Menyelami Dunia ‘Karnivora Bitcoin’

Entah kita berbicara tentang topik ekualitas gender dalam perusahaan multinasional atau isu lainnya, seringkali kelakuan Neanderthal di masa prasejarah seperti mengingatkan kita akan sifat alami manusia: Manusia itu secara alami kompetitif, lelaki itu secara alami lebih tegas daripada perempuan, dan seterusnya. Apa kesamaan dari prasejarah dengan masa depan: mereka sama-sama perwujudan dari mimpi kita. Jadi tidak heran apabila masa lalu yang kita bayangkan terlihat mirip sebuah episode The Flintstones.

Salah satu tren yang sangat mencerminkan tren ini adalah “Karnivora Bitcoin,” sebuah gaya hidup/diet yang dipromosikan oleh sebuah kelompok kecil online pencinta cryptocurrency. Gagasannya sederhana: Hanya gunakan Bitcoin dan makan daging. Manfaatnya digadang bersifat spiritual, finansial dan jasmaniah dan para pendukungnya sangat serius tentang gaya hidup ini. Bagi karnivora Bitcoin, ada semacam paralel metafisika antara uang digital terdesentralisasi dengan apa yang dimakan oleh leluhur kita, dan juga cara mereka hidup. Politik, makanan, dan uang—semuanya berhubungan.

Videos by VICE

Image: Flickr/Vincent Diamante

“Abad 20 merupakan bencana bagi kesehatan dan kekayaan manusia. Bangkitnya bank sentral dan makanan industri adalah alasan utamanya,” jelas Michael Goldstein, pendiri Satoshi Nakamoto Institute dan seorang karnivora Bitcoin fanatik lewat sebuah email. “Bitcoin adalah bentuk pemberontakan terhadap uang fiat, dan diet full makan daging adalah pemberontakan terhadap makanan fiat.”

Implikasi dari kata “fiat” di sini adalah bahwa uang dan makanan modern bersifat buatan, dan karnivorisme Bitcoin digadang akan menyelesaikan masalah ini. Goldstein telah menjadi seorang karnivora semenjak 2015, jelasnya, dan hanya memakan “apapun yang datang dari dunia binatang, terutama lemak.” Ketika ditanya tentang trifekta Bitcoin—karnivora—libertarianisme yang sepertinya dia jalani, Goldstein menjawab, “Begitu kamu mengenakan kacamata They Live, kamu enggak bisa mencopotnya,” mengacu ke film They Live (1988) di mana seorang pengembara menemukan kacamata yang apabila dikenakan menunjukkan dunia sesungguhnya dikendalikan oleh alien jahat.

(Saya mengontak beberapa ahli nutrisi terkenal untuk artikel ini. Satu orang merespon dan mengatakan via email bahwa diet tersebut “terlalu konyol untuk dibahas.” Dan satu orang lagi hanya membalas, “Lagi-lagi diet ekstrem. Haduh.”)

Karnivora Bitcoin bisa dianggap sebagai versi ekstrem diet “paleo” (dari kata paleolitik) yang berusaha meniru kebiasaan makan nenek moyang manusia—kacang, sayuran, dan banyak daging. Karnivora Paleo dan Bitcoin berbeda dengan diet daging-sentrik lainnya karena merujuk langsung ke zaman prasejarah. Paleo, menggunakan dasar imajinasi masa lalu, juga memasukan elemen politik.

John Durant, penulis buku The Paleo Manifesto (2014), menjelaskan paleo sebagai sebuah alternatif dari “gerakan sayap kiri berbasis tumbuh-tumbuhan.” Intinya, gaya hidup paleo mengatakan bahwa semakin kita kembali mengutamakan kesehatan (dalam konteks politik), semakin kita kembali mendekati masa lalu. Tapi tentu saja di sini, masa lalunya merupakan sebuah kisah fiksi. Baru-baru ini, seorang ahli paleomikrobiologi dari University of Adelaide menganalisa plak gigi Neanderthal dan menemukan bahwa pilihan makanan leluhur kita sangat bervariasi, tergantung makanan apa yang tersedia. Beberapa populasi bahkan diduga vegetarian. Tapi ya sudahlah, baik karnivora paleo dan Bitcoin, mau seberapa cuap-cuap tentang kembali masa lalu, sebetulnya lebih bentuk reaksi terhadap politik masa kini.

“Orang-orang yang menyuruhmu makan 6-10 porsi makanan beracun sehari demi ‘diet yang sehat dan seimbang’ adalah orang-orang yang sama yang mengatakan bahwa bank sentral menciptakan suku bunga agar ekonomi modern dapat berfungsi,” jelas Saifedean Ammous, seorang profesor ekonomi dari Lebanese American University yang juga seorang karnivora Bitcoin via email. “Kamu bisa memilih untuk mendengarkan mereka dan menyaksikan kesehatanmu semakin memburuk, atau kamu bisa memilih untuk berpikir untuk diri sendiri.”

