tidak pernah dikirim ke medan perang dan hanya mengerjakan pekerjaan admin di markas Georgia dan Virginia. Ketika sedang cuti, Rickert dan seorang teman tertangkap mencuri onderdil mobil dari dealer di sebuah daerah suburban Chicago. Dia menghabiskan satu tahun di penjara dan mengambil pembebasan bersyarat untuk pergi ke Ukraina. “Kalau saya kembali ke Amerika, saya akan masuk penjara selama tujuh tahun,” jelas Rickert.
“Itulah masalahnya dengan sistem penjara swasta,” tambah Pirtle. Berdarah campuran Filipina dan Afrika-Amerika, Pirtle mengenakan kacamata dan meninggalkan sedikit rambut hitam di dagunya. “Penjara swasta harus mempunyai tawanan untuk menghasilkan uang.” Pirtle memilih tinggal di Ukraina karena dia membenci budaya Amerika yang dia anggap dangkal dan terlalu memuja-muja selebriti. Dari Paris, Pirtle dan Rickert mempertimbangkan untuk pergi ke Suriah, tapi mereka tidak punya cukup uang. Perjalanan kereta dari Paris ke Kiev telah menghabiskan semua uang simpanan mereka.
Warga Ukraina berbicara dengan penuh semangat kepada Pirtle dan Rickert mengenai hukum kepemilikan senjata Amerika—”Semua orang di negara kalian punya senjata. Mantap!”—namun di sini fantasi itu telah menjadi kenyataan. Obrolan mereka berkisar tentang berbagai macam cara untuk membunuh para separatis. Seorang warga Texas bernama Russell Bentley diketahui berjuang untuk salah satu batalyon Donetsk.
“Dia bukan dari Texas,” kata Lang. “Dia seorang komunis tai kucing dari Austin.”
“Kalau dia anda bunuh, bakal bermasalah dengan hukum Amerika gak?” tanya Rickert.
“Enggak,” jawab Lang.
Makan siang di Voloveka biasanya menyajikan potongan lemak babi mentah sebesar kepalan tangan. Kentang biasanya menjadi pilihan untuk makan malam; berkarung-karung kentang bisa ditemukan tergeletak di bawah tangga. Semua perlengkapan—mantel, kain kasa, air galon—datang dari relawan di Kiev atau “minta” dari penduduk lokal. Batu bara hasil curian dan kayu bersatu dengan sampah di dalam api yang menghasilkan awan asap beracun. Abunya jatuh di kulit menyerupai gumpalan tahi lalat. Voloveka membayar rokok dan internet mereka dengan membakar ramuan batu bara-sampah ini menjadi batu bata dan menjualnya ke seluruh penjuru Ukraina.
Semua impuls manusia dibuat lebay di Voloveka. Kalau ada yang kelupaan kunci rumah, pintunya diledakkan menggunakan TNT. Kacang kenari dibuka menggunakan granat. Kucing-kucing liar berlarian di lorong barak, yang penuh berisi bom-bom seberat 60 pon biasa dipakai untuk menghancurkan jembatan. Anggota Right Sector mengusir kucing-kucing tersebut dengan cara melempar mereka dari balkon lantai dua dengan gerakan seolah-olah mereka sedang bermain golf. Ketika mereka jatuh ke dasar, jeritan kucing-kucing yang mengerikan terdengar. Beberapa minggu sebelum saya tiba, seorang warga Ukraina bernama Geronimo memenggal kepala seekor kucing karena si kucing mengencingi ranjang dia. Takut gangguan stres pasca trauma akan menular, Simeon mencoba—namun tidak berhasil—untuk menyita senjata semua orang. Voloveka juga mempunyai seekor anjing, Fly, yang dipelihara karena pemilik aslinya meninggal karena ledakan ranjau darat. Fly selalu terlihat gemetar setiap kali mendengar suara senjata dikokang.
Anggota Voloveka sering bersumbar bahwa mereka mempunyai cukup peledak untuk memusnahkan satu provinsi kecil Ukraina. Batalyon menyelundupkan semua persediaan mereka—enam truk lapis baja, helm, kotak medis, ratusan kotak amunisi—tanpa lelah dari segala penjuru Ukraina. Mereka memanfaatkan donasi dari diaspora (populasi pengungsi) di Kanada untuk “persediaan medis” yang kemudian digunakan untuk membeli senjata Kalashnikovs (AK-74) dari pedagang senjata suku Chechen di Vienna.
