Merayakan Obsesi Penduduk Indonesia pada Salju (Palsu)

Merayakan Obsesi Penduduk Indonesia pada Salju (Palsu)

Legenda yang populer sejak 1820-an bilang Sinterklas tinggal di Kutub Utara. Gara-gara pemeo itu, pemberi hadiah bagi anak-anak berperilaku baik itu terkesan hanya bertugas di negara-negara subtropis, yang merayakan momen Natal dalam kondisi penuh salju. Legenda tersebut makin bias Eropa, ketika Sinterklas (atau Santa Claus di negara-negara berbahasa Inggris) digambarkan keliling naik kereta luncur melayang ditarik rusa kutub.

Apakah berarti anak-anak baik di negara Tropis tak berkesempatan ditemui Sinterklas? Bagaimana jadinya bila Sinterklas harus melewati jalanan Kalimalang, Bekasi, yang rusak dan gersang? Mungkin kereta rusa milik Sinterklas terpaksa diganti dokar atau motor trail sekalian. Biar bisa ngebut di aspal bergelombang yang penuh debu itu.

Videos by VICE

Setidaknya, tanpa menunggu Sinterklas datang, sebuah mal di Bekasi berusaha menggantikan tugasnya. Yakni memberi hadiah bagi anak-anak (serta orang dewasa) merayakan hal yang sekilas nyaris mustahil didapat di Indonesia: merasakan sensasi salju, meski cuma buatan.

Jujur, saya sendiri merasa seperti anak baik yang layak mendapat hadiah, ketika mendapat tugas meliput salju buatan ini. Aspal berdebu sepanjang 20 kilometer yang membentang di kawasan Kalimalang menjadi satu-satunya jalur motor yang bisa saya lewati untuk sampai ke wahana salju di area parkir utara Revo Town Mall, Bekasi. Setelah satu jam perjalanan dari daerah Kebayoran, Jakarta Selatan—dengan cuaca siang itu mencapai 30 derajat celcius—saya butuh salju.

Dari lokasi parkir motor, saya langsung disambut bangunan semi permanen dengan luas seukuran lapangan futsal, bertuliskan “Snow World International”. Di loket saya menukar Rp60 ribu untuk satu tiket masuk. Selain tiket, saya dipinjami jaket mantel tebal untuk dipakai di dalam wahana.

1577274250781-IMG_0827
Pasangan berfoto di salah satu spot favorit wahana Snow World International.

Baru empat langkah masuk ke dalam wahana, sepatu langsung menginjak salju yang cukup tebal dan dari lubang hidung serta mulut saya langsung keluar asap. Rasa norak segera menghinggapi saya. Ini kondisinya betulan (mirip) salju. Bukan sekadar es serut atau lapangan skate ice yang biasanya biasa kita saksikan di berbagai pusat belanja kota besar Indonesia. Suhu ruangan itu minus 15 derajat celcius. Siapa sangka, di Bekasi kita bisa merasakan secuil sensasi negara Skandinavia kala musim dingin.

1577274629534-IMG_0869

Bagi penduduk negara Tropis, salju adalah kemewahan yang senantiasa menarik untuk didapatkan, termasuk bila harus membayar mahal. Perdagangan internasional dan kolonialisme memperkenalkan penduduk nusantara pada bangsa-bangsa jauh, yang memiliki kondisi cuaca berbeda dari Tanah Air. Terutama salju. Itu sebabnya, banyak sekali turis tajir Indonesia sengaja mengejar momen dapat salju saat berkesempatan pelesir ke mancanegara. Merasakan (sekaligus berfoto saat salju) adalah penanda terbaik kalian tak lagi di Indonesia.

1577274463414-IMG_1048

Bahkan Kedutaan Besar Korea Selatan mencatat, jumlah turis asal Indonesia yang mengejar salju ke negaranya selalu meningkat tiap Desember. Sebab di momen itu, berbagai lokasi wisata hampir pasti diselimuti salju. Tiket Rp60 ribu jelas lebih terjangkau dibanding merogoh kocek jutaan untuk tiket pesawat ke negara bersalju.

