Di tengah gemuruh penonton, sosok dengan julukan Mother Nature—diperankan Monica Percich—dalam balutan untaian bunga dan semak merambat melirik dengan tatapan menantang dari atas panggung ke arah Hakim Agung Ruth Bader Gunsburg yang dimainkan oleh Vanessa Flanders. Gunsburg menghias sport bra dengan lencananya.
Lampu menyoroti tubuhnya yang berotot. Dua perempuan itu kemudian meletakkan siku di atas bantalan, memosisikan tangan kanan hingga menyerupai sudut 90 derajat, saling menggenggam tangan, dan mulai mendorong satu sama lain.
Videos by VICE
Dalam kompetisi Los Angeles Lady Arm Wrestlers (LA LAW), peserta berlomba sekaligus mengadakan pertunjukan. Selama putaran final Fall Brawl pada November, peserta adu panco beserta rombongan pendukungnya—pengacara seksi, kucing dan ayah yang tak terkalahkan—menggalang dana untuk Women’s Center for Creative Work, pusat komunitas feminis interseksional.
Sebelum duel antara Mother Nature dan Gunsburg, kaktus bernama Prickly Pear didorong masuk ring menggunakan pot terakota raksasa. One Bad Mother (Shut Your Mouth) yang kerja berlebihan menimpuk wajah pembuat kue Lemon Meringue Sly dengan kue pai. El Brazo Capitalista menuduh lawannya bermain curang. Dia minta pertandingannya diulang—“Itulah Amerika bagimu,” gurau pembawa acara Amanda McRaven—tapi lagi-lagi kalah.
Meskipun liganya tidak begitu kompetitif, lombanya sungguhan. Sebelum pertandingan, LA LAW mengadakan orientasi untuk melatih para peserta cara adu panco yang baik dan benar. Mereka juga diajarkan aturan resmi dari World Armwrestling League: bahu harus tegak, siku tidak boleh keluar dari meja, dan pertarungan dimulai setelah pemain meneriakkan, “Siap? Mulai!”
Setelah absen selama setahun, LA LAW digelar di lokasi baru, gudang pembuatan bir Angel City Brewery. Ring mendominasi ruang di depan panggung, tempat McRaven berdiri membangun narasi yang hidup selama pertandingan.
Ketika pertandingan pertama dimulai, biarawati licik berlumuran darah, Sister Patricia Pistolwhip, melawan tanaman kaktus Prickly Pear. Kerumunan peserta dan penonton gaduh berdesakan. Penonton mengenakan kostum payet, drag, warna-warni, dan kaus feminis. Selain dihadiri veteran LA LAW, acaranya juga dihadiri anggota baru yang ingin menyemangati atau mencemooh peserta. Mereka semakin terbawa suasana ketika 16 pesaing bermunculan.
Liga ini terbuka lebar untuk kalangan dari berbagai identitas selain laki-laki. Orang queer, transgender, dan nonbiner sangat diperbolehkan bergabung. Walaupun ada kata “ladies” dalam LA LAW, bukan berarti semua pesertanya perempuan. “‘Lady’ bisa berarti apa saja selain laki-laki,” terang penyelenggara, Provvidenza Catalano, yang menyamar sebagai Sister Patricia Pistolwhip. “Inilah cara terbaik menjelaskan siapa saja yang boleh ikut adu panco.”
Setiap kali acaranya dimulai, McRaven akan membacakan manifesto LA LAW: “Organisasi kami tidak menoleransi segala bentuk seksisme, rasisme, transfobia, homofobia, ableism, kebencian terhadap orang gemuk, ageism, dan classism.”
Transpuan Alexis Sanchez ikut adu panco sebagai Brigadier Katy Winterbottom-Winter, petualang steampunk yang menari saat memasuki ring. “Saya dulu ogah bertanding karena menganggap aktivitas berbasis kekuatan seperti ini cuma dilakukan laki-laki,” ujarnya. “Saya memiliki ketakutan seputar hal itu. Acara [LA LAW] membuktikan mereka sangat inklusif.”
LA LAW menyadari ada segelintir orang yang dikecualikan dari ruang progresif. Kurangnya dukungan pengasuhan anak kerap kali memaksa orang tua baru meninggalkan liga olahraga untuk mengurus anak. Emily Gibson alias One Bad Mother (Shut Your Mouth) sangat bersinar di kompetisi ini, terlepas dari kelelahannya mengurus bayi tujuh bulan dan melawan depresi pascapersalinan. LA LAW menyediakannya ruangan untuk memompa ASI, supaya dia tidak melewatkan turnamen. Gibson terus membawa pompa di antara kerumunan. Ketika bertanding, Gibson menjadikan popok sebagai bantalan siku.
Taylor Orci menyamar sebagai lelaki bernama Trey, “penjahat” dalam liga. Menurutnya, Trey adalah “lelaki tampan yang malas baca dan tidak mau kalah.” Trey ikut kompetisi cuma untuk menuntut ruang bagi laki-laki kepada LA LAW. Dia memberikan nomornya ke setiap perempuan yang melakukan kontak mata. Trey membelikan minum untuk semua cewek yang menolaknya. Dia menyapa penonton laki-laki dengan sentuh penis.
Sayangnya, perasaan Trey tidak terbalas. Seorang perempuan sampai menyiram wajahnya dengan bir karena ogah didekati Trey. Ketika dia naik ke atas panggung, semua penonton mencemoohnya keras-keras sampai gurauan misoginisnya tidak dapat terdengar.
“Dia menjadi karakter katarsis dalam lingkup LA LAW,” kata Orci.
Kerumunan semakin lama semakin melonggar. Seseorang berjalan melewatiku sambil menggeram, “Geser dong, sweetcheeks!” Orang itu terkaget-kaget dengan reaksinya sendiri. Dia langsung berbalik dan meminta maaf. “Maaf, saya tidak bermaksud misoginis sama sekali.”
Di babak kejuaraan, Ruth Bader Gunsburg berhasil mengalahkan Mother Nature. Berpengalaman dalam Jiu-Jitsu dan Sumo Brasil, Flander percaya diri dengan kemampuan atletiknya. Meskipun demikian, dia tidak menganggap diri sendiri sebagai petarung. Sebelum adu panco, dia sempat minder dan khawatir tidak berani naik panggung. Dikawal pengacara seksi, Flanders menunjuk langit sambil memegang pialanya. Sama seperti di pengadilan, Gunsburg selalu ingin menang.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.