Senjata-senjata ini diselundupkan melalui Pegunungan Karpatia oleh anggota Voloveka yang bepergian dengan sembunyi-sembunyi ke Ukraina barat setiap beberapa bulan menggunakan sebuah truk pickup batalyon. Mereka juga melucuti senjata-senjata milik tentara separatis yang sudah mati. Suatu siang, Fischer mengajak saya ke gudang senjata—ruangan enam unit tanpa jendela di lantai dua. Udara di dalam sana “harum” dengan bau kencing kucing. Misil anti serangan udara dan granat roket tergeletak dimana mana seperti gelondongan kayu. Fischer mengambil dua mortir hitam berkarat dari sebuah kardus yang sudah berjamur. “Sebuah museum perang di Lviv memberikan ini ke kami,” kata dia sambil membolak-balik mortir tadi dengan santai di genggaman tangannya. “Ini cetakan Red Army dari Perang Dunia II. Kami mempunyai banyak penggemar dari komunitas pemeraga ulang medan perang Ukraina. Mereka terus mengirimkan barang-barang antik ke sini, “kata dia, sambil mengembalikan mortir tersebut ke dalam kotak. “Masalahnya adalah mereka bisa meledak dengan mudah di dalam bis ketika anda menyetir melewati lonjakan jalan.”
Satuan Keamanan Ukraina (SBU) bisa hadir setiap saat dan menahan setiap anggota Voloveka—yang dilarang untuk hadir di garis depan. Namun, anggota Right Sector meyakinkan saya bahwa ini tidak akan terjadi. Ketika SBU membutuhkan bantuan untuk mengejar truk yang diduga menyelundupkan persediaan ke Donetsk, mereka akan meminta bantuan dari barak Voloveka. Kebanyakan orang di daerah tersebut adalah suporter Rusia. Walhasil, otoritas setempat menyarankan Right Sector untuk menyetir pelan-pelan dan membawa pistol Glock ketika berjalan kaki untuk memberi kesan mereka adalah bagian dari Satuan Keamanan. (Biarpun penduduk Novogrodovka membenci Right Setor, mereka selalu datang ke barak di malam hari mengemis makanan, dan selalu diberikan. Penduduk yang datang mabuk biasanya jatuh ke parit.)
Tentara Ukraina juga semestinya menahan anggota Right Sector apabila melihat mereka di garis depan, namun ini tidak mereka lakukan. Di malam hari, perwira Ukraina yang bersimpati terhadap Right Sector mengisi bis sekolah milik Voloveka dengan roket dan senjata berkaliber besar yang sebetulnya dilarang di Eropa. Right Sector menjadi jalan keluar tentara Ukraina untuk mengakali Minsk II dan membalas pihak separatis yang menolak organisasi internasional untuk mendekati mereka. Bagi Ukraina, Right Sector sudah lepas kendali. Polisi setempat tidak akan menahan anggota Voloveka karena merekalah yang menjalankan aksi terorisme polisi. Tentu saja ketika ditanya mengenai hubungan mereka dengan Right Sector, SBU, tentara dan polisi semua menyangkalnya. Namun apa yang saya lihat di garis depan jelas-jelas sebuah bentuk kerja sama. Para pejuang Voloveka jijik akan bentuk kerjasama apapun dengan Kiev. Namun pertempuran melawan Ukraina baru bisa dimulai lagi ketika ancaman-ancaman lain di Donbas sudah ditebas.
Beberapa minggu sebelum saya mengunjungi Voloveka, seorang pria mabuk yang sedang keluyuran di jalan Novogrodovka di malam hari ditangkap. Polisi menyita telepon genggam miliknya dan menemukan foto dia sedang berpose di depan tank Donetsk di jaringan sosial terkenal Rusia, VK. Polisi membawanya ke seorang anggota Right Sector, yang kemudian menyekap pria itu di bilik kamar mandi berdiri. Lampu bilik tersebut selalu dinyalakan dan dia dipukuli menggunakan kaos kaki yang berisi batu tajam. Dia dibiarkan telanjang dan dipaksa membersihkan barak sambil berlutut. Sesi interogasi yang melibatkan ancaman deportasi ke Guantanamo Bay yang diulang-ulang hanya menyingkap bahwa pria tersebut datang dari sebuah desa lokal dan tidak tahu apa-apa mengenai gerakan pasukan pemberontak.
Seminggu kemudian, polisi menjemputnya kembali untuk dibawa ke Kiev—mungkin untuk dimasukkan ke penjara, meski tidak ada yang tahu apa yang akhirnya terjadi kepadanya. “Sayang kami harus memukuli orang-orang ini,” kata Kirschbaum. “Namun saya tidak bisa bersimpati karena anggota Right Sector yang tertangkap di Donetsk, telinga dan hidungnya dipotong.”