Tentu Rp60 ribu tadi tak otomatis “menghapus” Indonesia sepenuhnya. Dekat pintu masuk wahana, saya disambut Olaf, karakter boneka salju dari film animasi Frozen, beserta Elsa. Tapi backsound yang mengiringi sosok mereka bukanlah “Let It Go”, lagu tema Frozen yang senantiasa terngiang itu, melainkan lagu dangdut Nella Kharisma. Musim dingin sesaat ini masih berpijak di Bekasi.

1577274325012-IMG_0830

Saya tak sendirian siang itu. Wita, perempuan asal Garut, beserta keluarganya yang hendak menuju ke Jakarta, menyempatkan main ke wahana ini sebelum melanjutkan perjalanan.

“Mumpung sekeluarga sama ponakan juga lagi kumpul, terus tempat wisata saljunya juga deket sama jalan tol ke Jakarta, jadi nyempetin aja buat foto-foto,” ujar Wita dengan ekspresi menggigil. Lokasinya memang tepat di samping jalan tol Bekasi Selatan. Di luar dugaan, anak-anak Wita minta pulang tak sampai 30 menit. Tampaknya bayangan mereka soal keindahan salju akan rusak gara-gara gigil yang mereka rasakan. Tak apa. Ini pelajaran baik buat anak-anak memahami bahwa yang mereka saksikan di TV tak selalu seindah kelihatannya.

1577274731747-IMG_0881

Wisata wahana salju ini sudah berdiri sejak akhir 2016. Saljunya dibuat dengan proses nukleasi buatan, alias pembentukan kristal es. Air yang dicampur bubuk protein kering disemprotkan menggunakan pompa tekanan tinggi, yang nantinya partikel air jika terkena udara super dingin akan membuatnya mengkristal. Hasilnya salju buatan. Agar salju palsu ini tidak cepat mencair, suhu di sentral AC diatur minus 80 derajat celcius.

1577274391096-IMG_0842

Salju palsu jelas membutuhkan biaya besar untuk menghadirkannya sekaligus merawatnya. Tapi berbagai pusat belanja terus menawarkan sensasi subtropis tersebut. Wahana serupa di Bekasi bisa kalian dapati di Mal Taman Anggrek, atau Mal Grand City Surabaya.

Pusat perbelanjaan berlomba-lomba membuat wahana salju mini (kadang lebih tepat disebut es balok diserut) dan dekorasi senada, khususnya menjelang Natal. Momen menjelang maupun sesudah 25 Desember di Indonesia senantiasa dihinggapi imaji Natal khas Eropa dan Amerika. Yang dingin, yang bersalju.

Obsesi macam ini tak hanya menghinggapi warga Indonesia kok. Singapura, yang sama-sama tropis, juga senantiasa keranjingan salju palsu tiap Natal. Di negara itu, bahkan wahana malnya ada yang dirancang supaya orang bisa main seluncur seakan-akan sedang pelesir ke Alpen.

1577274420461-IMG_1171
Kalau ini wahana skating di Mal Grand City Surabaya. Sama-sama bertema salju.

Ini toh obsesi polos yang berakar dari hasrat terpendam manusia melihat dunia. Salju adalah satu fenomena alam yang tak dirasakan penduduk nusantara. Sebaliknya, banyak penduduk negara subtropis bermimpi kelak bisa memperoleh sinar mentari sepanjang tahun seperti kita rasakan—bahkan ada yang sampai kecanduan berpanas-panasan ke negara Tropis. Mirip istilah Jawa saja, “wang-sinawang“. Rumput tetangga senantiasa terasa lebih hijau.

Harga yang harus saya bayar sepadan. Saya bisa kabur dari kengerian panas Bekasi dan merasakan sekilas sensasi “Kutub Utara”. Yang jelas saya kasihan kalau benar sosok bernama Sinterklas harus tinggal di tempat sebeku ini. Sebagaimana dia mungkin prihatin karena saya harus kembali menghadapi sengatan panas 30 derajat saat pulang menuju kosan yang lembap. Wang-sinawang.