Johanes Hubertus Eljkenboom alias Johny Indo tutup usia pada Minggu, 26 Januari 2020, pada usia 71 tahun. Meski karier layar lebarnya bisa dibilang sebentar (1987-1991), Johny sudah membintangi 14 film bioskop yang sukses membuatnya dikenal sebagai seorang aktor.
Tapi yang paling menarik dari sosok Johny Indo adalah masa lalunya yang kompleks. Laki-laki kelahiran Garut, 6 November 1948 ini mengawali karier sebagai foto model iklan, nama pria asal Garut ini melambung sebagai Robin Hood-nya Indonesia karena merampok toko emas di Jakarta bersama komplotan Pachinko (Pasukan China Kota) pada tahun 1970-an.
Videos by VICE
Hasil rampokan itu kemudian mereka bagikan kepada warga Jakarta. Pada wawancaranya di Empat Mata, ia mengaku sudah merampok total 120 kg emas dan mencatat siapa saja korbannya.
Kalau saya bisa memilih satu aksi yang membuat namanya terus terngiang, sudah barang tentu itu aksi melarikan diri yang ia lakukan bersama 34 orang narapidana dari Nusakambangan, penjara paling killer di Indonesia.
Kurang lebih ceritanya begini.
Setelah ditangkap di Sukabumi pada 1979, Johny dijatuhi 14 tahun penjara: empat tahun karena perampokan ditambah 10 tahun karena kepemilikan senjata api. Pada tahun ketiganya jadi napi, ia (((jenuh))) dan memutuskan kabur dari lapas.
Dalam wawancara dengan On the Spot, Johny membeberkan kronologi pelariannya yang kalau diceritain tuh rasanya kok kayak, ya ampun gampang banget. Langkah pertama yang ia lakukan adalah menganalisis kelemahan-kelemahan di Nusakambangan.
“Ya, kita melihat pengaturan sistem lembaga pemasyarakatan itu. Kita cari selemah-lemahnya, nah di sana kita terobos. Saya cari kelemahannya petugas datang jam berapa, pulang jam berapa, kayak gitu,” ujar Johny. Selain soal waktu, ia juga melihat kesempatan kabur ketika tahu bahwa seluruh peluru itu disimpan di sebuah brankas, sedangkan isi pistol penjaga diyakininya kosong. Pengetahuan ini didapatnya karena ia kerap diminta bersih-bersih kantor.
Dari situ, ia dan komplotannya kemudian menyusun rencana. Karena emang di Nusakambangan itu banyak bebatuan, Johny menggunakannya sebagai pemicu kesempatan kabur.
“[napi yang pengin kabur] bilang: ‘Nih batu bagus’ dan tawar-tawarin [ke petugas],” ujar Johny. Karena celah jeruji hanya 10 cm sedangkan batunya berdiameter 20 cm, petugas harus membuka pintu untuk memegang batu. Di sanalah Johny dan narapidana lain bersama-sama mendorong petugas, mengambil senjata, dan bergegas kabur.
Saat pelarian, ia meminta rombongannya melakukan trik yang sering kita lihat di film-film: mengelabui polisi lewat manipulasi jejak.
“Kita suruh anak buah lepas perlengkapan baju, ikat pinggang, dikasih ke jalan, dibuang ke arah yang salah. Kita kembali lagi (lewat jalan lain dan) jangan meninggalkan jejak kaki ke jalan yang kita lari. Jadi petugas ketika lihat, ‘Wah, larinya kemari, ada bajunya,’ gitu. Ya, kayak main-mainan,” jelas Johny sambil nyengir. Pada satu titik, ia dan rombongan numpang kabur naik bus umum. Sopir dan kondektur yang segera tahu rombongan ini adalah napi yang kabur tidak berani melapor ke polisi saat razia karena takut ditikam.
Tidak disebutkan kepada media apa alasan utama Johny akhirnya menyerahkan diri 12 hari kemudian. Malah, ia juga mengatakan tidak mengetahui alasan dirinya sendiri mengapa melarikan diri dari penjara. Astaga, doi kabur dari penjara paling seram di Indonesia gara-gara pengin kabur aja.
Apa yang dilakukan Johny ini bisa jadi menginspirasi Saman Hasan, Hendra bin Amin, Agus Triyadi, dan Kadarmono berpuluh tahun kemudian meyakini. Yakni mau sekokoh apapun penjara Nusakambangan, selalu ada aja cara untuk kabur dari sana.
Di masa tuanya, Johny yang mulanya penganut Kristen memutuskan masuk Islam dan menjadi mubalig. Ia pun mengganti namanya menjadi Umar Billah, membuka taman baca di bawah yayasan bernama John Indo Foundation, serta berdagang batu akik di Pasar Poncol, Jakarta. Meski begitu, putri Johny mengatakan ayahnya telah kembali memeluk Kristen lima bulan sebelum meninggal.
Selamat jalan, Johny Indo. Berikut satu kalimat canggih khas Robin Hood dari mulutnya saat ditanya Tukul Arwana mengapa ia merampok toko emas yang hanya dimiliki orang-orang asing:
“Yang keruk kekayaan [adalah] bangsa Indonesia, saya ambil zakat infaknya dengan pistol.”