Image: Flickr/Leonid Mamchenkov

Bitcoin, mirip dengan paleo dan karnivora, berkotbah jahat tentang masa kini dan menggunakan imajinasi masa lalu sebagai dasarnya. Para pengguna setia Bitcoin (biasanya libertarian) mengatakan bahwa sistem finansial modern itu penuh korupsi, dikendalikan oleh kaum elit egois, dan uang kertas hanyalah bikin-bikinan. Narasi yang diciptakan adalah Bitcoin, karena jumlahnya terbatas, lebih mirip dengan uang masa lalu dibanding uang kertas yang sekarang ada di dalam dompetmu—yang bisa dicetak oleh pemerintah kapan saja. Kalau mentalitas ini ditarik keluar ke ranah kehidupan lain—seperti dietmu—karnivorisme Bitcoinlah hasilnya.

“Kita tinggal di dalam dunia digital, jadi kita tidak bisa bertransaksi menggunakan emas, tapi Bitcoin memiliki semua elemen dari emas, yang merupakan bentuk mata uang pertama di dunia,” jelas Ferdous Bhai, seorang karnivora Bitcoin dan pendiri perusahaan media Bitcoin 21 Mil, lewat wawancara telepon. Perusahaannya dinamakan atas dasar pasokan koin mata uang digital yang terbatas. “Filosofi dan prinsip di balik Bitcoin sangat kuno.”

Bhai mengaku ada elemen tidak serius dalam tren karnivora Bitcoin, dan mengaku dia menerapkannya demi kehidupan yang lebih sederhana. Dia tidak perlu memikirkan apa yang harus dimakan, katanya, dan hanya makan satu kali sehari.

Banyak orang yang mengaku mendukung karnivorisme Bitcoin di media sosial kemungkinan besar tidak menjalankan dietnya, jelas Bhai. Ini hanyalah publikasi yang bagus untuk Bitcoin, menargetkan tipe orang tertentu dengan cara menghubungkan topik kering cryptocurrency dengan imej Neanderthal memburu seekor mamut berbulu yang pastinya membuat topik ini lebih seru.

Lucunya, sosok lelaki yang mempopulerkan karnivorisme dalam komunitas cryptocurrency justru tidak mempercayai teori Neanderthal tersebut. Zooko Wilcox, yang menemukan cryptocurrency ZCash, telah menjadi pendukung diet “ketogenik” karnivora selama beberapa thaun. Wilcox dan mantan istrinya, Amber O’Hearn, yang juga seorang ilmuwan komputer, biarpun tidak aktif dalam dunia cryptocurrency, memiliki sebuah blog bernama Ketotic yang bertujuan menyebarkan gaya hidup ini.

“Gak ada yang benar-benar tahu gimana orang makan 10.000 atau 100.000 tahun yang lalu, dan kita mungkin tidak akan pernah tahu,” jelas Wilcox lewat telepon. “Dan apapun yang dimakan orang zaman dulu tidak mengindikasikan makanan terbaik untuk kita makan hari ini. Perspektif itu menarik, tapi lebay.”

Image: Flickr/Maya83

Lantas apa yang menarik pendukung Bitcoin untuk mengikuti diet karnivora ini? Wilcox mengatakan kemungkinan besar ini disebabkan oleh mentalitas bersama. Begitu satu orang berani berkoar meyakini sesuatu biarpun dianggap banyak orang lain salah, pasti akan ada orang satu mentalitas yang akan menunjukkan solidaritas.

Diet ketogenik yang diterapkan oleh Wilcox dan O’Hearn, termasuk karnivora Bitcoin sempat dilupakan komunitas medis setelah 1960an tapi sempat kembali populer di akhir 1990 setelah peneliti Johns Hopkins merilis sebuah studi multi-centre menjanjikan tentang efek diet ini terhadap anak-anak penderita epilepsi. Tapi tetap seja tidak ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa diet ini bermanfaat bagi populasi manusia yang sudah sehat. Bagi O’Hearn, manfaat terbesar dari karnivora Bitcoin adalah lebih banyak orang mencoba diet ini.

“Selama ada asosiasi antara pendukung Bitcoin dengan gaya makan karnivora, ini hal baik,” tulis O’Hearn ke saya via email. “Semakin banyak orang mencoba, semakin kita dapat meningkatkan kesadaran tentang kesehatan dan kesejahteraan semua orang.”

Mungkin saja ini benar. Tapi untuk sekarang, rasanya menggunakan Bitcoin untuk membayar segala hal sama tidak masuk akalnya dengan melahap steak setiap kali makan.