Satu malam, suara keras menggetarkan pintu masuk barak. Lalu diikuti dengan suara erangan yang keras. “Separatis!” teriak seseorang. Fischer mematikan rokoknya, menyabet granat roket dari tembok dan memposisikannya di bahu kanan dia dalam satu gerakan tanpa jeda. Lang keluar dari ruangan dengan sepasang granat yang telah terkokang di tangannya. Di lorong barak, selusin tentara Ukraina yang terkaget-kaget berkerumun penuh senjata. Salah satu dari mereka mengintai melalui bidikan sniper.
Di pintu keluar, ketika kabut dari granat asap mulai menghilang, terlihat Simeon terbaring di lautan darah. Bagian tubuh mirip benang berwarna hitam ungu—ususnya—menempel di dinding. Sebuah telapak tangan yang jari-jarinya telah dipotong bergerak-gerak di tumpukan ban tidak jauh dari situ. Sebelum ini terjadi, Simeon hendak keluar barak menuju Novogrodovka, di sana dia berencana untuk melempar beberapa granat di alun-alun kota untuk memperingati 2 tahun keterlibatannya dalam perang, Malang, Simeon terpeleset di tangga dan meledakkan dirinya sendiri secara tidak sengaja. Simeon yang malang memalingkan kepalanya ke arah kami, dia menghela napasnya yang terakhir. Ia tewas di depan mata kami.
Malam berikutnya, kami menggelar pemakaman Simeon. Ibu, anak dan istrinya datang dari Ivano-Frankivsk dengan menggunakan mobil. Dua anggota Right Sector dengan sigap mengantar mereka masuk melalui pintu samping, menghindari pintu utama dimana mayat Simeon berada. “Dua ranjau darat meledak di bawah Simeon ketika dia berlari menuju bandar udara Donetsk,” jelas Colibian—yang ditunjuk sebagai komandan baru Voloveka pagi itu—kepada keluarga Simeon. Mereka menangis. “Setelah ranjau meledak, dia ditembaki senapan mesin hingga tewas. Kami memungut dia, membawa dia kembali ke markas. Dia masih bernapas ketika itu. Dia menolak untuk mati.” Colibian menaruh tangannya di atas bahu ibu Simeon. Kebanyakan anggota Right Sectorites yang hadir saat itu sedang mabuk. Sisa dari simpanan vodka Simeon habis siang itu juga.
Pendeta Pavel hadir dari Krasnoarmiisk dari ekumenis (Gereja Ortodoks otosefalus) lokal. Dia adalah seorang lelaki besar menggunakan kacamata kawat dan memiliki gumpalan rambut berminyak yang ditahan oleh topi Astrakhan (dibuat dari bulu domba khusus) hitam. Pavel melangkah dengan cepat di sekitar barak, mengerincingkan pembakar dupa emas yang dihiasi dengan batu amber, menyanyikan lagu pujian “Oh Tuhan maha besar, oh Tuhan maha besar.” Bau dari organ-organ Simeon yang mulai membusuk perlahan-lahan mulai tercium.
Enam anggota Right Sectorites mengangkat tubuhnya keluar dari truk pendingin daging yang pada malam sebelumnya mengantar dia ke rumah mayat. Dia dibaringkan di atas kain putih di dalam peti mati ungu. Tiruan bagian tangannya yang hilang dibuat menggunakan sarung tangan yang diisi pasir dan diletakkan hati-hati di samping sisa lengannya yang tidak rata. Di pipi kiri Simeon, pecahan granat masih terlihat. Petugas kamar mayat takut mukanya akan bertambah rusak apabila pecahan-pecahan tersebut dicabut.
Anggota Right Sector membawa mayat Simeon naik ke kantin lantai dua dan meletakkan dia di meja makan. Mereka memindahkan kaleng-kaleng lemak babi dari meja. Semua orang mengelilingi peti mati. “Simeon, elo benar-benar jagoan perang,” kata Pavel. “Anak Dnieper yang loyal.” “Slava Ukraina!” kata ibu Simeon. “Geroyam slava!” teriak Right Sectorites. “Jaya Ukraina! Jaya para pahlawan!” Setelah mengangkut badan Simeon kembali ke truk daging, 26 anggota Voloveka membentuk formasi dan menembakkan AK mereka ke udara dengan peluru tracer yang memotong langit dengan garis-garis merah sebelum akhirnya jatuh di dekat Novogrodovka.